80 Tahun Hari Listrik Nasional Bagi Pekerja Outsourcing PLN Hingga Dampak Sosialnya

80 Tahun Hari Listrik Nasional Bagi Pekerja Outsourcing PLN Hingga Dampak Sosialnya

Bekasi, KPonline – Masa Peringatan Hari Listrik Nasional membersamai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia yaitu 80 Tahun. Namun Usia delapan dekade tersebut hanya sebuah angka tanpa makna bagi pekerja outsourcing di PLN.

Nasib pekerja outsourcing di PLN saat ini masih jauh dari sejahtera bahkan terus mengalami kecelakaan kerja hingga tewas tak terhitung jumlahnya. Praktik outsourcing ini menjadi “jalan pintas” bagi PLN untuk menekan biaya operasional yang konsekuensinya pekerja terjebak dalam situasi kerja tanpa kepastian dan kesejahteraan yang layak.

Ironisnya berawal dari sejarah momentum nasionalisasi perusahaan-perusahaan listrik dan gas yang semula dikuasai oleh penjajah Jepang yang direbut oleh para pemuda dan buruh listrik. Perusahaan-perusahaan tersebut kemudian diserahkan kepada Pemerintah Republik Indonesia yang selanjutnya melalui Penetapan Pemerintah No. 1 tanggal 27 Oktober 1945 dibentuklah Jawatan Listrik dan Gas yang sehingga setiap tanggal 27 Oktober diperingati sebagai Hari Listrik Nasional.

Masalah sistem yang juga disebut alih daya ini banyak terjadi penyimpangan sejak rekrutmen calon pekerja hingga berakhirnya masa hubungan kerja alias PHK. Praktek pungli pada penerimaan calon pekerja hingga pengaruh ‘orang dalam’ merupakan rahasia umum yang terjadi di lingkungan perusahaan plat merah alias milik BUMN ini.

Banyak keluhan dari para pekerja outsourcing karena kehilangan hak-hak normatifnya seperti upah lembur, tidak boleh cuti hingga tidak disetorkan iuran jaminan sosialnya (BPJS). Yang aneh harus mencarikan penggantinya jika si pekerja izin tidak masuk kerja dikarenakan sakit sedangkan hak untuk memeriksakan kesehatan secara rutin tidak terpenuhi.

Di sini lain target kerja semakin tinggi namun tidak disertai kecukupan personel serta alat kerja yang mendukung namun dalam sistem pelaporan tidak boleh cacat. Sehingga tidak jarang rekayasa laporan yang dibuat di sistem status pekerjaan sudah selesai padahal petugas belum ada yang sampai di lokasi.

Hak mendasar pekerja outsourcing PLN yang memiliki potensi kecelakaan kerja sangat fatal seperti pendidikan atau pelatihan keselamatan kerja sangat minim. Yang tampak di permukaan hanya perubahan penampilan yang dulu memakai seragam asal tanpa APD lengkap kini menggunakan lengan panjang dan mulai dilengkapi rompi, helm dan sepatu safety serta sarung tangan hingga body harness. Akhirnya kecelakaan kerja terus terjadi karena pelatihan K3 terkesan hanya formalitas untuk menggugurkan kewajiban.

Bersamaan itu semua bermudah-mudahan PHK selalu membayangi pekerja outsourcing di PLN. Atau ancaman dimutasi ke daerah yang jauh dari keluarganya sehingga pilihannya adalah mengundurkan diri jika dianggap melawan perusahaan walau sekedar meminta hak normatif yang sudah ada ketentuannya dalam undang-undang ketenagakerjaan dan peraturan lainnya.

Pada akhirnya tidak sedikit yang terkena PHK mengalami kesulitan mendapatkan hak-hak pengakhiran yang sesuai bahkan hilang sama sekali. Contoh umumnya pada masa pergantian vendor yang habis kontraknya dengan PLN seringkali meninggalkan masalah terhadap pekerjanya yang kesulitan memperoleh pesangon dari vendor sebelumnya.

Karena PLN adalah bidang pekerjaan pelayanan publik tentu saja segala perlakuan perusahaan akan berdampak baik langsung ataupun tidak langsung kepada masyarakat umum. Sebagaimana yang telah disampaikan di atas yang diawali rekrutmen hingga tidak adanya pelatihan menjadikan pekerja yang melakukan pekerjaan membenarkan kebiasaan bukannya membiasakan yang benar.

Maka dengan demikian tidak bisa dipisahkan dengan kondisi jaringan PLN yang saat ini banyak timbul bencana di mana-mana. Kabel-kabel hingga gardu listrik terbakar hingga merembet menjadi kebakaran ke rumah-rumah warga.

Selain kerugian harta banyak pula masyarakat yang sampai kehilangan nyawanya yang tidak terhitung banyaknya termasuk anak-anak kecil. Yang terbaru adalah anak kecil usia 2 tahun harus tewas mengenaskan di gardu listrik yang terbuka di pekarangan rumahnya sendiri. (Deddy Chandra)