Ia mengenakan topi bertuliskan ‘Buruh Go Politik’. Pemberian seorang buruh yang hadir dalam pengambilan nomor urut dua pasangan Capres dan Cawapres di Kantor KPU, 1 Juni 2014 yang lalu. Senyumnya mengembang, menyambut sorak sorai ribuan orang yang datang memberikan dukungan kepadanya. Calon Wakil Presiden Hata Rasaja terlihat disebelah kanan. Sementara ARB berada disebelah kiri.
Sekilas, memang tidak ada yang istimewa. Banyak yang memakai topi itu. Biasa saja. Yang membuat kali ini berbeda, topi itu dipakai oleh seorang Calon Presiden Prabowo Subianto. Sehingga pesan yang disampaikan sangat jelas: buruh berada dibelakang Prabowo Subianto. Memberikan dukungan dan siap menenangkan orang yang telah menandatangani Sepultura (sepuluh tuntutan buruh dan rakyat) ini untuk menjadi Presiden Indonesia.
Hari itu, dalam pengambilan nomor urut, pasangan Prabowo – Hatta mendapat nomor satu. Sambil berdiri di atas mobil yang mengiringnya keluar dari Gedung KPU, Prabowo Subianto mengucapkan terima kasih.
“Terima kasih dukungan kalian. Luar biasa. Luar biasa buruh, terima kasih. Ini belum apa-apa. Kami menunggu kemenangan rakyat Indonesia.” Selain ucapan terima kasih itu, Prabowo juga menyatakan kesungguhannya dalam membangun dan berjuang untuk seluruh rakyat.
“Kita harus bangkit bersama untuk menyelamatkan bangsa” tandasnya.
Ucapan terima kasih yang secara khusus disampaikan Prabowo Subianto kepada buruh, menjadi pertanda kaum buruh tidak lagi dipandang sebelah mata. Ia menjadi penting bukan saja karena dukungan yang diberikannya. Tetapi juga karena kesungguhannya. Pada titik ini, saya sangat optimis jika pada saatnya nanti kaum buruh akan menjadi penentu arah Republik ini. Perjuangan go politics yang kita lakukan secara tidak langsung telah memberikan kepercayaan diri kaum buruh untuk berjuang diranah sosial-politik, tanpa harus meninggalkan perjuangan sosial-ekonominya.
Di berbagai daerah padat industri, dukungan kepada Prabowo – Hatta terus bermunculan. Ratusan hingga ribuan orang datang ketika pernyataan dukungan itu diberikan. Yang menarik, dukungan itu bukan atas dasar Prabowo Subianto sebagai individu. Dukungan itu dilandaskan pada cita-cita perjuangan. Sebagaimana kita tahu, hanya Prabowo yang bersedia menjalankan kontrak politik dengan buruh. Sebagaimana yang ia tegaskan dihadapan puluhan ribu buruh yang memadati Gelora Bung Karno pada saat May Day.
Ketika ribuan buruh hadir dan melakukan pawai dalam pengambilan nomor urut di Kantor KPU, saya melihat, mereka sedang mengawal Sepultura. Alih-alih menitipkan nasibnya ditangan Capres dan Cawapres, mereka mengambil tanggungjawab untuk turun ke jalan guna memastikan isu buruh tetap menjadi prioritas. Inilah makna yang sesungguhnya dari gerakan go politics kaum buruh: yakni meletakkan gerakan pada kekuatan massa. Bukan pada pribadi.
Mengapa harus Prabowo Subianto? Karena itulah dukungan yang benar. Buruh yang terorganisir ini mendukung Presiden atas dasar apa yang akan dilakukan. Bukan atas dasar kedekatan secara personal. Sepuluh tuntutan buruh dan rakyat, dimana Prabowo Subianto telah memberikan komitment untuk menjalankannya, adalah bukti bahwa ia memang layak untuk memimpin negeri ini. (*)