Partai Buruh Sebagai Alat Politik Kelas Pekerja

Oleh: Kahar S. Cahyono

“Serikat Buruh bukan Partai Buruh.” Pernyataan ini valid. Tidak salah. Serikat Buruh memang bukan Partai Buruh. Pun kehadiran Partai Buruh bukan untuk menggantikan keberadaan Serikat Buruh.

Justru sebaliknya, Partai Buruh menjadi alat politik untuk melengkapi perjuangan kaum buruh.

Sebagaimana kita tahu, buruh merupakan tulang punggung di dalam pembangunan. Tanpa buruh, dunia tidak seperti yang kita lihat sekarang. Ini tidak bisa dipungkiri. Sesuatu yang semakin menegaskan betapa keberadaan kaum buruh sangatlah penting.

Buruh lah yang bekerja dan berjuang setiap hari untuk mencukupi kebutuhan hidup mereka berserta keluarganya. Buruh lah yang setiap waktu membangun beradaban dunia.

Karena keberadaannya yang sangatlah berarti itulah, sesuatu yang wajar jika kemudian kaum buruh mendapatkan kepastian kerja, kepastian upah, dan kepastian pendapatan.

Namun sayangnya, ada saja pihak yang mencoba untuk merampas apa yang seharusnya kaum buruh dapatkan.

Di titik inilah keberadaan serikat buruh menjadi niscaya. Sebagai alat untuk membela, melindungi, dan memperjuangkan hak dan kepentingan kaum buruh berserta keluarganya.

Namun demikian, sebagai alat perjuangan, serikat buruh memiliki keterbatasan; khususnya dalam perjuangan di ranah politik. Padahal kita tahu, setiap aspek kehidupan kita tidak lepas dari kebijakan politik. Sesuatu yang tidak bisa sepenuhnya dilakukan oleh serikat buruh.

Itulah sebabnya, selain Serikat Buruh, kita juga memerlukan keberadaan Partai Buruh. Melalui partai, kelas pekerja memiliki senjata yang lebih lengkap dan mumpuni dalam berjuang untuk merebut kembali haknya yang dirampas dan dicuri.

Dengan adanya Partai Buruh, setidaknya suara kaum buruh tidak lagi absen di ruang-ruang pengambilan keputusan. Tidak ada lagi regulasi yang mengebiri hak buruh dan rakyat kecil lolos dengan mudah. Ini sangat memungkinkan, ketika Partai Buruh memiliki keterwakilan di legislatif dan eksekutif. Buruh dapat memberikan suara dalam pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan kepentingan buruh.

Bukankah ini juga yang sejak dulu kita takdzimi kebenarannya: *BURUH BERKUASA RAKYAT SEJAHTERA.*

Selama ini kita mengeluhkan bagaimana sulitnya berjuang tanpa adanya partai berbasis kelas. Ketika tidak ada satu partai politik pun yang merepresentasikan kepentingan kaum buruh.

Bisa kita lihat, absennya partai berbasis kelas pekerja dampaknya sangat buruk. Banyak kebijakan yang lahir, cenderung merugikan kaum buruh dan elemen kelas pekerja yang lain.

Tetapi kita sadar, sekedar mengeluh tidak akan menyelesaikan persoalan. Langkah sudah diayunkan. Bendera sudah dikibarkan.

Itulah sebabnya, kehadiran Partai Buruh harus dibaca sebagai ikhtiar sungguh-sungguh dari kelas pekerja untuk mengakhiri absennya kelas pekerja di panggung politik. Pendek kata, Partai Buruh hadir sebagai alat politik kelas pekerja.

Dari sanalah kita optimis akan lahir kebijakan yang lebih pro-buruh.

Kahar S. Cahyono – Wakil Presiden FSPMI dan KSPI