5 Ciri Pekerja/Buruh yang Wajib Kamu Tahu Agar Bermartabat di Tempat Kerja

Jakarta, KPonline – Sebutan pekerja/buruh sering diucapkan. Tetapi jarang yang mengetahui, di dalamnya mengandung pengertian besar bagi peradaban.

Pengertian pekerja/buruh dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah, setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Berdasarkan pengertian tersebut, setidaknya ada 5 ciri pekerja/buruh yang harus kamu ketahui. Ini penting. Setidaknya dengan memahami apa dan siapa sesungguhnya kaum buruh, akan menjadi modal dasar bagi kamu untuk menjadi pekerja yang bermartabat.

Pertama, Orang yang Bekerja.

Namanya juga buruh, maka dia pasti lah orang yang bekerja. Definisi bahwa buruh adalahnorang yang bekerja, sudah menandakan bahwa buruh merupakan sosok yang bermartabat. Mereka bukan pengangguran. Bukan peminta-minta.

Kamu tahu, hanya kerja yang bisa mengubah dunia. Dalam hal ini, para pekerja sesungguhnya memberikan kontribusi yang teramat besar bagi kemajuan dunia.

Gedung-gedung yang menjulang tinggi, jalan-jalan mulus beraspal, bahkan pakaian yang kamu kenakan, semuanya tidak lepas dari hasil karya para buruh.

Karena itu, suka sedih kalau mendengar ada yang melecehkan kaum buruh. Mereka tidak tahu berterima kasih.

Kedua, Bekerja Pada Pemberi Kerja

Ciri kedua dari pekerja/buruh adalah, dia bekerja pada pemberi kerja. Bukan bekerja untuk dirinya sendiri.

Pemberi kerja bisa bermacam-macam. Ada orang perseorangan, pengusaha, badan hukum, atau badan-badan
lainnya yang mempekerjakan tenaga kerja dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk lain.

Nah, di sini hubungan mulai rumit. Bayangkan saja, buruh yang bekerja membanting tulang setiap hari, bahkan dibela-belain lembur dan kerja sepanjang malam, begitu menghasilkan produk dn kemudian produk tersebut dijual, maka keuntungannya bukan untuk buruh. Tetapi masuk ke kantong si pemberi kerja.

Kata anak muda zaman now, sakitnya tuh di sini.

Ketiga, Menerima Upah

Sebagai imbalan atas pekerjaan yang dilakukan, buruh menerima upah. Tak peduli seberapa besar produksi yang dia hasilkan, seberapa besar keuntungan yang didapat perusahaan, tetap saja dibayar sesuai dengan upah yang sudah diperjanjikan.

Beberapa pemberi kerja ada yang memberi bonus atau tunjangan lebih. Tetapi lebih banyak yang tak mau ngasih.

Ada juga pemberi kerja yang tak mau mengerti. Mereka masih tega memotong upah buruh jika tidak masuk bekerja dan melakukan kesalahan. Bahkan ketika tidak masuk kerja dengan alasan yang diperbolehkan Undang-Undang, misalnya sakit.

Coba-coba kamu minta naik gaji atau tunjangan, maka kamu akan segera diultimatum: “Kalau sudah bosan dan nggak mau di gaji segini, sekarang juga angkat kaki dari perusahaan ini!”

Perlu diketahui, menurut Undang-Undang Ketenagakerjaan, upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang-undangan, termasuk tunjangan.

Karena ciri pekerja/buruh adalah mendapatkan upah, maka sangat wajar jika buruh menuntut agar pemberi kerja membayarkan upahnya secara layak.

Ini semata-mata prinsip keadilan. Toh perusahaan bisa maju dan mencatay laba bermilyar-milyar, karena kontribusi dari para pekerjanya. Wajar jika buruh mendapatkan imbalan yang memadai.

Keempat, Mendapat Perintah

Namanya juga bekerja di tempat pemberi kerja, maka tak bisa lepas dari adanya perintah dari majikan terhadap buruh.

Namun demikian, tidak berarti pemberi kerja bisa seenaknya memerintah buruh. Meskipun tak jarang buruh dieksploitasi, dipekerjakan dengan sewenang-wenang selayaknya budak yang sudah dibeli.

Oleh karena itulah, penting bagi buruh untuk bersatu dan membentuk serikat pekerja. Dengan persatuan yang kuat, saling tolong menolong sesama buruh, maka kita bisa menciptakan tempat kerja yang lebih manusiawi.

Kelima, Memiliki Hubungan Kerja

Hubungan kerja adalah hubungan antara pengusaha dengan pekerja/buruh berdasarkan perjanjian kerja, yang mempunyai unsur pekerjaan, upah, dan perintah.

Hubungan kerja tidak harus tertulis. Adakalanya dilakukan dengan lisan.

Jika kita telaah, sebenarnya perjanjian kerja adalah kunci. Dan satu hal yang harus dipahami, prinsip perjanjian adalah kesetaraan. Kedua belah pihak, baik pekerja/buruh dan pemberi kerja, berdiri sama tinggi.

Buruh juga berhak mengatakan tidak untuk melakukan sesuatu di luar yang diperjanjikan. Yang tidak ia inginkan.

Jadi jangan merasa rendah diri. Sebagai buruh, sebagai manusia, kita adalah insan yang bermartabat sejak lahir ke dunia.