Sikapi Korupsi e-KTP, Mahasiswa Turun ke Jalan

Jakarta, KPonline – Terkait kasus korupsi elektronik kartu tanda penduduk (e-KTP), mahasiswa sudah bergerak.

Diberitakan sejumlah media, mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Indonesia berbondong-bondong mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jalan Persada, Jakarta, Kamis (9/3/2017).

Salah satu perwakilan dari Ketua BEM Universitas Indonesia (UI), Muhammad Saiful Mujab mengatakan, kasus korupsi elektronik kartu tanda penduduk (e-KTP) telah melukai hati masyarakat.

“Kasus e-KTP sangat menyiksa dan membuat rakyat menangis apalagi kasus ini rugikan Indonesia sampai triliunan rupiah,” kata Mujab.

Menyikapi hal tersebut, Aliansi BEM Indonesia KPK diminta untuk mengusut tuntas kasus e-KTP karena telah menyeret banyak nama pejabat yang duduk di bangku DPR.

“Kami desak kepada KPK usut kasus ini. Ada beberapa tokoh yang menyalahgunakaan kekuasaan dan kepentingan buat digunakan kepentingan sendiri,” kata Mujab.

Sebelumnya, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyatakan sangat peduli dan mendukung pemberantasan korupsi yang dilakukan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

“Setiap kasus korupsi harus diproses hukum sesuai aturan yang berlaku. Tidak boleh tebang pilih. Korupsi merajalela rakyat sengsara. Korupsi dihajar rakyat sejahtera,” kata Said Iqbal.

Lebih lanjut dikatakannya, buruh Indonesia mendesak dan mendukung KPK untuk membongkar dugaan kasus korupsi E-KTP yang melibatkan para petinggi negeri ini.

KPK harus berani bertindak semenjak JPU menyebutkan nama-nama terkait dengan korupsi E-KTP, Gumawan Fauzi, Diah Anggraini, Ganjar Pranowo, Yasonna Laoly, Setya Novanto, dan lain sebagainya.

Nama-nama tersebut harus mulai diperiksa dan dilakukan penyelidikan. Bukan sekadar dipanggil sebagai saksi. Uang sebanyak Rp2,3 triliun yang diduga dikorupsi adalah uang rakyat yang berasal dari pajak.

“Dalam hal ini, para buruh juga ikut berkonstribusi membayar pajak, maka sudah seharusnya jika buruh peduli dengan kasus ini,” kata Said Iqbal.

Dia menegaskan akibat uang negara yang dikorupsi itu, buruh tidak bisa mendapatkan tingkat kesejahteraan yang optimal.

Hal ini juga semakin menyuburkan praktik-praktik pengusaha yang memberi upeti kepada para pejabat untuk menggolkan tujuannya, sehingga ongkos atau biaya produksi semakin mahal. Dampaknya, kesejahteraan buruh yang dikurangi.

“Dengan uang sebesar itu, pemerintah bisa memberikan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang lebih baik. Pengentasan kemiskinan bisa cepat dilakukan. Tetapi para koruptor justru tega menari-nari di atas penderitaan rakyat,” kata Said Iqbal.