Ini Sindiran Menteri Jonan Soal Freeport yang Ancam Akan PHK Karyawan

Jakarta, KPonline – Menteri Energi dan Sumber Daya Manusia (ESDM), Ignasius Jonan, melempar sindiran untuk Chief Executive Officer dan President Freeport-McMoRan Inc, Richard C Adkerson yang mengancam akan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap pekerjanya, baik pekerja lokal maupun asing di PT Freeport Indonesia.

Pengurangan karyawan itu sebagai buntut tidak bisanya Freeport Indonesia mengekspor dan memurnikan konsentrat karena terganjal persoalan regulasi terkait perubahan status dari Kontrak Karya (KK) menjadi Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Jonan mengatakan, Kementerian ESDM belum menerima laporan Freeport Indonesia akan mem-PHK karyawannya di Papua.

Baca juga: Ini Kata Luhut Binsar Panjaitan Menanggapi Sikap Freeport yang Membandel

“Belum ada (laporan),” tegas dia usai pertemuan dengan pimpinan DPR di Gedung Nusantara III, Komplek DPR, Jakarta, Senin (20/2/2017).

Terkait ancaman Freeport Indonesia mengurangi karyawan, Jonan mengeluarkan pernyataan dengan nada sindiran untuk perusahaan tambang raksasa asal Amerika Serikat (AS) itu.

“Perusahaan yang baik akan menganggap pegawai adalah aset paling penting. Layoff tidak digunakan untuk keputusan pertama, tapi layoff harus keputusan terakhir,” ujarnya.

Freeport Ancam Akan PHK Karyawan Mulai Pekan Depan

Dikutip dari liputan6.com, Senin (20/2/2017), PT Freeport Indonesia akan melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) pegawainya pekan depan. Hal tersebut sebagai langkah efisiensi untuk mengurangi pengeluaran perusahaan karena tidak bisa mengekspor mineral olahan (konsetrat).

Chief Executive Officer dan President Freeport-McMoRan Inc, Richard C. Adkerson, mengatakan ‎setelah tidak bisa melakukan ekspor konsentrat dan memurnikan konsentratnya, perusahaan tambang asal Amerika Serikat (AS) tersebut melakukan efisiensi. Ini agar kinerja keuangan perusahaan tetap normal.

Baca juga: Komisi VII DPR RI Minta Keistimewaan Freeport Diakhiri

‎”Kami lakukan sedikit kegiatan tambang untuk melindungi operasi. Kami melakukan kegiatan menjaga lingungan di sekitar tambang dan menstok pembayaran pelaksanaan kapital,‎” kata Adkerson di Jakarta, Senin (20/2/2017).

Adkerson mengungkapkan, langkah efsiensi berupa mengurangi keiatan operasi tersebut akan berujung pada PHK pekerja kontrak, yang akan dilakukan pada pekan depan. PHK karyawan tidak hanya dilakukan pada pekerja nasional, tetapi juga ekspatriat. Sebab, Freeport tidak ingin ‎terkesan memihak pekerja asing.

“Pengurangan karyawan, kira-kira di bawah 10 persen, di bawah ekspatriat kita yang bekerja. Jadi untuk menunjukkan bahwa kita tidak ada perbedaan dengan karyawan nasional. Ekspatriat kita bagian kecil dari karyawan nasional. Sekitar 98 persen nasional, termasuk cukup besar dari Papua,” ucap Adkerson.

Baca juga: Pemerintah Tak Gentar dengan Tekanan Freeport

Adkerson menuturkan, saat ini ada 32 ribu pekerja di Freeport Indonesia yang terdiri atas 12 ribu pekerja tetap dan sisanya adalah kontrak.‎ Dia menegaskan, hal ini terpaksa dilakukan dan bukan aksi Freeport untuk menekan pemerintah.

“Saya sangat sedih menghadapi kenyataan. Ini adalah bukan untuk bernegosiasi dengan pemerintah, tapi kami harus mengurangi biaya supaya dapat beroperasi secara finansial,” tutur Adkerson.

Adkerson mengungkapkan, ‎perusahaan tidak bisa melakukan ekspor konsentrat sejak 10 Januari 2017. Hal tersebut diperparah dengan tidak beroperasinya fasilitas pengolahan dan pemurnian mineral (smeter) milik PT Smelting Gresik, tempat Freeport memurnikan konsentrat tembaganya karena aksi mogok karyawannya.

Baca juga: Freeport Diminta Patuhi Aturan Izin Usaha Pertambangan Khusus

Kondisi tersebut membuat stok konsetrat di gudang Freeport penuh. Oleh karena itu, ‎dilakukan penghentian kegiatan pengolahan sejak 10 hari lalu.

“Izin ekspor berakhir Januari 2017. Kami ada dua kapal yang dkirim ke Gresik setelah ditutup, karena ada pemogokan di Gresik kami tidak kirim ke Gresik,”‎ tutur Adkerson.