Medan, KPonline – Dikota medan, Sumatera Utara tepatnya di jalan palang merah simpang jalan listrik ada sebuah lokasi yang bernama taman lily suhairy. Dahulu menjadi tempat taman kreatif yang kebanyakan seni rupa dan kerajinan tangan, meskipun tak sepopuler taman budaya medan. Namun kini tempat tersebut semakin terlupakan dan bahkan sering digunakan hanya untuk tempat parkir kendaraan bermotor.
Tapi disini kami bukan untuk membicarakan itu, lebih jauh adalah Siapakah tokoh yang diberi kehormatan namanya diabadikan untuk sebuah taman kreatif. “Lily Suhairy” adalah seorang musisi, pemain biola, tepatnya dia adalah salah satu komponis terbaik dimasanya.
Lily lahir di Bogor pada 23 Desember 1915. Saat usianya masih kanak-kanak, dia menetap di Sumatra Utara. Menurut Koko Hendri Lubis, penulis dan peneliti sejarah Kota Medan, sewaktu usia Lily masih tujuh tahun dan tinggal di Brastagi. Guru musiknya adalah orang berkebangsaan Jerman yang menetap disana. Dan Sewaktu tinggal di Medan sejak 1930, dia belajar main biola dengan Boris Mariev, guru biola kenamaan di Medan asal Rusia.
Dia pimpinan musik tonil Bolero, Pada usia 19 tahun, Lily bekerja di perusahaan rekaman His Master’s Voice di Singapura. Dia menciptakan lagu pertamanya berjudul, “Hatiku Patah”, ketika ditolak seorang gadis. Tiga tahun merantau, Lily kembali ke Medan.
Mulailah dia berkarya. Karyanya juga banyak yang bertema protes terhadap kolonial seperti “aras kabu” dan “makan sirih”. Keberaniannya tersebut membuatnya berurusan dengan Pemerintah pendudukan Jepang yang merasa tersindir oleh karyanya.
Sebelumnya, Saat masa revolusi, Lily membuat lagu perjuangan berjudul “Pemuda Indonesia”. Lagu itu menggelorakan semangat publik. Akibat lagu tersebut, dia pernah ditahan dan disiksa Belanda.
Mayoritas lagu ciptaan Lily berlanggam Melayu. Salah satu yang populer pada 1950-an adalah lagu “Selayang Pandang”. Pada 1970, lagu ini pernah masuk dalam album piringan hitam The Rollies dengan nama pencipta disebut anonim. Lily protes. Pihak perusahaan rekaman mengaku tak tahu. Namun, Lily bukan hanya menciptakan lagu berlanggam Melayu, dia juga membuat lagu “Memori”, berdasarkan puisi Z. Pangaduan Lubis. Lagu dan syair ini diciptakan untuk mengenang penyair Chairil Anwar. Selain itu, ada lagu “Marilah Sayang”, berdasarkan puisi Aldian Aripin yang termuat dalam kumpulan puisinya Oh, Nostalgia.
Lily wafat pada 2 Oktober 1979 dalam keadaan ekonomi yang memprihatinkan. Menurut Harian Bukit Barisan, 4 Oktober 1979, Lily dimakamkan pada 3 Oktober 1979 di Taman Makam Pahlawan Medan.
Berkat dedikasinya, Lily pernah mendapatkan penghargaan dari PWI Cabang Medan pada 1975 dan Departemen P & K pada Maret 1979.
Namanya kini nyaris dilupakan. Padahal, menurut Hadely yang didengarnya dari para pakar musik, kualitas Lily sebagai komponis mungkin melebihi Ismail Marzuki.
Bahkan, kata Koko, Lily bisa membuat notasi musik (not balok) kalau mendengar pesawat lewat. Koko menyebut, Lily sudah menciptakan lebih dari 200 lagu semasa hidupnya.(FZB)