Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu Minta MK Diskualifikasi Maruf Amin

Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) terpilih, Ma'ruf Amin (tengah) berjalan meniti tangga ketika penutupan Musyawarah Nasional (Munas) IX MUI di Surabaya, Jawa Timur, Kamis (27/8) dini hari. Ma'ruf Amin terpilih menjadi ketua MUI periode 2015-2020 secara musyawarah mufakat melalui tim formatur menggantikan Din Syamsuddin. ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat/foc/15.

Jakarta,KPonline – Federasi Serikat Pekerja (FSP) BUMN Bersatu turut bersikap dalam menanggapi polemik status Calon Wakil Presiden Maruf Amin yang masih menjabat sebagai Dewan Pengawas Syariah di Bank Mandiri Syariah dan BNI Syariah.

Sikap yang dilakukan FSP BUMN Bersatu adalah dengan mengajukan Ad-Informandum atau informasi tambahan berupa keterangan tertulis Amicus Curiae (sahabat pengadilan) kepada MK.

Hal itu disampaikan Ketua Umum FSP BUMN Bersatu, Arief Poyuono. Dengan dasar menegakkan konstitusi, Ad-Informandum dirasa perlu ia sampaikan.

Bahwa kami berpendapat Majelis Hakim MK selayaknya membatalkan dan mendiskualifikasi Calon Wakil Presiden Nomor Urut 01 atas nama Maruf Amin,” tulis Arief, Minggu (23/6) di kutip dari RMOL

Pembatalan Maruf Amin sebagai cawapres didasari pada Pasal 227 Huruf p UU 7/2017 tentang Pemilihan Umum. Dalam pasal tersebut, bakal paslon harus melengkapi surat pengunduran diri sebagai karyawan BUMN sejak ditetapkan sebagai Pasangan Calon Peserta Pemilu.

Namun dari kasus Maruf, kata Arief, Ketua MUI Nonaktif itu masih tercatat sebagai pejabat di Bank Syariah Mandiri dan Bank BNI Syariah.

Padahal, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 48 dan Nomor 62/2013 dan norma perundang-undangan termasuk persepsi penegak hukum, anak perusahaan BUMN adalah kekayaan dan keuangan negara yang tidak terlepas dari BUMN dan negara.

“Dengan demikian, jika praktik ketatakelolaan negara dilakukan dengan baik, maka masih melekatnya jabatan Calon Wakil Presiden Maruf Amin di anak perusahaan BUMN adalah suatu hal yang harus dinyatakan sebagai bentuk pelanggaran hukum serius,” jelasnya.

Merujuk UU No 17/2003 tentang Keuangan Negara dan UU No 19/2003 tentang BUMN secara bersamaan, aturan tersebut dapat dipahami secara lex specialis (khusus).

Dalam Pasal 1 angka 5 UU No 17/2003 menyatakan, perusahaan negara adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Pusat. Kemudian Pasal 1 Angka 6 UU No 17/2003 menyatakan, perusahaan daerah adalah badan usaha yang seluruh atau sebagian modalnya dimiliki oleh Pemerintah Daerah.

“Berdasarkan ketentuan tersebut, maka UU Keuangan Negara bisa ditafsirkan satu lembar saham sudah termasuk suatu perusahaan badan usaha milik negara atau daerah,” tegasnya.