Apakah Karena Saya Aktivis Buruh?

Siang itu semua staf “quality department” dikumpulkan dalam ruangan meeting di samping ruangan “General Manager”. Masing-masing menduga-duga ada apakah gerangan yang akan terjadi? Apakah yang akan di informasikan oleh GM? Dan sebagian juga ada yang tenang-tenang saja seolah tidak akan terjadi apa-apa pada dirinya.

“Selamat pagi semuanya, adakah kalian sehat-sehat saja? Sudah tahukah kenapa saya mengundang rekan-rekan semua ke ruangan ini?”

Bacaan Lainnya

Begitulah sang GM membuka meeting di siang itu dengan bahasa Indonesia yang cukup lancar untuk seorang “expatriat”. Beliau aslinya orang India yang berwarganegara Malaysia. Sebut saja namanya Takur.

Takur melanjutkan apa inti yang akan disampaikan dalam meeting tersebut. Ternyata akan ada perpindahan karyawan dari department quality ke department production sebanyak tiga orang. Orang-orang tersebut adalah orang yang mendapatkan nilai satu pada apraisal tahun ini. Dan Pak Takur berdalih bahwa maksud dan tujuan ditransfernya orang-orang tersebut agar bisa membantu “production department” menjadi lebih baik dengan ilmu quality yang dimilikinya.

Meetingpun siang itu usai. Dan kembali kemeja masing-masing. Saya perhatikan sebagian besar wajah orang-orang tenang-tenang saja. Dan sayalah salah satunya yang menebak “apakah orang itu salah satunya saya?”

Lalu pas pulang kerja saya berpapasan dengan sekretaris PUK yang kebetulan juga satu department dengan saya. Saya bertanya ke dia kira-kira siapa orang yang akan ditransfer. Tapi dia menjawab belum tau. Tidak lama lewat salah satu pengurus yang juga orang QA.

“Pak Tovan tau siapa orang yang akan di transfer itu?”
“Ya, saya tau karna sebelumnya saya ada di meeting itu ketika diputuskan nama orang yang akan dipindah. Dan saya juga sempat mengingatkan bahayanya mentransfer orang tersebut karna termasuk key person juga di QA” Tovan menjelaskan.

“Apakah orang itu salah satunya saya?” saya lanjut bertanya.
“Ya, dan juga Pak Band” tegas Tovan.

Saya lihat Pak Band sedikit kaget. Beda dengan saya yang sudah menduga sebelumnya. Saya tidak kaget. Tapi saya merasakan sedih saat itu. Manusiawi.

Beberapa hari sebelum itu saya dipanggil HRD terkait tentang laporan atasan saya tentang pekerjaan saya. Ternyata dilaporan itu tidak ada bagusnya saya. Masalah sikap kepada atasan saya akui saya memang tidak bagus dan sedang saya coba perbaiki. Karna menurut saya dia tipe bos yang tidak pantas dihargai. Orangnya aneh, hanya mementingkan diri sendiri. Kurang bijaksana sebagai atasan.

Lalu saya menjelaskan juga kepada HRD satu persatu apa yang saya rasakan dan alasan-alasan dari semua tuduhan itu dan juga menjelaskan bahwa semua tidak seperti yang dituduhkan.

Tapi HRD sepertinya kurang berpihak ke saya. Malah lanjut maparkan tentang Medical Leave saya yang begitu banyak. Dalam satu tahun hampir satu bulan totalnya. Saya mencoba menjelaskan tentang sakit yang saya derita. Saya jelaskan juga kalau saya tetap mengerjakan pekerjaan dari rumah walaupun cuti sakit.

Tapi sepertinya sudah tidak ada lagi celah untuk saya dipandang baik. Sekarang yang bisa saya lakukan hanyalah menerima apapun keputusan management perusahaan. Saya akui saya memang tidak bisa bersikap baik kepada atasan langsung saya waktu itu. Bukan karna saya tidak belajar etika, tapi karna sikap dia sendiri yang membuat bawahanya kurang ajar.

Akhirnya tiba juga saatnya saya dipanggil oleh atasan saya untuk menyampaikan dengan resmi bahwa saya di transfer. Dan dia bilang dia tidak ada pilihan. Itu permintaan GM. Saya hanya tersenyum kecut.

“Terimakasih telah membuangku. Semoga keputusan ini sudah kamu pertimbangkan dengan matang apa dampak kedepanya. Dan jangan pengecut jadi orang untuk mengakui bahwa memang kamulah yang menginginkan semua ini”. Lalu saya keluar sambil banting pintu.

Seminggu saya merasakan kekecewaan yang mendalam. Perasaan saya bercampur aduk. Ada rasa marah, sakit hati, kecewa, sedih dan malu. Belum lagi orang-orang membicarakan kami yang dipindah dengan berbagai praduga mereka tentang alasan kami dipindah. Ada yang senang melihat saya dipindah, ada yang merasa sedih dan ada yang biasa-biasa saja. Nggak ngaruh sama mereka ada atau tidaknya saya di department itu.

Setelah larut dalam kesedihan hampir satu minggu, saya bangkit. Saya tegakan kepala saya. Saya ucapkan dalam hati saya akan buktikan kepada mereka bahwa saya tidak seperti yang mereka kira. Tidak bisa bekerja. Saya bisa bekerja. Saya akan buktikan. Motto saya dalam bekerja adalah “Jika itu mutiara, maka kemanapun ia dilempar akan tetap berkilau, bahkan kedalam lumpur sekalipun”.

Pada hari itu saya cari calon bos saya di bagian produksi. Namanya Pak Badu (Nama samaran). Saya tanyakan kapan saya mulai bekerja di produksi. Dan beliau menjawab semakin cepat semakin baik. Lalu dia suruh saya untuk menyelesaikan semua pekerjaan saya di QA.

Hari itu juga saya meeting dengan rekan kerja saya dan satu orang teknisi saya. Tak lupa saya undang mamager saya yang nyebelin itu. Hari itu dia telat datang ke ruang meeting, jadi saya lanjut dengan rekan kerja. Saya bagi pekerjaan yang saya pegang. Saya ajarkan semuanya. Saya beritahu semua informasi, link, cara, dalam melakukan pekerjaan sebagai Supplier Quality Engineer.

Lengkap sudah semua saya sampaikan mulai dari hal kecil hingga hal besar. Lalu, datanglah si bos yang ngeselin kedalam ruangan dan bicara “Silahkan kamu hand over pekerjaan kamu semua dan ajarkan mereka cara mengerjakanya”.

“Sudah selesai sebelum Bapak Suruh” jawab saya tegas.
“Oh, thanks. Good” jawabnya agak kaget.

“Saya minta maaf, semua bukan keinginan saya. Sungguh saya merasakan kesedihan kamu. Tapi kamu harus terima ini keputusan management” lanjut sang bos menjelaskan yang makin bikin saya mau muntah mendengar omonganya.

“Pertama, saya mau sampaikan tidak perlu kamu minta maaf. Saya punya Allah dan kamu punya Tuhan. Kebenaran akan dilihat olehNya. Jika saya salah, maka saya akan menerima hukumanya. Dan jika kamu yang salah, maka karma itu ada dan pasti berlaku. Hanya masalah waktu. Nilai 1 saya sampai hari ini kamu belum bisa jawab dengan alasan yang tepat. Dan saya akan ingat itu. Kedua, tolong setelah hari ini jangan ganggu saya dengan pekerjaan ini lagi setelah saya di production. Pastikan kamu dan team bisa handle semuanya. Karna setelah ini kamu bukan bos saya lagi. Ingat itu, dan terimakasih.” saya menutup pembicaraan itu sambil meninggalkan ruangan meeting.

Setelah itu saya langsung mencari bos yang baru dan bilang urusan saya sudah kelar dan siap bekerja di team production. Entah kenapa saya merasa justru bersemangat. Beda dengan dua orang yang lain yang masih menunggu perintah dari atasan barunya. Saya justru menjemput bola. Disaat rekan saya masih belum jelas mengerjakan apa saya malah sudah sibuk dengam pekerjaan baru.

Semangat saya memggebu-gebu. Semangat untuk membuktikan bahwa saya bukan sampah yang suka-suka mereka buang. Entah begitu tidak sukanya management dengan aktivis buruh atau alasan apa. Saya tidak tau. Tapi yang terdampak memang aktivis yang dibilang aktif di kepengurusan serikat. Tapi tidak ada bukti yang kuat untuk membuktikan itu semua.

Sekarang saya hanya ingin memberikan yang terbaik. Membuktikan prinsip saya adalah benar. Ditempat baru saya akan melakukan sesuatu. Tapi saya tidak akan mundur dari organisasi yang sudah saya cintai. Saya akan buktikan, saya akan bisa menjalankan keduanya dengan baik.

Sudah tiga bulan saya mengerjakan pekerjaan baru yang saya tidak punya pengalaman sedikitpun di sana. Saya belajar dari nol. Dan sekarang saya sudah mulai terbiasa. Saya sudah mulai melakukan perubahan-perubahan yang memang sepatutnya dirubah. Saya mulai merubah mindset team kerja dengan motto ” Quality first” yang berbalik dengan prinsip production “Quantity first”. Bagi saya, ketika quality dapat maka quantity akan mengikuti.

Tidak gampang melakukan itu semua. Apalagi saya seorang perempuan. Saya berhadapan dengan pekerja lelaki yang kadang mereka kasar, berteriak, seperti tidak terima dengan perubahan yang saya lakukan. Tapi, alhamdulillah semua telah berlalu dan sekarang mereka justru menjadi sahabat saya dan tanpa diminta sudah melakukan apa yang harus dilakukan.

Apakah saya bangga? Seharusnya begitu. Tapi tidak. Saya tidak tau ada apa dengan hati saya. Sudah tidak berambisi lagi dengan pujian, dengan sanjungan, apalagi promosi jabatan yang tidak jelas. Yang belum tentu menambah gaji tapi pasti menambah pekerjaan dan tanggung jawab. Tapi satu yang terus saya pegang, saya akan bekerja sebaik munkin, terus melakukan yang terbaik walau tidak ada seorangpun yang melihat. Karna saya yakin Allah yang maha melihat segalanya.

Ada bagian kisah yang sangat saya suka. Mungkin juga setan sedang bersama saya saat itu. Disaat bos yang lama seperti mengemis minta tolong melakukan pekerjaan yang memang hanya saya yang bisa melakukan itu dari dulu selama saya menjadi SQE.

Beruntung saat itu malaikat baik juga mengingatkanku untuk membantu. Tapi, dengan tegas saya peringatkan bos tersebut di email bahwa quarter ini terakhir saya mengerjakanya. Dan dia tidak menanggapi email tersebut. Hanya menjawab singkat “Thanks”.

Quarter ini seperti orang amnesia dia kirim pesan lewat jabber outlook untuk meminta saya training ulang anak buah dia dan membantu memberikan penilaian supplier untuk Global. Saya abaikan jabber dia. Lalu esok harinya dia kirim email sambil di cc bos saya yang baru minta tolong saya mengerjakan pekerjaan tersebut.

Saya balas email tersebut dengan sedikit berkata tegas bahwa saya juga sibuk dengan pekerjaan baru saya. Saya lampirkan email terakhir saya kedia yang mengatakan itu terakhir kali saya bantu dia. Dan beruntung juga bos saya di production menimpali email saya dengan pesan singkat, padat dan tegas.

“She is now production, please don’t disturb her”

Itulah sepenggal kisah saya setelah 5 tahun mengabdi disebuah perusahaan Elekronik yang cukup besar di Kota Batam dan 1.5 tahun aktif di organisasi serikat pekerja yang bernama FSPMI. Sedikitpun saya tidak akan mundur. Tapi saya juga akan bertanggung jawab untuk keduanya, pekerjaan dan organisasi.

___
Seperti di ceritakan oleh YE*

*Aktifis buruh perempuan

Pos terkait