Maraknya Dugaan Monopoli Proyek, Zona Integritas Bebas Korupsi Hanya Kedok ?

Maraknya Dugaan Monopoli Proyek, Zona Integritas Bebas Korupsi Hanya Kedok ?

Riau,KPonline –  (6/8/21), Zona Integritas menawacitakan reformasi birokrasi dari kegelisahan masyarakat terhadap tindakan pemangku kekuasaan dan kebijakan dilingkungan Pemerintahan. Predikat Zona Integritas diberikan kepada unik kerja yang berhasil memenuhi persyaratan menuju Wilayah Bebas Korupsi  (WBK) dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) diantaranya indikator manajemen perubahan, penataan tata laksana, penataan sistem manajemen SDM, penguatan pengawasan, penguatan akuntabilitas kinerja dan penguatan kualitas pelayanan publik (BPKP, 2020).

Maraknya dugaan monopoli proyek di lingkungan pemerintahan membuat masih jauhnya capaian keberhasilan penerapan Zona Integritas. Koordinator APPEMARI Aliansi Pemuda Penjaga Marwah Riau Tauhid Marifatullah,S.IP menegaskan dalam penerapan Zona Integritas bukan hanya sekedar pemasangan spanduk dan baleho saja disetiap instansi, namun bagaimana benar-benar mampu untuk memberikan pengawasan yang maksimal agar Wilayah Bebas Korupsi sebagai predikat Zona Integritas tersebut dapat di implementasikan.

Tauhid yang kini sedang menyelesaikan studinya Magister Ilmu Pemerintahan menilai Pemerintah Provinsi Riau harus berbenah, adanya indikasi-indikasi monopoli proyek dan permintaan pembagian baik itu jatah maupun persenan dari pemegang kebijakan hendak nya di awasi agar praktek tersebut tidak terjadi dilingkungan Pemerintah Provinsi Riau.

Sebagai perwujudan prinsip tata kelola pemerintahan yang baik (good governance), pembangunan Zona Integritas di lingkungan pemerintahan merupakan inisiasi positif dalam rangka mewujudkan komitmen pencegahan korupsi dan reformasi birokrasi. Sebagaimana kita ketahui bahwa pungutan liar/pungli adalah penyakit yang sudah lama berakar pada sektor layanan publik dan lambat laun menjadi budaya yang menggerogoti kepercayaan masyarakat terhadap Aparatur Sipil Negara. Perbedaan korupsi dan pungli menurut penjelasan KPK RI (2018) terletak pada objek yang mengalami kerugian, dimana pidana korupsi yang mengalami kerugian adalah keuangan negara sedangkan pihak yang mengalami kerugian langsung dalam kasus pidana pungli adalah masyarakat.