Aksi Upah, FSPMI DKI Minta Plt Gubernur Heru Budi Perhatikan 5 Tuntutan Ini

Jakarta, KPonline – Buruh FSPMI dan berbagai afiliasi KSPI lainnya melakukan konvoi massa dengan kendaraan bermotor menuju kantor gubernur DKI Jakarta untuk melakukan aksi unjuk rasa terkait kenaikan upah minimum tahun 2023. Sepanjang perjalanan, para orator melakukan orasi sebagai bentuk sosialisasi kepada masyarakat Jakarta pada siang hari ini (10/11).

Mereka menyampaikan apa yang menjadi tuntutan dan alasan buruh saat ini, yaitu kenaikan upah minimum tahun 2023 berdasarkan inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebesar 13 persen. Tak hanya itu, ia juga menyampaikan pesan untuk Plt Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi, agar jangan main main dengan kesejahteraan buruh Jakarta.

Dalam orasinya di depan balaikota, Ketua Perda KSPI dengan tegas mengingatkan kepada Plt Gubernur DKI, Heru Budi agar tidak main main dengan keputusan dalam penetapan Kenaikan Upah minimum provinsi DKI Jakarta tahun 2023. Lihat kondisi di lapangan, pelajari apa yang terjadi dengan kaum buruh Jakarta. Apa yang terjadi 5 tahun terakhir (bersama Gubernur Anies Baswedan) harus bisa menjadi acuan dalam penetapan kenaikan Upah Minimum tahun depan.” tambahnya.

Jakarta adalah barometer penetapan upah minimum bagi daerah penyangga.

“Jangan lempar opini yang menyesatkan, kita dengar ada opini kesejahteraan buruh akan dihapus seperti KPJ dan lain lain. Jangan main main dengan kesejahteraan yang menjadi hak kami di Jakarta, kami juga membayar pajak.” tegasnya.

Winarso juga menyampaikan bahwa pihaknya meminta kenaikan Upah Minimum Provinsi DKI Jakarta di tahun depan, sebesar 13%. Hal ini berdasarkan kondisi inflasi dan pertumbuhan ekonomi nasional.

“Hari ini kami kembali turun ke jalan, melakukan aksi unjuk rasa di kantor gubernur DKI. Kami menolak PP 36/2021 yang merupakan aturan turunan dari omnibus law yang dinyatakan MK (Mahkamah Konstitusi) cacat formil. Oleh karena, kenaikan UMP harus menggunakan PP 78,” kata Winarso, Selasa (10/11).

Menurutnya, akibat kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), daya beli buruh turun 30%. Apalagi, tiga barang dan jasa yang paling banyak dikonsumsi buruh harganya melonjak, yakni makanan dan minuman, transportasi, serta tempat tinggal.

“Inflasi Januari -Desember diperkirakan sebesar 6,5%, ditambah pertumbuhan ekonomi, berdasarkan prediksi Litbang Partai Buruh adalah 4,9%. Jika dijumlah, nilainya 11,4%. Kami tambahkan alfa untuk daya beli sebesar 1,6%, sehingga kenaikan upah yang kami minta 13% tahun depan,” tegas Winarso lagi.

Sementara terkait tuntutan dalam aksi unjuk rasa nanti, Winarso menyampaikan setidaknya ada 4 tuntutan yang akan disuarakan;

1. Tolak PP. 36 tahun 2021 sebagai acuan Kenaikan Upah 2023,

2. Dasar penetapan Kenaikan Upah tahun 2023 harus mengacu pada inflasi dan pertumbuhan ekonomi,

3. Naikkan Upah Minimum tahun 2023 sebesar 13%,

4. Tolak Omnibus Law,

5. Tolak PHK dengan ancama Resesi Global.

Winarso juga menegaskan, upah adalah urat nadi kaum buruh, oleh karenanya 10 November 2022 harus menjadi hari perlawanan bagi kaum buruh di Jakarta khususnya. Rezim upah murah jangan sampai diberi ruang untuk terus mendegradasi kesejahteraan kaum buruh. Kenaikan Upah minimum tahun 2023 sebesar 13 persen adalah harga mati yang harus diperjuangkan bersama, pungkasnya.

Sementara sekretaris DPW FSPMI DKI, Samsuri dalam orasinya menyatakan apa yang digaungkan pemerintah terkait kenaikan upah minimum ajan mengacu PP. 36 tahun 2021 dimana PP tersebut adalah turunan dari Omnibus Law UUCK telah dinyatakan Inskonstitusional, Oleh karenanya PP.36 tidak boleh digunakan sebagai dasar dalam penetapan upah.

“Kita mengacu Inflasi dan pertumbuhan ekonomi, maka sangat realistis jika pemprov DKI menaikkan upah minimum sebesar 13 persen. Kita akan aksi berjilid jilid sampai dengan tanggal 21 November yaitu batas penetapan upah minimum.” tegasnya lagi.

(Jim).