ILO Bersama Serikat Buruh Merespon RUU Kesejahteraan Ibu dan Anak

Tangerang, KPonline – Bicara tentang Kesejahteraan Ibu dan Anak, saat ini sedang hangat isu yang disusun dalam Rancangan Undang- Undang Kesejahteraan Ibu dan Anak (RUU KIA) yang diinisiasi oleh DPR RI dalam rapat paripurna DPR ke 26 tahun 2021 – 2022.

RUU KIA berencana mengatur cuti melahirkan selama 6 bulan dan 40 hari cuti ayah. RUU KIA ini juga mendapat respon beragam dari masyarakat. Dunia usaha dan kementerian ketenagakerjaan menganggap aturan ini akan menghambat penyerapan tenaga kerja perempuan di pasar kerja dan menghambat iklim investasi.

Sampai saat ini pemerintah telah mengirimkan daftar inventaris masalah kepada DPR untuk selanjutnya dibahas dalam rapat-rapat di DPR.

Dalam hal ini ternyata menjadi perhatian Serikat Buruh dan PBB. Badan PBB melalui International Labour Organisation (ILO) pun angkat suara.

ILO bersama 6 Konfederasi Serikat Buruh di Indonesia merespon bagaimana isi dari RUU KIA ini dan menuangkan dalam kegiatan lokakarya yang dituangkan dalam kertas posisi dari tiap usulan konfederasi.

Agenda ini dilaksanakan selama 2 hari pada 20-21 Juni 2023 bertempat di Hotel Mercure – Tangerang. 6 konfederasi serikat buruh yang hadir meliputi KSBSI, KSPI, KSPN, KSPSI Caitu, KSPSI dan Konfederasi SARBUMUSI.

Michicko, Perwakilan dari ILO mengatakan bahwa “Kesejahteraan ibu dan anak memang bukan menjadi tanggung jawab ibu saja, isu ini menjadi pembicaraan hangat, namun banyak aspek yang terkaitnya harus di bahas, misalnya jaminan sosialnya seperti apa, diskriminasinya yang terjadi setelah cuti maternitas ini seperti apa.”

Dia juga menambahkan bahwa dengan diadakan lokakarya ini harapannya kertas posisi yang akan dibuat dalam 2 hari tersebut, nantinya bisa dikawal bersama.

“Kedepannya akan kita buat tim atau seperti melakukan Forum Group Disscussion (FGD) dengan stakeholder yang ada, agar RUU ini dapat di implementasikan dengan baik.”

Supardi dari Konfederasi Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (KSBSI) juga menyampaikan,
“Sama-sama kita hasilkan gagasan yang bagus untuk dibuatkan drafting masukan dari seluruh peserta.”

Hadir pula Kementrian Ketenagakerjaan (Kemnaker) Bidang kepengawasan, Edwar Sihombing. Persepktif pandangan dari unsur pemerintah, “Kemnaker dalam hal ini melakukan data perbandingan , memastikan norma-norma yang ada dalam RUU KIA butuh pengawasan agar implementasinya berjalan dengan baik. melibatkannya pihak independent seperti akademisi,”

Sebenarnya apa issue yang diangkat dan menjadi concern serikat pekerja dalam RUU KIA ini?
SP/SB dalam hal ini mengkritisi dengan adanya adanya implementasi RUU KIA yang menjadi kurang efektif dengan berlakunya UU Ciptaker beserta turunannya telah menghilangkan jaminan kepastian kerja (job security) dan kepastian hidup bagi buruh.

Dalam hal ini RUU KIA seharusnya lebih focus mengatur tentang kesejahteraan Ibu dan Anak.

Terkait ibu bekerja biarlah diatur dalam peraturan perundang-undangan ketenagakerjaan.
Namun apabila ibu bekerja tetap diatur dalam RUU KIA, sebaiknya harus diikuti dengan beberapa kebijakan seperti Jaminan Sosial, cuti melahirkan 6 bulan,pojok laktasi dan tempat penitipan anak harus ada peta jalan terkait pembiayaan, bukan menjadi beban pemberi kerja seluruhnya, namun harus ada peran pemerintah sehingga perempuan dapat berkompetisi dipasar kerja karena tidak adanya keengganan lagi bagi dunia usaha untuk mempekerjakan buruh perempuan.

Melalui sambungan zoom, Lenni Rosalin selaku Deputi Bidang Kesetaraan Gender mengatakan.
Perkembangan RUU KIA ini adalah focus mengangkat issu pada 1000 hari pertama kehidupan (HPK), “Perkembangan ketiga di rapat panja, mengerucut pada RUU yang baru ini, focus mengangkat issu 1000 hpk dan ibunya, RUU KIA ini adalah inisiatif DPR yang disampaikan pemerintah juga presiden. Pemerintah mengirimkan tim dengan sebelumnya masih menggunakan RUU versi Lama, pembahasannya lewat FGD juga concernering.”

Dia juga mengatakan isu ketenagakerjaan dalam grand design RUU KIA tentunya memperhatikan Aspek perlindungan sosial seperti Upah, Jamsos, Istirahat Keguguran, Cuti Melahirkan, Waktu kerja dan Menyusui Anak.

“Perlu adanya peran pihak terkait baik internal maupun ekstenal, dalam hal ini aspek kepengawasan dan penegakan hukum juga tidak bisa tutup mata, harus adanya norma sanksi apabila hal ini terdapat penyimpangan,” jelasnya

Yang tak kalah penting juga perlindungan bagi buruh yang bekerja di ekonomi perawatan, seperti yang menjaga penitipan anak, sekolah paud, juga perlu diperhatikan perlindungan kerjanya.

Penulis : Mia (Kontributor Serang)