Bekasi, KPonline – Setidaknya sudah 2 kali di Bulan ini TPA Burangkeng longsor, tanggal 7 November dan 15 November 2024. artinya diperlukan perhatian khusus untuk penanganan bencana dilingkungan TPA Burangkeng.
Situasi ini turut mengundang keprihatinan Tuti Yasin dari Forum Pengurangan Resiko Bencana (FPRB) Kabupaten Bekasi. Apalagi hujan lebat hampir setiap hari turun, potensi longsor lagi sangat besar dan untuk kesekian kalinya tumpuk sampah Zona B TPA Burangkeng longsor.
“Berarti setidaknya sudah 2 kali di Bulan ini TPA Burangkeng longsor, tanggal 7 November dan 15 November 2024 artinya diperlukan perhatian khusus untuk penanganan bencana dilingkungan TPA Burangkeng, pengawasan atas kelola TPA dan manajemen pengelolaan TPA,” ujar Tuti Yasin sambil menjelaskan bagaimana kondisi di TPA tersebut.
Sampah TPA Burangkeng longsor sejak 7 November 2024, sebagian menjebol tembok arcon akibat tekanan sampah. Warga sekitar sangat khawatir dengan gunung-gunung sampah yang aburadul itu.
Kasus sampah TPA Burangkeng longsor sangat parah terjadi pada tahun 2021, dimana sampahnya menguruk Instalasi Pengolahan Air Sampah (IPAS) dan tempat pengomposan, gudang dan lainnya.
Tempat pembuangan akhir (TPA) harus dikelola secara Profesional karena jika sampah tidak dikelola sesuai standar dan peraturan perundangan akan menimbulkan malapetaka lingkungan dan kemanusiaan.
Yang terjadi di TPA Burangkeng, sejak dioperasikan dikelola secara Open Dumping, selain longsor di musim hujan ternyata sudah beberapa kali juga terjadi kebakaran ketika musim kemarau. Insiden lain juga dialami oleh supir-supir truk sampah yang armadanya terbalik hingga backhoe tergelincir.
Dari tinjauan lapangan oleh Tim FPRB juga menemukan Instalasi Pengelolaan Air Sampah (IPAS) TPA Burangkeng tidak dioperasikan mengikuti standar dan peraturan perundangan-undangan. Dampaknya sebagian leachate masuk ke kali dan lahan pertanian.
Keberadaan TPA seharusnya tidak menambah beban pencemaran lingkungan hidup, memperburuk panorama alam, mengancam kesehatan dan merugikan hak asasi manusia (HAM) warga sekitar, dikarenakan terancam oleh potensi resiko bencana.
“FPRB menghimbau agar stake holder terkait TPA Burangkeng segera melakukan analisis dan mitigasi potensi resiko bencana nya dan FPRB yang terdiri dari unsur Pentahelix termasuk didalamnya ada unsur akademisi, organisasi-organisasi pemerhati lingkungan hidup juga relawan kemanusiaan siap untuk berkolaborasi sebagai langkah pengurangan resiko bencana. Kenali Bahayanya, Kurangi Resikonya, Siap Untuk Selamat,” tutup Tuti Yasin.
Penulis: Deddy Chandra
Foto: Sopian