Wahai Pemuda, Terjunlah Berpolitik

Penulis : Jonathan Siborutorop*

 “Beri aku seribu orang tua, niscaya akan kucabut Semeru dari akarnya … beri aku sepuluh pemuda, niscaya akan kuguncangkan dunia” -Sukarno, Bapak Proklamator Indonesia-

Sangat disayangkan bahwa tingkat partisipasi politik pemuda di Indonesia masih cukup rendah bila dibandingkan dengan kelompok-kelompok usia yang lebih tua. Walaupun terdapat banyak faktor yang dapat menjelaskan mengapa pemuda Indonesia enggan untuk berpartisipasi dalam kehidupan politik bangsa dan negara kita, hasil dari keadaan yang sedang berlaku ini tetaplah sama: negara kita tidak dapat mencapai tingkat partisipasi politik yang memuaskan dari seluruh lapisan masyarakat, dalam hal ini dari golongan pemuda, serta kebijakan yang ditetapkan oleh tatanan politik di negara kita pada masa ini seakan tidak mementingkan keberlanjutan dan kepentingan pemuda Indonesia, tidak lain tidak bukan karena pemuda Indonesia sendiri tidak betul-betul dilibatkan dalam perumusan kebijakan di negara kita sendiri. Oleh karena itu, tanggapan yang mesti diberikan oleh pemuda Indonesia dalam keadaan ini hanyalah satu: terjun berpolitik!

Melalui tulisan ini, saya berniat meyakinkan saudara-saudara pemuda di Indonesia agar berani terjun ke dalam dunia politik. Pertama-tama saya akan menjelaskan tentang sejarah keterlibatan kaum pemuda dalam dunia politik di Indonesia dan aturan hukum yang berlaku tentang keterlibatan kaum pemuda dalam gelanggang politik. Selanjutnya, saya akan membahas tentang keunggulan-keunggulan yang dimiliki oleh kaum pemuda jika saudara-saudara kaum pemuda memutuskan untuk terjun ke dalam dunia politik dan cara-cara yang dapat ditempuh oleh kaum pemuda dalam memasuki gelanggang politik. Terakhir, saya akan menyimpulkan tentang mengapa pemuda Indonesia mesti terjun berpolitik.

Peran Penting Pemuda dalam Perjuangan Bangsa Indonesia

Pemuda merupakan salah satu bagian masyarakat Indonesia yang terbesar dalam hal jumlah: menurut data PBB tahun 2020, penduduk Indonesia yang berusia 17-39 tahun (yaitu pemuda yang menurut hukum memiliki hak pilih) berjumlah kurang lebih 100 juta orang— nyaris 40 persen dari jumlah penduduk Indonesia! Namun pemuda tidak hanya dapat berperan sebagai blok pemilih yang besar saja, namun juga sebagai penentu kebijakan yang sangat penting di Indonesia, baik melalui masukan dan aspirasi yang disampaikan secara langsung maupun tidak langsung kepada pemimpin yang dipilih oleh rakyat (bupati, walikota, gubernur, presiden, dan anggota-anggota badan-badan legislatif di semua tingkatan di negeri kita), namun juga sebagai pelopor kebijakan dengan bentuk partisipasi langsung sebagai pemimpin yang dipilih oleh rakyat. Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia, pemuda memegang peranan yang sangat penting sebagai pemimpin dan pelopor di berbagai bidang dalam pemerintahan negara. Lembaran sejarah merekam nama dan perjuangan berbagai tokoh pemuda Indonesia yang turut menjalankan pemerintahan negara dalam masa-masa yang genting. Salah satunya adalah Setiadi Reksoprodjo, yang menjabat sebagai Menteri Penerangan (jabatan yang sekarang bernama Menteri Komunikasi dan Informasi) dalam Kabinet Amir Sjarifuddin pada tahun 1947 pada saat beliau masih berusia 25 tahun, yang membuat beliau tercatat sebagai menteri termuda dalam lembaran sejarah Indonesia. Setiadi menjabat sebagai menteri pada saat negara Indonesia sedang mati-matian memperjuangkan kemerdekaan kita melawan penjajah Belanda dalam Agresi Militer I. Selanjutnya ada Mohammad Achadi, yang menjabat sebagai Menteri Transmigrasi dan Koperasi dalam Kabinet Dwikora dari tahun 1964 sampai 1966 saat beliau masih berusia 33 tahun. Achadi rela meninggalkan kehidupannya yang nyaman sebagai mahasiswa Indonesia di Eropa saat dipanggil pulang untuk memajukan negara oleh Presiden Soekarno. Selain kedua tokoh tersebut, terdapat banyak sekali tokoh pemuda Indonesia yang berkarya dan berjuang dalam pemerintahan negara: Sutan Sjahrir (pahlawan nasional yang menjadi Perdana Menteri Indonesia yang pertama pada usia 36 tahun), Wikana (salah satu pahlawan nasional yang menculik Soekarno dan Hatta ke Rengasdengklok dan belakangan menjadi Menteri Urusan Pemuda pertama pada usia 31 tahun), dan berbagai tokoh lainnya. Dari semua tokoh tersebut, terdapat benang merah yang sama: tanpa kontribusi pemuda dalam perjuangan, bangsa Indonesia tidak akan pernah meraih kemerdekaannya. Pemuda Indonesia adalah kunci bagi kemerdekaan dan kemajuan bangsa dan negara kita.

Aturan Hukum Memfasilitasi Pemuda Indonesia

Aturan hukum yang berlaku di Indonesia juga sangat memfasilitasi kaum pemuda yang berkeinginan untuk mengajukan diri menjadi pemimpin. Peraturan KPU Nomor 11/2023 memberikan batasan usia sekurang-kurangnya 21 tahun bagi bakal calon anggota legislatif, baik di tingkat nasional (DPR dan DPD) dan lokal (DPRD Provinsi dan Kabupaten/Kota). Aturan yang berlaku di Indonesia relatif lebih ramah terhadap kaum pemuda jika dibandingkan dengan aturan yang berlaku di banyak negara lainnya: di Amerika Serikat, misalnya, usia minimal untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR (House of Representatives) adalah 25 tahun, sedangkan usia minimal untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPD (Senate) adalah 30 tahun. di Jepang, usia minimal untuk mencalonkan diri sebagai anggota DPR adalah 25 tahun, sedangkan usia minimal untuk mencalonkan diri sebagai anggota Dewan Penasihat adalah 30 tahun. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa pemuda Indonesia, menurut hukum, memiliki kesempatan berpolitik yang lebih besar daripada pemuda Amerika Serikat atau Jepang yang notabene merupakan negara-negara maju. Oleh karena itu, pemuda Indonesia perlu memanfatkan kesempatan politik yang sangat luas ini dengan cara segera mengajukan diri sebagai calon anggota legislatif di berbagai tingkatan, terutama di daerah-daerah setempat mereka (baik di DPRD Kabupaten/Kota dan DPRD Provinsi) sebagai bentuk partisipasi politik yang sehat dalam kerangka pemerintahan Republik Indonesia. Dengan demikian, pemuda Indonesia dapat menjadi pelopor perubahan di tingkat lokal (local change) yang dapat dirasakan oleh masyarakat luas di sekitar mereka.

Pemuda Mewujudkan Pemerintahan yang Inovatif

Masih segar dalam ingatan kita berita-berita viral tentang sosok Tri Wahyudi, seorang calon anggota legislatif (caleg) DPRD Kabupaten Pasuruan, Jawa Timur. Jika pada umumnya seorang caleg menggunakan baliho, poster, dan umbul-umbul untuk memperkenalkan dirinya sendiri kepada calon pemilih, Tri Wahyudi (yang usianya masih 24 tahun) malah menggunakan aplikasi Bumble untuk ‘mengiklankan’ dirinya kepada pemilih di daerahnya. Lucunya, Bumble sendiri merupakan aplikasi kencan yang didesain untuk mencari jodoh. Metode yang cukup nyeleneh ini digunakan agar Tri Wahyudi sendiri dapat lebih dikenal dan mudah diingat oleh calon-calon pemilihnya. Dalam sebuah kesempatan wawancara, Tri Wahyudi (yang lebih dikenal dengan panggilan Cak Yud) menerangkan bahwa beliau memilih menggunakan aplikasi Bumble untuk berkampanye karena Bumble sendiri didesain untuk memfasilitasi dua orang untuk saling mengenal dan bertukar pesan. Jika pada umumnya fitur ini digunakan untuk memfasilitasi kawula muda untuk mencari jodoh, maka Cak Yud sendiri menggunakan Bumble agar beliau dapat mengenal calon-calon pemilihnya dan mengetahui sendiri apa aspirasi dan keresahan mereka tentang daerah mereka. Sebaliknya, penggunaan aplikasi Bumble juga dapat memfasilitasi calon-calon pemilih yang selama ini hanya mengenal caleg melalui baliho dan poster yang didesain searah untuk mengenal Cak Yud secara pribadi, jauh dari citra elitis yang umumnya dijumpai pada sosok caleg.

Cerita unik Cak Yud telah membuka kotak pandora berupa ‘banjir’ inovasi yang dapat dicurahkan oleh pemuda Indonesia apabila mereka bersedia untuk mengajukan diri menjadi calon pemimpin Indonesia di masa kini dalam Pemilihan Umum 2024. Dengan adanya partisipasi penuh dari pemuda-pemudi Indonesia sebagai calon pemimpin dalam Pemilihan Umum 2024, termasuk banyaknya calon anggota legislatif yang mencalonkan diri lewat Partai Buruh, rakyat tidak akan lagi puas dengan kampanye yang hanya bermodalkan baliho, umbul-umbul, poster yang mengotori jalanan, dan kegiatan penjualan minyak curah murah yang nir-esensi. Rakyat akan menuntut metode-metode kampanye yang lebih inovatif dari perwakilan-perwakilan generasi muda yang memiliki pribadi yang jauh lebih inovatif daripada generasi tua. Bukan hanya metode Bumble khas Cak Yud, namun ‘kampanye bentuk baru’ ini dapat dilakukan melalui video YouTube, siaran TikTok, lagu dan musik, dan berbagai jenis kampanye baru nan kreatif lainnya yang dapat mengarahkan pemilih untuk ‘naik kelas’ dan tidak berpuas diri dengan metode kampanye yang itu-itu saja.

Kampanye yang inovatif juga akan mengarah kepada pemerintahan yang inovatif. Daya inovasi yang dimiliki oleh pemuda Indonesia tidak akan berhenti saat mereka terpilih menjadi anggota legislatif saja, sebaliknya, daya inovasi tersebut akan terus dibawa saat mereka duduk di kursi pemerintahan sebagai perwakilan dari rakyat Indonesia. Pemuda yang terpilih sebagai anggota legislatif nantinya akan memutar otak mereka untuk menyelesaikan masalah-masalah dalam masyarakat dalam cara-cara yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Kepemimpinan pemuda akan memicu terjadinya gebrakan-gebrakan kebijakan yang brilian: penggunaan media sosial untuk melaporkan masalah-masalah yang terjadi dalam masyarakat, cepat tanggap pemimpin untuk merespon perkembangan-perkembangan terkini, dan semangat yang tinggi, khas pemuda Indonesia, untuk memberantas korupsi di semua ruang pemerintahan. Namun di sini kuncinya tetap sama: untuk mewujudkan pemerintahan yang inovatif, pemuda Indonesia perlu mengambil langkah pertama dengan cara berani mengajukan diri mereka sebagai calon pemimpin. Tanpa langkah pertama itu, ‘pemerintahan yang inovatif’ hanya akan menjadi mimpi belaka.

Pada akhirnya, pemuda Indonesia harus menyadari panggilan mereka untuk menjadi pemimpin bangsa dan negara. Bukan tiga atau empat puluh tahun di masa depan, namun hari ini, di masa kini, mulai dari Pemilihan Umum 2024. Langkah pertama ini memang merupakan langkah yang sangat berat bagi pemuda Indonesia, namun seperti kata Bapak Proklamator kita Soekarno, “barangsiapa ingin mutiara, harus berani terjun di lautan yang dalam”. Pemuda yang ingin mewujudkan pemerintahan yang jujur, bersih, dan amanah tidak boleh hanya berdiri di tepian dan berpangku tangan. Pemuda Indonesia harus merebut tongkat estafet perjuangan, berlari di depan secepat-cepatnya menuju Indonesia maju. Pemuda Indonesia harus berpartisipasi aktif dalam pemerintahan negara kita, bukan hanya melalui kotak suara tiap lima tahun sekali, namun juga di dalam ruang-ruang pemerintahan di seluruh negeri. Biarlah suara pemuda terdengar dari Sabang sampai Merauke, melalui kehadiran dan partisipasi aktif para pemuda dalam ruang-ruang perwakilan rakyat!

Wahai pemuda, tunaikanlah tugas panggilanmu! Wahai pemuda, terjunlah berpolitik!


* Penulis Adalah  Mahasiswa Bachelor of Politics, Philosophy, and Economics

University of New South Wales, Sydney, Australia