Ditemui PLN Mau, Tapi Saat Hari Buruh Gubernur Sumatra Barat Tidak Mau Menemui Pekerja dan Mahasiswa

Padang, KPonline – Sebelumnya diketahui Mahyeldi selaku Gubernur Sumatra Barat mau ditemui oleh manajemen PLN. Hal ini disampaikan melalui akun halaman resmi milik PLN Wilayah Sumatra Barat pada Jum’at 30 April 2021.

Namun pada peringatan 1 Mei 2021 sebagai Hari Buruh Internasional Mahyeldi justru tidak mau ditemui oleh rakyatnya sendiri. Rakyat Sumatra Barat yang terdiri dari Serikat Buruh FSPMI dan BEM Mahasiswa se-Minangkabau Raya pada Sabtu (01/05/2021) di kantor Gubernur Sumatra Barat

Dalam aksinya para pekerja dari sektor layanan publik PLN beserta mahasiswa kecewa dengan Gubernur Sumatera Barat Bpk Mahhyeldi yang tidak mau menemuai para peserta aksi. Eka Noferianto, perwakilan dari pekerja OS PLN yang tergabung di FSPMI merasa kecewa karena Gubernunur Mahyeldi tidak mau menemui massa aksi.

“Kesekian kali kami dari FSPMI ke sini dan sepertinya Gubernur Sumbar tidak mau menemui kami para buruh dan kami sangat kecewa dengan Bapak Mahyeldi atau pun dengan Gubernur sebelumnya. Sepertinya Gubernur Sumbar alergi terhadap buruh”, uangkap Eka yang juga ketua Pimpinan Unit Kerja Serikat Pekerja Elektronik Elektrik Federas Serikat Pekerja Metal Indonesia (PUK SPEE FSPMI) PT. Haleyora Powerindo Bukittinggi.

Pekerja dan mahasiswa dalam penyampaian orasinya massa buruh menekan pemerintah untuk memperhatikan dua aspek penting, yaitu mengenai BPJS Ketenagakerjaan dan THR buruh. Senada dengan itu, massa aksi dari FSPMI turut mempertanyakan tentang pembayaran THR buruh yang tidak sesuai dengan aturan, seperti dibayarkan separuh, serta menuntut kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP).

Selain dua aspek di atas, massa aksi turut melayangkan tujuh tuntutan, antara lain:

1.Mendesak Hakim Mahkamah Konstitusi untuk segera membatalkan UU Cipta Kerja karena tidak memenuhi prosedur pembentukan peraturan perundang-undangan yang tercantum dalam UU Nomor 12 tahun 2011.
2.Mendesak Hakim Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan UU Cipta Kerja karena tidak memenuhi asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan yakni asas keterbukaan. Dimana tidak melibatkan masyarakat di dalam proses pembuatannya.
3.Mendesak pemerintah pusat untuk segera mencabut UU Cipta Kerja karena tidak merepresentasikan tujuan negara Indonesia yang terdapat dalam alinea keempat pembukaan UUD 1945.
4.Meminta Gubernur Sumbar untuk menyatakan sikap mendukung pencabutan UU Cipta Kerja berdasarkan poin tuntutan nomor satu sampai tiga.
5.Menuntut pemerintah pusat maupun daerah untuk lebih menjamin hak-hak dan kesejahterahan pekerja.
6.Meminta Gubernur Sumbar untuk menaikkan UMP Sumbar setiap tahunnya secara signifikan, tidak hanya menaikkan sesuai standar persen UMP Minimal dari Kementerian Ketenagakerjaan.
7.Meminta Gubernur Sumbar untuk memerintahkan Dinas Ketenagakerjaan Sumbar untuk menyurati seluruh perusahaan yang ada di Sumbar terkait kewajiban setiap perusahaan untuk mendaftarkan setiap pekerjanya ke BPJS Ketenagakerjaan, jika ditemukan masih ada perusahaan yang tidak melaksanakan kewajibannya, gubernur/kadinaker memberi sanksi yang setimpal.

Mewakili Gubernur Sumbar yang tidak berada di tempat, Nazrizal selaku Kepala Disnakertrans Sumbar mengatakan akan menindaklanjuti tuntutan massa aksi.
Nazrizal juga menjelaskan bahwa Disnakertrans menyediakan posko pengaduan bagi para pekerja yang tidak mendapatkan THR yang seharusnya dibayarkan minimal H-7 lebaran.

Sementara untuk UMP, karena adanya edaran dan penekanan dari Menteri Ketenagakerjaan tahun lalu sehingga terdapat 22 provinsi yang tidak menaikkan UMP. Massa aksi yang gagal menemui Gubernur dalam aksi kali ini juga mendesak Nazrizal untuk mengatur jadwal pertemuan antara massa aksi dengan Gubernur Sumbar.

Setelah aksi unjuk rasa berakhir, peserta dari SPEE FSPMI mengadakan konsolidasi di depan gedung Gubernur Sumatra Barat. Ini sebagai bentuk kekecewaan rakyat kepada pemimpin yang dianggap tidak peduli kepada rakyatnya

Padahal pekerja dari PLN ini ingin mengadukan pelanggaran yang dilakukan perusahaan yang berada di wilayah kekuasaannya. Ironisnya Gubernur Sumatra Barat mau ditemui oleh PLN tapi alergi pada pekerja dan mahasiswa sebagai rakyatnya.

Penulis : Eka Chandra
Foto : Yudi