Pekerja, Karyawan adalah Buruh

Jakarta, KPonline – Dalam kehidupan sehari-hari sebagian masyarakat masih rancu dalam menterjemahkan apa yang dimaksud pekerja, karyawan dan buruh. Sebagian ada yang menganggap dirinya adalah karyawan tapi bukan buruh. Sebagian lagi mengatakan buruh adalah strata terendah dalam kasta ketenagakerjaan. Benarkah demikian?

Berdasarkan Undang-Undang Ketenaga Kerjaan (UU No. 13 tahun 2003) buruh adalah seorang yang bekerja dan mendapat upah dari pemberi kerja. Artinya siapapun yang bekerja dan mendapat upah dari pemberi kerja bisa disebut sebagai buruh.

Berdasarkan penjelasan diatas, kata buruh memiliki beberapa sinonim (persamaan), di antaranya pekerja, karyawan dan pegawai. Meski demikian, di Indonesia, kata “buruh” memiliki konotasi yang berbeda dengan kata “pekerja”, dan “karyawan”. “Buruh” memiliki arti sebagai pekerja rendahan, hina, kasaran dan sebagainya. Sementara untuk sebutan lainnya mempunyai ‘kasta’ yang lebih tinggi.

Tidak aneh jika dalam kurun waktu beberapa kurun waktu terakhir, sering ditemui orang-orang yang berdasarkan definisi diatas adalah buruh tapi menolak disebut buruh dan menyebut dirinya adalah karyawan atau pekerja. Umumnya hal ini terjadi bagi mereka yang bekerja disebuah perusahaan bonafid dengan penghasilan diatas rata-rata.

Di era Soekarno, penyebutan buruh bagi seorang pekerja adalah hal yang lazim dan diera tersebut tidak dikenal sebuatan karyawan. Bahkan Prolamator Republik Indonesia saat itu dengan tegas mengatakan “Buruh adalah soko guru pembangunan bangsa”.

Namun sejak era Soeharto hingga era pemerintahan Jokowi saat ini ungkapan diatas coba dinafikan. Misalnya diera Soeharto mulailah muncul konotasi berbeda dalam penyebutan buruh, karyawan dan pekerja.

Dengan penjelasan diatas, Editorial KP berharap hal ini harus segera diakhiri karena berpotensi melemahkan gerakan buruh secara keseluruhan. Karena jika sebagian tenaga kerja menyebut dirinya buruh, sedangkan yang lain menyebut dirinya karyawan atau pekerja, maka sulit bagi buruh dalam memperjuangkan kesejahteraanya.

Karena Editorial KP menduga kondisi ini terjadi bukan tanpa maksud. Karena dengan munculnya konotasi berbeda dalam menyebut buruh, pekerja dan karyawan secara langsung maupun tidak langsung akan menimbulkan perpecahan dikalangan masyarakat Indonesia yang berprofesi sebagai buruh.

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *