Derita Murtini Derita Kemanusiaan

Bogor, KPonline -Murtini hanya mampu menangis tersedu-sedu, kalimat yang terucap pun terdengar tak jelas ketika menuturkan kronogis kesehatan dirinya yang semakin memburuk. Maklum saja, Murtini terlihat tak sanggup memikul beban penderitaan baik secara fisik maupun mental. Sudah setahun ini, bentuk perut Murtini terlihat membuncit, dan berdasarkan penuturan Murtini, keadaan yang saat ini dialaminya, baru diketahui oleh Murtini setelah berobat di salah satu klinik di sekitar tempat tinggalnya.

Hingga saat ini, belum ada penanganan medis yang intensif, bukan karena ketidak pedulian pihak keluarga atau dari warga masyarakat sekitar RT 007 RW 02 Kampung Cikembar, Desa Antajaya, Kecamatan Tanjung Sari, Kabupaten Bogor. Akan tetapi kondisi kesejahteraan dari keluarga Murtini dan juga warga masyarakat sekitar Kampung Cikembar yang memang masih dibawah garis kemiskinan.

Bacaan Lainnya

Trisani hanya mampu menundukkan kepala dan sesekali menatap wajah menyedihkan dari perempuan kelahiran 5 Juni 1969 tersebut. “Pasien sudah menderita sejak beberapa tahun yang lalu, memang mempunyai riwayat penyakit paru-paru dan sudah menjalani pengobatan di klinik disekitar wilayah Antajaya. Setelah berobat di klinik, perut pasien malah membesar seperti orang hamil. Sudah diperiksa ke klinik yang sama, dan berdasarkan keterangan dokter dan hasil diagnosa, katanya lambung. Akan tetapi, semakin hari semakin membesar perutnya” tutur Trisani

Keterbatasan biaya dan tingkat kesejahteraan yang memang masih sangat rendah, membuat Dedi kebingungan harus mengadukan permasalahan kesehatan yang sedang dialami oleh istrinya. “Teu boga artos. Urang ge gawena ngangkatan batu ti kali ka tina mobil (Memang tidak punya uang, pekerjaan saya pun hanya kuli angkut batu, dari sungai ke mobil angkut)” tutur Dedi sambil menitikkan air mata.

Jarang BAB (Buang Air Besar) sepertinya salah satu indikasi Murtini mengalami pembuncitan pada bagian perut. Hal tersebut pun diiyakan oleh Dedi, sang suami yang masih setia menemani Murtini sebagai pendamping hidup. Disebuah rumah panggung yang jauh dari kata layak, Dedi, Murtini dan anak semata wayangnya menghabiskan waktu dan mengisi hidup mereka. Keadaan mereka yang seadanya dan serba pas-pasan, tidak menyurutkan semangat hidup mereka bertiga.

“Sebagai Relawan Jamkeswatch, terketuk hati saya untuk mengulurkan tangan. Akan tetapi, saya hanya mantan buruh dan sudah tidak bekerja lagi saat ini. Secara ekonomi saya memang tidak dapat membantu, akan tetapi, saya terus berusaha berkoordinasi dengan perangkat desa setempat dan perangkat organisasi yang menaungi saya, agar Murtini dapat dibantu dan diselamatkan” ungkap Trisani kepada awak Media Perdjoeangan Bogor.

Trisani hanya bisa berharap, ada orang-orang yang sudi membantu Murtini dan keluarganya. “Karena untuk urusan kemanusiaan, harus diatas segalanya” lanjut Trisani. (RDW)

Pos terkait