Semarang, KPonline – Audiensi antara Aliansi Buruh Jawa Tengah (ABJaT) presidium Jawa Tengah dengan Komisi E DPRD Provinsi Jawa Tengah yang dilaksanakan di Gedung Berlian, Jl. Pahlawan Semarang pada hari Rabu (13/11/2024) berlangsung sedikit ada ketegangan.
Dari pihak buruh merasa dalam audensi tersebut menganggap dari wakil rakyat kurang serius dalam menghadapi permasalahan upah ini, karena selalu mengatakan menunggu juklak dan juklisnya terlebih dahulu dari pusat sedangkan dari buruh sendiri menginginkan agar dari DPRD Provinsi Jawa Tengah tidak hanya menerima dan menyampaikan aspirasi saja ke Pusat, namun juga mendorong dan memberikan masukan kepada Pemerintah Pusat mengenai apa yang menjadi keinginan buruh di Jawa Tengah.
Sumartono wakil dari FSPMI yang juga merupakan Ketua KC FSPMI Semarang Raya menjelaskan kedatangannya secara gamblang dalam audensi tersebut untuk menyanggah pernyataan dari Wakil Ketua Komisi E Yudi Indras Wiendarto.
“Kita sampai ke sini adalah untuk menyampaikan formula untuk disampaikan ke atas fungsinya memberikan masukan sebagaimana amanat dari amar putusan MK, bukan menunggu dari Kementerian,” tegasnya.
“Jawa Tengah sudah terdiskreditkan masalah upah dari tahun 2015, inilah kesempatan bagi kita untuk menyampaikan keresahan kita, untuk menyampaikan rumusan bagaimana upah buruh di Jawa Tengah bisa dinaikkan. Formula upah yang kita minta kepada wakil rakyat kita dan juga mendorong kepada pemerintah pusat untuk menggunakan inflasi + pertumbuhan ekonomi + KHL,” lanjutnya.
Untuk mencapai KHL (Kebutuhan Hidup Layak) sendiri dari Sumartono mempersilahkan dorongan dari wakil rakyat bagaimana dan dari mau seperti apa dirinya tidak mempermasalahkan.
“Harapan kami meminta wakil rakyat kami dan kawan-kawan yang ada di Disnaker memberikan masukan, tidak hanya sekedar menunggu dari Kementerian,” ucapnya.
Senada dengan Sumartono, Pratomo Hadinata selaku Dewan Pengupahan Provinsi Jawa Tengah dari unsur SP/SB yang juga ikut dalam audensi mengajak secara aktif kepada wakil rakyat.
“Harapannya DPRD dapat mendorong semua stake holder yang ada di Jawa Tengah, sambil kita menunggu regulasi yang ada di pusat dari kita sendiri mau seperti apa. Jangan sampai setelah aturan keluar baru kita ribut. Sambil menunggu kita berikan masukan ke pemerintah pusat, kondisi Jawa Tengah seperti apa, dengan cara survei KHL agar pemerintah pusat paham kondisi di daerah,” ucapnya.
“Perlu kita pahami bersama, bahwa buruh adalah pihak yang keberadaan posisinya sangat lemah, seharusnya buruhlah yang dilindungi, kalau upah minimum dinilai akan merepotkan pengusaha itu adalah hal yang tidak wajar, seharusnya upah minimum dipertegas dahulu, upah minimum ditetapkan terlebih dahulu kalo pengusha tidak mampu silahkan dirundingkan. Bagaimana upah di Jawa Tengah ini setidaknya mendapatkan penghasilan yang layak,” tegasnya. (sup)