Masalah Perburuhan di PT Mulya Garmindo Belum Ada Titik Terang

Semarang, KPonline – Bangkrutnya PT. Mulya Garmindo yang beralamatkan di Jl. Coaster 8 Blok A-04 Kawasan Tanjung Mas, Kota Semarang, tampaknya merepotkan banyak pihak.

Dalam beberapa kali pertemuan yang di selenggarakan di Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang, hingga saat ini belum ada titik cerah. Namun demikian, buruh PT. Mulya Garmindo tak patah arang untuk memperoleh Haknya.

Ketua PUK SPAI FSPMI PT. Mulya Garmindo, Uliyah, menegaskan pihaknya akan terus mengawal kasus ini.

Ketua PC SPAI FSPMI Semarang saat memberikan pengarahan kepada pekerja

“Kami akan terus kawal. Memang tipis harapan kami untuk memperoleh hak kami atas bangkrutnya perusahaan ini. Apalagi si pemilik perusahaan telah kabur keluar negeri. Tetapi bagi kami, harus ada yang bertanggung jawab dalam kasus ini,” ungkapnya.

PT. Mulya Garmindo yang ditinggalkan direktur utamanya, Chan Wing Lung, yaitu WNA asal Hongkong menelantarkan para pekerjanya sejumlah kurang lebih 300 orang. Tak hanya itu, Chan Wing Lung juga telah kabur dari kewajibannya selama melakukan usaha di Indonesia berupa pajak. Chan Wing Lung masih ada tanggungan pajak sebesar Rp 2.791.480.225.

Antara PT. Mulya Garmindo dan Dirjen Pajak sendiri sedang ada proses hukum terkait penunggakan pembayaran pajak sejak Tahun 2008 hingga sekarang. Terakhir, pada tanggal 2 Maret 2017 terbit surat penyitaan oleh Kementrian Keuangan Republik Indonesia Direktorat Jenderal Pajak Kantor Pelayanan Pajak Madya Kota Semarang bernomor : BASITA-00001/WPJ.10/KP 1004/2017.

Audiensi antara buruh PT Mulya Garmindo dengan pihak Disnaker, Bea dan Cukai, serta managemen perushaaan.

Pada waktu diterbitkannya surat penyitaan ini, para pekerja sedang di rumahkan selama dua minggu (Masuk kerja kembali pada tanggal 4 April 2017) sementara Chan Wing Lung sudah meninggalkan Indonesia pada bulan Oktober dengan alasan berobat ke Luar Negeri.

Pada tanggal 4 April 2017 silam, Chan Wing Lung mengirimkan email melalui HRD Personalia yaitu sepucuk surat “Statement Letter of Bangkrupt” yang pada isinya mengungkapkan bahwa PT Mulya Garmindo mengalami bangkrut dikarenakan tidak mendapatkan order dan Chan Wing Lung sakit stroke. Dalam surat tersebut Chan Wing Lung mengatakan bahwa ekspor terakhir PT Mulya Garmindo yaitu pada Februari 2016 dan setelahnya PT Mulya Garmindo hanya mendapatkan order lokal yang mana tidak cukup untuk menutupi seluruh biaya operasional. Chan Wing Lung juga mengatakan dirinya tidak dapat membayar pajak.

Pada 17 April 2017, para pekerja yanh didampingi Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) melakukan audiensi di Kantor Dinas Tenaga Kerja Kota Semarang yang mana dihadiri oleh Dirjen Pajak, Dirjen Bea Dan Cukai, dan perwakilan management. Pada pertemuan tersebut pihak Bea dan Cukai, Agung Saptono mengatakan, pihaknya akan melakukan pencacahan.

“PT. Mulya Garmindo berada di Kawasan berikat dan ini dalam pengawasan kami (Bea dan Cukai). Hari ini juga kami akan kirim petugas untuk melakukan pencacahan (Aset) yang selanjutnya akan kami lakukan penyegelan,” ungkap Agung.

Ketua PC SPAI FSPMI Semarang, Aulia Hakim.

Terkini setelah dilakukan pencacahan, pihak Bea dan Cukai mengumumkan total hutang PT. Mulya Garmindo yang harus dibayar kepada Bea dan Cukai.

“Pencacahan telah selesai kami lakukan, tagihan bea masuk dan import PT. Mulya Garmindo yaitu Rp 132.903.000 yang mana harus di bayarkan agar asset perusahaan dapat dikeluarkan,” kata Agung Saptono.

Sebagai Informasi bahwasanya per-April 2017, PT. Mulya Garmindo telah selesai masa kontraknya di Kawasan Industri Lamicitra Kawasan Berikat Tanjung Emas Export Processing Zone dan harus segera meninggalkan tempat tersebut, sehubungan dengan adanya hutang terhadap Bea dan Cukai, pihak HRD PT. Mulya Garmindo mengatakan akan memprioritaskan dulu pembayaran bead an cukai agar barang bisa keluar.

“PT. Mulya Garmindo masih ada deposit Rp 270 juta, ini yang akan kami gunakan terlebih dahulu untuk menyelesaikan hutang dengan bea dan cukai dan renovasi gedung sebelum kami serahkan kembali kepada pemilik kawasan,” ungkap Yatno, Perwakilan Managemen PT. Mulya Garmindo.

Namun demikian, pihak buruh mendesak agar uang itu diserahkan kepada buruh. Karena dalam kondisi bangkrut, hak buruh adalah yang utama dan pertama yang harus dibayarkan.

Sementara itu, buruh PT. Mulya Garmindo berharap agar mereka bisa mengurus Pencairan JHT sebagai penunjang ekonomi mereka sembari mengawal proses kasus PT. Mulya Garmindo untuk memperoleh Haknya.

“Sebentar lagi masuk bulan puasa sedangkan kami sudah kehilangan pekerjaan, kami berharap bisa segera mencairkan JHT untuk menyambung ekonomi keluarga,” ungkap Suharti, salah satu buruh di PT. Mulya Garmindo.

Ketua PC SPAI FSPMI Kota Semarang, Aulia Hakim,Amd mengaku sangat prihatin terhadap keadaan tersebut .

“Memang sungguh ironis melihat kasus ini. Pemerintah harus sudah mulai membuka mata, ketika WNA sudah mengeruk kekayaan di Indonesia dan mengemplang pajak termasuk menelantarkan pekerjanya. Ini menjadi aib, kenapa jika Chan Wing Lung sedang dalam proses Hukum dengan Dirjen Pajak, kok bisa pergi Keluar Negeri, harusnya di lakukan pencekalan, “ kata Hakim.

Ia mengatakan, dirinya akan menyiapkan langkah-langkah advokasi lainnya dan berharap kepada Pemerintah untuk andil dalam menyelesaikan dan memperhatikan nasib pekerja PT. Mulya Garmindo. (Afg)