Berburu Enthung Jati, Tradisi Unik Warga Gunung Kidul

Gunungkidul, KPonline – Ada tradisi unik yang setiap tahun dilakukan oleh warga wilayah selatan, tepatnya Gunungkidul, Yogyakarta ketika musim penghujan tiba.

Warga Gunung Kidul memiliki tradisi unik yaitu berburu ulat jati atau biasa juga disebut dengan ‘enthung’ jati ketika memasuki musim hujan. Enthung jati bisa dikatakan menjadi berkah tersendiri bagi warga sekitar maupun setempat.

Kepompong ulat jati atau yang populer disebut warga dengan sebutan ‘enthung’ selalu muncul saat peralihan musim dari kemarau ke musim penghujan. Kemunculan kepompong ulat jati ini,  menjadi berkah tersendiri bagi sejumlah warga di tepian hutan Wanagama, Desa Banaran, Kecamatan Playen, Kabupaten Gunungkidul sebelum enthung bermetamorfosis menjadi kupu-kupu.

Informasi yang dihimpun Koran Perdjoeangan, dari seorang sahabat, Warno, yang tinggal di Playen Gunungkidul, dia bercerita begitu asyik melakoni tradisi unik ini. “Asyik juga melakoni tradisi unik mencari enthung jati, apalagi setelah mencicipi ternyata nikmat untuk dikonsumsi,” ungkap Warno.

Seperti yang terlihat di hutan jati Wanagama Playen, Gunungkidul sejumlah warga terlihat tengah memunguti enthung di bawah pepohonan jati. Biasanya enthung mereka pungut dari balik daun jati kering yang telah jatuh ke tanah. 

“Setelah terkumpul, kepompong berwarna coklat dengan warna mengkilat ini nantinya akan dijadikan bahan konsumsi sebagai lauk pauk dan jika lebih bisa dijual dipinggir jalan atau ke pasar dengan harga yang cukup tinggi,” kata Warno.

Saat dikonfirmasi koran Perdjoeangan berapa harga enthung ulat jati, dia mengatakan kalau sudah di meja rumah makan per porsi Rp. 40.000.

“Harga enthung jati kalau sudah jadi menu di rumah makan per porsi Rp 40.000, namun kalau di pasar masih mentah per kilo kisaran Rp.110.000/kilo ya harganya hampir setara daging sapi,” pungkasnya. (Yanto)