Karawang, KPonline – Ramli, Ketua Executive Committee (Exco) Partai Buruh Kabupaten Karawang yang juga Ketua Penggalangan Pulau Sulawesi Exco Pusat Partai Buruh sekaligus Wakil Ketua II Bidang Antar Lembaga, Aksi & Politik di Kepengurusan KC FSPMI Kabupaten Karawang dan juga Ketua Gaspol FSPMI Dewan Perwakilan Wilayah FSPMI Provinsi Jawa Barat menyatakan prihatin dengan kelangkaan gas elpiji melon 3 kg yang terjadi di beberapa wilayah di Indonesia sejak awal Januari 2025. Selasa (4/2/25).
Kelangkaan gas elpiji melon 3 kg telah menyebabkan kesulitan bagi masyarakat khususnya di Kabupaten Karawang, terutama bagi mereka yang menggunakannya untuk kebutuhan sehari-hari. Hal ini juga berdampak pada kenaikan harga gas elpiji di pasar, yang dapat membebani masyarakat.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (BPS), pada tahun 2022 saja, sebanyak 64,2% penduduk Indonesia masih menggunakan gas elpiji sebagai sumber energi utama. Namun, dari jumlah tersebut, hanya 34,6% yang memiliki kemampuan untuk membeli gas elpiji dengan harga yang lebih tinggi. Sementara itu, sebanyak 65,4% penduduk Indonesia yang tidak memiliki kemampuan untuk membeli gas elpiji dengan harga yang lebih tinggi, harus menghadapi kesulitan dalam memenuhi kebutuhan energi sehari-hari.
“Kami meminta pemerintah, Khususnya Kementerian ESDM untuk segera mengatasi kelangkaan gas elpiji melon 3 kg ini. Pemerintah harus memastikan bahwa pasokan gas elpiji dapat memenuhi kebutuhan masyarakat khususnya di Kabupaten Karawang,” ucap Ramli.
Peran Partai Buruh sebagai partai rakyat kecil sangat penting dalam menyuarakan kelangkaan gas subsidi Elpiji 3 kg ini. Kami menduga bahwa kelangkaan ini disengaja untuk mendorong masyarakat beralih ke gas non subsidi dan Jargas yang harganya jauh lebih mahal jika dihitung perbulan.
“Bupati Karawang harus bisa mengontrol ke bawah, memastikan sesuai intruksi Presiden Prabowo hari ini, bagi pengecer sudah bisa menjual kembali. Masyarakat tidak bisa dipaksa untuk beralih ke gas yang lebih mahal. Pemerintah Kabupaten Karawang juga harus bisa memastikan bahwa kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dengan harga yang terjangkau juga,” tambahnya.
Jargas, salah satu alternatif yang ditawarkan, memiliki biaya yang sangat mahal. Biaya abodemen Jargas saja sudah mencapai Rp. 40.000 per bulan. Jika ditambah dengan biaya pemakaian, maka total biaya per bulan dapat mencapai Rp. 150.000 hingga Rp. 200.000. Sementara itu, biaya pemakaian gas elpiji melon 3 kg hanya sekitar Rp. 80.000 per bulan.
“Bagaimana mungkin masyarakat dapat membeli Jargas dengan biaya yang sangat mahal seperti itu? Pemerintah harus memastikan bahwa kebutuhan masyarakat dapat terpenuhi dengan harga yang terjangkau,” lanjutnya sekali lagi.
Jika pemerintah menerapkan kebijakan non subsidi, maka harga gas elpiji haruslah wajar dan tidak mahal. Selain itu, pengawasan terhadap penggunaan gas elpiji subsidi haruslah diperketat, sehingga hanya masyarakat yang benar-benar membutuhkan yang dapat menikmati subsidi tersebut.
Begitu juga dengan BBM subsidi seperti Pertalite, pengawasan terhadap penggunaannya haruslah diperketat, sehingga hanya masyarakat yang benar-benar membutuhkan yang dapat menikmati subsidi tersebut. Tidak boleh ada lagi orang kaya yang menikmati subsidi tersebut. Ramli juga menyampaikan bahwa pengawasan terhadap penggunaan BBM subsidi seperti Pertalite dan gas elpiji subsidi haruslah diperketat, sehingga hanya masyarakat yang benar-benar membutuhkan yang dapat menikmati subsidi tersebut.
Lebih lanjut, Ramli mengingatkan bahwa sebentar lagi menjelang bulan suci Ramadhan, yang biasanya diikuti dengan kenaikan harga bahan pokok. Oleh karena itu, pemerintah harus segera mengatasi kelangkaan gas elpiji melon 3 kg ini untuk menghindari kenaikan harga yang lebih parah.
“Kami khawatir bahwa jika kelangkaan gas elpiji melon 3 kg ini tidak segera diatasi, maka harga bahan pokok akan semakin meningkat, yang akan membebani masyarakat,” pungkasnya.