Management PT Tasik Harapan Labusel Diduga Larang Kegiatan Beribadah

Labusel, KPonline – Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduknya untuk memeluk agama dan menjalankan agamanya, perlindungan dan jaminan ini diatur pada konstitusi Negara UUD-1945 serta regulasi lainnya yakni, Piagam Hak Asasi Manusia (HAM), Deklarasi Universal HAM (DUHAM) dan UU.No.39/1999 tentang HAM.

Namun kebebasan ini sepertinya tidak berlaku bagi warga negara suku Nias Buruh PT Tasik Harapan Kebun Bukit Tujuh Kecamatan Torgamba Kabupaten Labuhanbatu Selatan (Labusel) Provinsi Sumatera Utara.

Hal ini disampaikan oleh Masa Eli Zai Pendeta dari Gereja Bethel Indonesia (GBI) Labusel, kepada Koran Perdjoeangan Online, hari ini Kamis (25/02) di Kotapinang.

” Pada hari minggu 14 Pebrurari 2021 saat kami sedang melakukan ibadah dirumah salah satu jemaat Buruh PT Tasik Harapan, datang sejumlah Anggota SatPam ber inisial, Eben, Kornelius Ginting, Nanda, Muslim, melakukan pelarangan dan pembubaran dengan mengatakan” Jangan ibadah lagi, karena ibadah ini tidak dibenarkan, segera kosongkan rumah, karena pimpinan mau datang” Kata Pendeta ini.

Lanjutnya” Jemaat Saya semuanya suku Nias dan kondisinya sebagian tidak mengerti berbahasa Indonesia, sehingga untuk menumbuhkan iman mereka maka pelayanan haruslah dengan bahasa yang mereka mengerti yakni bahasa Nias.

GBI adalah aliran kristen kharismatik yang keberadaannya di Negara Indonesia tidak dilarang, sehingga pelarangan ibadah yang diduga dilakukan oleh Management PT Tasik Harapan melalui sejumlah anggota SatPam tidak memiliki dasar hukum, dan akibat larangan tersebut hingga sekarang para jemaat tidak lagi melakukan ibadah” selain tidak bisa beribadah dua orang jemaatnya Eli Yaman Halawa dan Dodo Gulo, pada Hari Kamis (18/02) diberi sanksi Surat Peringatan – I, dengan alasan pemberian Surat Peringatan” Tidak mengikuti Instruksi Pimpinan” Ujarnya.

Tambahnya”Kami berharap kepada pihak terkait di Labuhanbatu Selatan, utamanya Kapolres Labuhanbatu dapat memberikan solusi sehingga kami warga negara suku Nias dapat merasa aman dan nyaman untuk melakukan ibadah” Tegasnya.

Ditempat yang sama Eli Yaman Halawa saat dikonfirnmasi sehubungan dengan pemberian Surat Peringatan mengatakan.

“Senin dan Selasa (14,15/02) dipanggil oleh Singa Raja B Samosir Asisten Kepala ( Askep) PT Tasik Harapan untuk menghadap ke kantor, dan Askep mengatakan tidak boleh beribadah dirumah dan tidak boleh mengambil pendeta dari luar, dan meminta untuk menandatangani surat pernyataan, dimana isi surat pernyataan adalah tentang.
1.Tidak melakukan ritual ibadah yang telah ditentukan perusahaan dilingkungan perusahaan.

2.Tidak mendatangkan pendeta/ pengetua dari luar perusahaan.

Karena kami tidak bersedia menandatangani surat pernyataan kemudian kepada kami berdua diberi Surat Peringatan-I “Jelasnya.

Terpisah Singa Raja B.Samosir Asisten Kepala (Askep) PT Tasik Harapan saat dikonfirmasi melalui pesan singkat Kamis (25/02) menjelaskan.

“Saya selaku perpanjangan tangan manajemen tidak ada melarang orang untuk beribadah,karena Saya juga orang beragama nasrani, yang kami larang itu mendirikan atau mengadakan sekte aliran lain kecuali yang sudah di sediakan perusahaan karena saat ini perusaahaan menyediakan atau menfasilitasi GEREJA GMI.(Gereja Methodis Indonesia – Red) lain dari situ tidak boleh,karena akan mengakibatkan perpecahan dimana di kebun ada beragam suku dan ras, kalau semua mau membuat aliran masing masing untuk apa di buat atau di sediakan tempat ibadah di kebun pak” Katanya.

“Dan pembubaran secara paksa itu tidak benar dimana yang bersangkutan sudah beberapa kali kita peringatkan untuk tidak membuat perkumpulan atau sekte lain.dimana masa covid 19 ini belum bisa ada perkumpulan di rumah rumah baik muslim atau nasrani atau yg lainya tdk di berikan izin sebelum PP(Peraturan Perusahaan) di cabut.” Lanjut Askep ini.

Yang pasti kejadian ini yang bersangkutan yang melanggar aturan manajemen yang tidak boleh membuat sekte lain di lingkungan perusahaan.”Jelas Samosir.

Sampai berita ini diterbitkan, Redaksi belum bisa menghubungi pihak perusahaan untuk melakukan klarifikasi(Anto Bangun)