Menggugat Pembangunan

Jakarta, KPonline – Kita menggugat pembangunan sekarang, karena :

Pertama, orientasinya/tujuannya pertumbuhan ekonomi, bukan pembangunan untuk menjawab persoalan-persoalan rakyat yang meletakan manusia sebagai pusatnya (artinya pembangunan yang sebenarnya seharusnya menjawab masalah:

(a) kebutuhan pangan bergizi yang terjangkau bagi seluruh rakyat Indonesia.

(b) masalah jaminan kesehatan yang memadai bagi seluruh rakyat yang mengutamakan pencegahan–dan juga sistem pengobatan dan perawatan gratis bagi seluruh rakyat untuk semua jenis penyakit.

(c) Masalah pelayanan pendidikan gratis bagi seluruh rakyat untuk semua jenjang pendidikan yang tujuan pendidikannya adalah untuk mengembangkan keperdulian sosial (solidaritas), kesetaraan manusia, pengembangan demokrasi partisipasi, pengetahuan dan teknologi yang dibutuhkan bagi pengembangan industri yang orientasinya adalah kebutuhan rakyat.

(d) perumahan bagi rakyat ( tidak boleh lagi ada rakyat Indonesia yang tidak punya tempat tinggal—bahkan tempat tinggalnyapun harus layak, bukan gubuk-gubuk kumuh)

Kedua, pembangunan seharusnya sekaligus mengarah pada pembangunan kedaulatan dan kemandirian bangsa –bukan menjadi negara boneka yang membebek pada keputusan Bank Dunia, WTO, IMF atau Negara-Negara Maju seperti AS, Jepang, Eropa, Tiongkok dan lain sebagainya.

Ketiga, pembangunan juga seharusnya ditujuan selain untuk menjawab persoalan rakyat Indonesia, kemandirian bangsa, sekaligus juga pengembangan solidaritas bagi rakyat dunia, Sebagai bangsa yang besar, Indonesia seharusnya dengan pembangunan yang benar, bisa lebih banyak berperan untuk membantu miliaran rakyat dunia yang masih mengalami pemiskinan dan penindasan.

Keempat, untuk itu, pembangunan harus berlandaskan pada pembukaan ruang-ruang partisipasi rakyat yang luas–seluas luasnya, menghargai keberagaman dan tradisi-tradisi lokal yang baik (tradisi lokal yang anti demokrasi, anti kesetaraan, feodal, anti ilmu pengetahuan ilmiah dan kebiasan buruk lainya tentu tidak perlu dikembangkan dan didukung)

Kelima, dengan demikian sarana-sarana partisipasi rakyat harus diciptakan bukan hanya sekedar pemilu 5 tahun sekali, namun juga Dewan-dewan rakyat dari kampung-kampung, dewan-dewan buruh di tempat-tempat kerja, dewan-dewan pelajar/mahasiswa di sekolah dan kampus (yang semua dewan-dewan ini terus dikembangkan sampai tingkat nasional) menjadi alat pengembangkan demokrasi partisipasi, juga dewan-dewan prajurit, dan bentuk-bemtuk lainnya. Selain itu mekanisme-mekanisme demokratis diluar pemilu juga harus dikembangkan, seperti konsultasi-konsultasi publik yang melibatkan rakyat secara langsung (bukan hanya pimpinan-pimpinannya saja), referendum-referendum, dan seterusnya.

Keenam, landasan konstitusi adalah kunci, sehingga pembentukan UUD baru yang melibatkan partisipasi rakyat (dengan pembentukan semacam Majelis Konstitusi (dengan seluruh perwakilan rakyat yang mewakili buruh, petani, pelajar/mahasiswa, masyarakat adat, nelayan, perempuan, kelompok-kelompok minoritas dan sektor-sektor rakyat lainnya)

Jika tak keberatan silah ikut memberikan pilihan dan komentarnya.

Terima Kasih.

Penulis: Budi Wardoyo