Pencegahan Penyebaran Covid-19 di Kalangan Pekerja Harus Menjadi Perhatian Serius Pemerintah dan Pengusaha

Bekasi, KPonline – Pada Minggu yang lalu, ada salah seorang sahabat dari salah satu perusahaan besar di Bekasi, memberitahukan informasi mengenai perusahaan tempatnya bekerja yang mulai melakukan rekayasa sistem kerja.

Rekayasa Sistem Kerja ini tentu saja untuk mencegah penyebaran Covid-19, yang saat ini mulai menjadi wabah pandemi di sebagian besar wilayah di Indonesia. Rekayasa Sistem Kerja ini dimulai dengan menggunakan sistem jadwal kerja, dengan metode 1 hari kerja 1 hari libur, 2 hari kerja 1 hari libur dan 2 hari kerja 2 hari libur.

Dalam kondisi mewabahnya penyebaran Covid-19 saat ini, dengan meliburkan para kaum pekerja untuk sekurangnya 14 hari, adalah salah satu langkah yang terbaik bagi para kaum pekerja, untuk memutus rantai penyebaran Covid-19.

Hal ini merupakan langkah yang patut diacungi jempol, bahwasanya saat ini, kaum pekerja atau buruh, khususnya yang bekerja di pabrik-pabrik, memerlukan langkah konkret dari pihak pemerintah. Karena hingga saat ini, pihak pemerintah, khususnya pemerintah pusat belum juga memberlakukan Sistem Lockdown dalam mencegah penyebaran Covid-19, yang hingga saat ini sudah ada puluhan orang yang meninggal dunia, akibat terjangkit Covid-19.

Setidaknya, kabar Rekayasa Sistem Kerja yang diberlakukan di perusahaan besar tersebut bisa menjadi contoh dan langkah awal yang bisa ditiru di perusahaan-perusahaan lainnya.

Ada kekhawatiran dan kepanikan yang terjadi dikalangan kaum pekerja atau kaum buruh. Hal ini menjadi maklum, karena belum ada satupun, baik surat edaran maupun surat keputusan dari pihak pemerintah daerah dan pusat, yang secara teknis secara serius dan tajam, serta fokus dalam mengambil langkah untuk memutus rantai penyebaran Covid-19.

Ataupun ada kebijakan, baik dari pihak pemerintah daerah maupun pusat, yang ditujukan kepada pihak management perusahaan, untuk meliburkan sementara pekerjanya dirumah.

Meskipun secara eksplisit, pihak pemerintah sudah memberikan himbauan kepada masyarakat, agar tidak berkumpul atau membuat keramaian, hal tersebut ternyata belum diberlakukan dipabrik-pabrik yang didominasi oleh kaum pekerja atau kaum buruh.

Seperti di Kabupaten Bekasi misalnya, dimana terdapat sekitar kurang lebih ada 1.472.432 orang pekerja, yang kesemuanya bekerja di sekitar 5000-an perusahaan dan pabrik-pabrik. Mereka semua sampai dengan saat ini masih bekerja seperti biasa, 8 jam setiap harinya, dan 5 atau 6 hari dalam seminggu.

Masih berjalan seperti biasa. Bahkan beberapa perusahaan atau pabrik-pabrik, masih mengadakan pekerjaan lembur diluar jam kerja normal. Hal inilah yang menempatkan kaum pekerja atau kaum buruh, beresiko tinggi juga akan terpapar Covid-19 dan menularkannya kepada teman sepekerjaan, hingga ke keluarga dan lingkungannya masing-masing.

Menurut catatan yang dihimpun oleh Media Perdjoeangan, setidaknya ada 55 juta pekerja formal dan non formal di Indonesia. Dan ini merupakan angka yang besar, dan juga beresiko tinggi dalam penyebaran Covid-19.

Salah satu contoh yang sederhana saja yaitu, sampai saat ini, Media Perdjoeangan belum mendapatkan data terbaru, mengenai perusahaan-perusahaan yang telah menambah jumlah kendaraan antar-jemput bagi para pekerjanya.

Social Distancing (menjaga jarak aman sosial) seperti yang dihimbau oleh pihak pemerintah pusat, hal ini pun, seharusnya diimplementasikan oleh pihak perusahaan-perusahaan, agar ada jarak aman bagi pekerja yang naik angkutan antar-jemput yang disediakan oleh pihak perusahaan.

Sehingga seluruh para pekerja atau buruh yang menggunakan fasilitas angkutan antar-jemput merasa aman dan terbebas dari rasa khawatir terpapar Covid-19.

Andaikan saja ada satu orang pekerja yang telah terpapar Covid-19, dan dirinya tidak mengetahui bahwa telah terpapar Covid-19. Dimana pekerja tersebut diketahui juga menggunakan angkutan antar-jemput, contoh saja bus antar-jemput dengan puluhan pekerja lain didalamnya.

Terduga Covid-19 tersebut juga makan di kantin secara bersama-sama dengan puluhan atau bahkan mungkin dengan ratusan pekerja lainnya. Dan dia juga menggunakan alat absensi seperti Finger scan juga bersama-sama puluhan atau bahkan mungkin dengan ratusan pekerja lainnya.

Dia juga bekerja selama 8 jam secara terus menerus dengan teman-teman sekerjanya. Dan diantara mereka itu, ada sebagian pekerja yang pulang kerumah, bertemu dengan keluarga dan tetangga mereka dilingkungan mereka masing-masing.

Jika hal tersebut terjadi, kita tidak akan dapat membayangkan, begitu rumitnya dalam mengidentifikasi siapa saja dan berapa banyak orang yang sudah terpapar, dan yang akan terpapar lagi kedepannya.

Iklim usaha memang perlu dijaga dengan baik secara bersama-sama. Akan tetapi perlindungan bagi kaum pekerja atau buruh, dan keberadaan umat manusia haruslah menjadi prioritas yang paling penting dan harus menjadi prioritas tertinggi yang tidak dapat tergantikan.

Karena menyelamatkan kaum pekerja atau buruh saat ini, tidak hanya akan menyelamatkan perekonomian bangsa di masa yang akan datang, akan tetapi lebih dari itu, juga akan menyelamatkan umat manusia. Dan tentu saja, memanusiakan manusia adalah sesuatu hal yang terpuji dan patut mendapatkan apresiasi yang setinggi-tingginya. (RDW)