Semarang, KPonline – Buruh Jawa Tengah yang tergabung dalam Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT) pada hari ini, Rabu (13/11/2024) melakukan audensi dengan Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah di Gedung Berlian, Jl. Pahlawan, Semarang.
Diterima langsung oleh Yudi Indras Wiendarto, S.E, selaku Wakil Ketua Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah, audiensi ini sebagai tindak lanjut atas perjuangan upah minimum tahun 2025 pasca putusan MK No : 168/PUU-XXI/2023 JR Uji Materiil UU Cipta Kerja yang mengabulkan sebagian tuntutan dari klaster Ketenagakerjaan, termasuk di dalamnya mengenai aturan tentang Pengupahan.
Dalam kesempatan ini selain menyampaikan pernyataan sikapnya, beberapa dari perwakilan buruh juga menyampaikan uneg-unegnya terhadap permasalahan pengupahan yang ada di Jawa Tengah.
Yudi dalam keterangannya berjanji akan nenyampaikannya kepada Kemenaker, DPR RI dan Sekretaris Kepresidenan.
“Jadi beberapa hal tadi sudah disampaikan kawan-kawan buruh nantinya ini akan kita akan bersurat ke Kemenaker, Ketua DPR RI, dan Kesekretariatan kepresidenan bersama dengan amar putusan yang itu mengikat bersama dengan terjemahan dari kawan-kawan tadi sampaikan,” ucapnya.
Meskipun sedikit ada ketidakpuasan dari buruh, karena keinginan dari buruh menginginkan ada diskresi dari pemerintah daerah untuk menghadapi permasalahan pengupahan yang ada di Jawa Tengah, bersama audensi itu pula dari Aliansi Buruh Jawa Tengah menyerahkan pernyataan sikap aliansi ABJaT terhadap Putusan MK dan konsep pengupahan tahun 2025.
“Sebenarnya target kita adalah dari DPRD Provinsi bisa mendorong Pemerintah Provinsi dan Dewan Pengupahan Provinsi untuk melakukan survey kebutuhan hidup layak yang menurut kajian dari kami Dewan Pengupahan Provinsi unsur Serikat Pekerja/Serikat Buruh, kami anggap belum terpenuhi,” ucap Pratomo Hadinata selaku perwakilan dari FSPMI yang juga merupakan anggota Dewan Pengupahan Provinsi dari unsur Serikat Pekerja / Serikat Buruh.
Berikut pernyataan sikap dari Aliansi Buruh Jawa Tengah yang disampaikan kepada DPRD Provinsi Jawa Tengah :
1. Pemerintah harus Mematuhi Keputusan MK No. 168/PUU-XXI/2023 dan melaksanakan dengan sepenuhnya Amar Putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023;
2. Upah Minimum harus Mencapai Kebutuhan Hidup Layak dan tidak menggunakan PP 51 Tahun 2023;
3. Menolak Usulan Pemerintah yang disampaikan Menteri Tenaga Kerja tentang pengelompokan nilai indeks tertentu dalam dua kelompok yaitu :
a. Upah minimum padat karya yang nilai alpha/indek tertentunya, 0,2 – 0,5
b. Upah minimum padat modal yang nilai alpha/indek tertentunya, 0,2 – 0,8
4. Bahwa Kenaikan Upah Minimum Tahun 2025 hanya ada Satu Nilai Upah Minimum berlaku seluruh pekerja/buruh tanpa adanya pengelompokan;
5. Bahwa kenaikan Upah Minimum Tahun 2025, kami mengusulkan dengan mempertimbangkan Pertumbuhan Ekonomi, inflasi dan nilai indeks tertentu ( Alfa ) Minimal 1.0 Serta Prinsip Proporsionalitas untuk memenuhi kebutuhan hidup layak (KHL) bagi pekerja/buruh;
6. Tetapkan Upah Minimum Sektoral (UMSP/UMSK) yang nilainya Minimal 5% di atas upah minimum provinsi atau kabupaten/kota (UMP/UMK) mulai tahun 2025;
7. Struktur dan Skala Upah harus dituangkan dalam Surat Keputusan Gubernur tentang Penetapan Upah Minimum Provinsi (UMP) dan juga Penetapan Upah Minimum Kab/Kota (UMK), serta mewajibkan Pengusaha untuk menyusun Struktur dan Skala Upah di Perusahaan dengan memperhatikan kemampuan perusahaan dan produktivitas, serta golongan, jabatan, masa kerja, pendidikan dan kompetensi, sesuai amar putusan MK No. 168/PUU-XXI/2023;
8. Meminta kepada pemerintah memberikan keleluasaan kepada Gubernur, Bupati/Walikota untuk berkolaborasi dengan Dewan Pengupahan Daerah dalam Penetapan Upah Minimum. (sup)