Audensi Jamkeswatch Dengan Direktur BPJS Kesehatan Pusat

Jakarta, KPonline – DPN Jamkeswatch dan jajarannya melakukan audensi dengan direktur BPJS yang baru Prof. Ali Gufron dan jajaran staffnya di kantor BPJS pusat jalan Letjen Suprapto no.14 Cempaka Putih, Jakarta Pusat, senin siang (17/1).

Hadir dari DPN Jamkeswatch adalah Iswan Abdullah, Sabda Pranawa Jati, Muhammad Nur Fahrozi, Daryus, Aden, Hendi dan utusan DPD Jamkeswatch Banten, DKI Jakarta serta Jawa Barat.

Bacaan Lainnya

Rombongan DPN Jamkeswatch ini diterima oleh direktur BPJS yang baru prof Ali Gufron bersama jajaran staffnya. Dal kesempatan ini, DPN Jamkeswatch mempertanyakan perban no. 06 tahun 2018 tahun yang diganti atau berubah atau di revisi dengan perban no. 05 tahun 2020 yang implementasinya dan fakta lapangan tidak sesuai dengan regulasi yang terdapat di undang undang BPJS Kesehatan.

Disampaikan, bahwa peserta BPJS Kesehatan bagi pekerja yang sudah diputus PHK yang seharusnya masih ditanggung oleh pihak perusahaan selama 6 bulan kedepan akan tetapi fakta di lapangan nol. Begitu putus hubungan kerja dengan perusahaan maka diputus pula kepesertaan BPJS Kesehatannya, padahal putusan belum secara inkrah di pengadilan namun BPJS Kesehatan sudah memutuskan kepersertaan BPJS akibat premi.

DPN Jamkeswatch juga menyampaikan bahwa, Program JKN mendapat sorotan terkait banyaknya Orang miskin yang dikeluarkan dari Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI) dari Pemerintah hal ini ditengarai awal dari kebijakan Pemerintah Pusat c.q Kementrian Sosial yang menerbitkan Kepmensos 92/2021 yang mengeluarkan sekitar 9 juta Peserta PBI dari BPJS Kesehatan.

Akibatnya jumlah PBI yang awalnya berjumlah 96,1 juta jiwa, dari kuota PBI yang dibiayai APBN sebanyak 96,8 juta jiwa sebagaimana diatur dalam Kepmensos No. 1 Tahun 2021 akan berkurang menjadi 87.053.683 orang.
Kebijakan Kemensos RI ini berpotensi membahayakan keselamatan jiwa khususnya masyarakat miskin.

Pasca pengurangan kuota PBI tersebut Forum Peserta Jaminan Sosial mendapat banyak keluhan dari masyarakat antara lain :

1. Orang miskin Peserta PBI yang sedang menjalani rawat jalan lalu saat kembali kontrol tiba tiba kartu KIS nonaktif dan ditolak oleh RS.

2. Kepesertaan PBI aktif dalam satu KK berkurang jumlahnya, sebagian anggota keluarga mendadak nonaktif padahal tidak pernah ada perubahan data.

3. Tidak ada pemberitahuan maupun sosialisasi pada peserta yang dinonaktifkan sehingga saat mengakses layanan kesehatan mengalami kendala dan ujungnya bayar sendiri sebagai pasien umum, hal ini sangat membebani rakyat miskin ditengah ekonomi yang makin sulit sekarang ini.

4. Warga tidak mampu terpaksa harus menanggung biaya besar agar bisa pulang dari Rumah sakit, namun sebagian meninggal dunia tanpa kehadiran negara saat warga miskin membutuhkan perlindungan kesehatan.

5. Sedangkan fakta lain menunjukkan banyak orang mampu masih memegang kartu KIS PBI Aktif, satu orang punya data ganda Peserta PPU dengan PBI, orang meninggal masih punya kartu KIS PBI dan lain lain.

6.Kasus Badan usaha yang menunggak, diharapkan pekerja tetap bisa mengalihkan Kepesertaan dari PPU ke mandiri tanpa harus ada menunggu badan usaha melunasi tunggakan karna jangan sampai merugikan individu
karena sudah di atur atau ada di dalam perpres 82 tahun 2018 pasal 20.

Kewajiban membayar tunggakan atau premi badan usaha atau perusahan merupakan tanggung jawab badan usaha jadi bukan si pekerja yang selalu di rugikan .

Fakta ini menunjukkan bahwa cleansing data Kementerian Sosial tidak sejalan dengan PP No. 76 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2012 Tentang Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.

Hal ini menunjukkan Pemerintah belum sepenuhnya melindungi orang miskin.

DPN Jamkeswatch menempatkan diri sebagai mitra BPJS kesehatan untuk meminta sama sama mencari solusi karena undang undang DJSN lahir akibat gerakan buruh yang mendorong disahkannya sebagai undang undang di era kepemimpinan SBY dan menjadi tanggung jawab moral atas lahirnya undang undang DJSN .

Perlu diskusi khusus untuk mendiskusikan temuan fakta lapangan dari semua elemen baik Jamkeswatch dan lainnya dan BPJS Kesehatan pusat akan segera diperbaiki baik dinas sosial, Pandawa dan via WhatsApp (WA) karena kalau untuk via telepon akan menyerap pengeluaran yang lebih banyak tandas Ali Gufron Dirut BPJS Kesehatan.

(Omp).

Pos terkait