Buruh Smelting Mogok Kerja

Gresik, KPonline – Ini bukan kali pertama serikat pekerja FSPMI PT Smelting Gresik melakukan mogok kerja. Mengawali tahun 2017 sejak 8 Januari 2017, serikat pekerja yang diketuai Zaenal Arifin telah menyampaikan surat mogok kerja yang ditujukan kepada Manajemen PT Smelting dengan tembusan kepada pihak terkait seperti Disnaker tembusan ke Bupati Gresik , Polsek Manyar, Koramil Manyar dan Polres Gresik, DPRD Gresik dan DPW FSPMI Jatim. Menurut pria yang sudah menjabat ketua serikat 5 tahun ini, mogok kerja dipilih sebagai langkah terakhir akibat gagalnya perundingan pembahasan PKB (Perjanjian Kerja Bersama) VIII yang seharusnya berlaku di tahun 2017 ini. Adapun sebenarnya perundingan kedua belah pihak sudah dilakukan sejak 28 November 2016 dan berakhir tanggal 6 Januari 2017 sesuai Tata Tertib Perundingan PKB pasal 4 ayat (1).

Namun hingga tanggal berakhirnya perundingan tersebut, dari semua pasal atas draft yang diajukan Manajemen, banyak sekali pasal yg merugikan pihak pekerja dan serikat, sehingga sampai dg waktu yg ditentukan perundingan berakhir deadlock. Sehingga pihak serikat pekerja FSPMI PT Smelting memutuskan melakukan mogok kerja selama 1 bulan sesuai surat yang ditulis ke pihak2 terkait sejak tanggal 19 Januari 2017.

Bacaan Lainnya

Menurut pria kelahiran Kediri 45 tahun yang lalu, “Langkah mogok kerja ini harus kami ambil karena Manajemen sudah keempat kalinya melakukan pelanggaran isi PKB. Salah satu contoh pelanggaran PKB misalnya diskriminasi gaji dan tunjangan antara level I s/d level IV (yaitu operator s/d Senior Engineer) dengan level V dan VI (yaitu level Asmen dan Manager) yang timpang dan tidak sesuai rumusan gaji yang tertera di PKB sebelumnya. Dimana level I s/IV kenaikannya di angka ratusan ribu sementara level V dan VI kenaikannya menyentuh puluhan juta. Manajemen perusahaan asal Jepang yang mengolah tembaga asal Freeport ini juga pernah melakukan tindakan diskriminasi dengan menambah gaji pekerja di seksi security sebesar Rp. 2.000.000,sedangkan penambahan gaji tersebut tidak di atur di dalam Perjanjian Kerja Bersama 6 (PKB-6) tahun 2013 lalu.

“Kami melihat ada upaya-upaya Manajemen melakukan union busting (pemberangusan serikat) dan aksi “bersih2” dengan melakukan PHK kepada seluruh anggota serikat yang ikut mogok kerja sebanyak 309 orang dan menganggap mogok yang kami lakukan tidak sah padahal sah tidaknya kegiatan tersebut ada di keputusan pengadilan hubungan industrial”. Zaenal menambahkan,” Bahkan ada beberapa anggota kami yang sedang cuti umroh atau yang sedang dirawat di rumah sakit juga mendapatkan surat PHK. Ini kan sudah keterlaluan”. Parahnya lagi karyawan yang ikut aksi mogok juga “diblacklist” oleh sejumlah Rumah Sakit yang ditunjuk perusahaan sehingga mereka tidak bisa berobat tanpa adanya surat pemberitahuan Manajemen kepada pengurus serikat atau karyawan yang bersangkutan bahwa fasilitas kesehatan mereka sudah dinonaktifkan.

“Bagi kami arogansi Manajemen PT Smelting sudah keterlaluan. Sehingga kami tetap akan meneruskan aksi mogok ini bersama anggota-anggota yang lain mulai level operator sampai level Engineer hingga tercapai kesepakatan yang win win solution”, kata Zaenal mengakhiri pembicaraan” (AS)

Kronologi Mogok Kerja

Bahwa masa berlakunya Perjanjian Kerja Bersama 7 ( PKB-7 ) berakhir pada tanggal 08 Januari 2017.
Bahwa pada tanggal 12 Oktober 2016 Perusahaan mengirimkan surat Nomor : Sad-1079/OL-O/X/16 perihal Pemberitahuan Pelaksanaan Perundingan Pembaharuan atau perubahan PKB-7 ke PKB-8.

Bahwa pada tanggal 17 Oktober 2016 Pimpinan Unit Kerja Serikat pekerja Logam Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia PT.Smelting ( PUK SPL FSPMI PT.SMELTING ) mengirimkan surat tanggapan ke Perusahaan terkait pelaksanaan PKB 8 ( Surat No. 100-SM/PUK-SPL-FSPMI-2/X/2016 )
Bahwa perundingan Perjanjian Kerja Bersama 8 (PKB-8) dimulai pada tanggal 28 November 2016, dimana masing-masing pihak yang berunding Pengusaha dan Serikat Pekerja yang diwakili PUK SPL FSPMI PT. Smelting dan SKS.

Bahwa pada tanggal 29 November sampai dengan 1 Desember 2016, Perundingan Perjanjian Kerja Bersama 8 (PKB-8) dimulai dengan membahas Peraturan Tata Tertib tentang Perundingan Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama.

Pasal 4 ayat 1 Tata tertib menyebutkan Bahwa waktu perundingan PKB telah disepakati dimulai pada tanggal 28 Nopember 2016 dan berakhir paling lambat pada tanggal 6 Januari 2017.

Bahwa pada tanggal 6 januari 2017 perundingan Perjanjian Kerja Bersama 8 (PKB-8) berakhir sebagaimana Pasal 4 ayat 1 Tata tertib Perundingan Pembuatan Perjanjian Kerja Bersama.

Bahwa Kesimpulan poin 16 pada Notulen Perundingan Perjanjian Kerja Bersama 8 (PKB-8) tertanggal 6 Januari 2017 menyebutkan bahwa perundingan PKB-8 sesuai tata tertib Perundingan Perjanjian Kerja Bersama 8 (PKB-8) Pasal 4 ayat 1 berakhir pada tanggal 6 Januari 2017 dan kedua belah pihak belum mencapai kesepakatan untuk PKB-8.

Bahwa pada tanggal 8 Januari 2017, PUK SPL FSPMI PT. Smelting mengirimkan surat Pemberitahuan Mogok Kerja yang akan dilaksnakan oleh anggota Serikat Pekerja yang dimulai pada tanggal 19 Januari 2017.
Dasar/Alasan Mogok Kerja

PT. Smelting Gresik telah melakukan pelanggaran terhadap perjanjian bersama dan Perjanjian Kerja Bersama yang sudah disepakati dengan Serikat Pekerja (PUK SPL FSPMI PT. Smelting). Pelanggaran ini sudah dilakukan sebanyak 4 (empat) kali. Pelanggaran tersebut sangat merugikan pekerja/buruh dan mengakibatkan terciptanya hubungan industrial yang tidak harmonis.

PT. Smelting melakukan pelanggaran pertama terhadap Perjanjian Kerja Bersama 6 (PKB-6) pada tahun 2013. Pelanggaran tersebut berupa tindakan diskriminasi yakni dengan menambah gaji pekerja di seksi ISFB sebesar Rp. 2.000.000,-. Penambahan gaji tersebut tidak di atur di dalam Perjanjian Kerja Bersama 6 (PKB-6).

Pelanggaran ini menimbulkan konflik di antara pekerja akibat perlakuan diskriminasi. Konflik yang timbul berakhir dengan adanya Perjanjian Bersama antara PT. Smelting dengan Serikat Pekerja pada tanggal 12 Februari 2014.

PT. Smelting melakukan pelanggaran kedua terhadap Perjanjian Kerja Bersama Ke 7 (PKB-7) pada tahun 2014. Bermula pada kebijakan perusahaan yang melakukan mutasi pekerja/buruh di seksi IS ke seksi GA dan FB.

PT. Smelting untuk yang kedua kalinya melakukan pelanggaran serupa yakni dengan memberikan tambahan gaji (kontribusi obyek vital) Rp. 2.000.000, kepad pekerja level I di seksi GA dan FB. Aturan di dalam Perjanjian Kerja Bersama dengan jelas menyebutkan bahwa kontribusi obyek vital hanya diberikan kepada pekerja level I di seksi IS.

Pelanggaran ini menimbulkan konflik di antara pekerja akibat perlakuan diskriminasi. Konflik yang timbul berakhir dengan adanya Perjanjian Bersama antara PT. Smelting dengan Serikat Pekerja pada tanggal 29 Juni 2016.

PT. Smelting melakukan pelanggaran ke tiga terhadap Perjanjian Kerja Bersama 7 (PKB-7) pada tahun 2016.

PT. Smelting untuk yang ketiga kalinya melakukan pelanggaran dengan tidak menaikkan gaji pekerja/buruh sesuai dengan isi Perjanjian Kerja Bersama 7 (PKB-7).

PT.Smelting memberikan kenaikan gaji pekerja/buruh level 1 sampai dengan IV sebesar Rp. 350.000,-.

Sedangkan kenaikan gaji pekerja/buruh lebih besar dan berbeda di level I sampai dengan IV berdasarkan formula yang ada di Perjanjian Kerja Bersama 7 (PKB-7).

Pelanggaran ini menimbulkan konfik dan hubungan industrial yang tidak harmonis antara pekerja/buruh dengan management PT. Smelting.

Konflik yang timbul berakhir dengan adanya Perjanjian Bersama antara PT. Smelting dengan Serikat Pekerja pada tanggal 29 Juni 2016.

PT. Smelting melakukan pelanggaran keempat terhadap Perjanjian Kerja Bersama 7 (PKB-7) dan Perjanjian Bersama tertanggal yang telah disepakati tanggal 29 Juni 2016.

PT. Smelting untuk yang ke empat kalinya melakukan pelanggaran serupa yakni dengan memberikan tambahan gaji pokok sebesar kurang lebih Rp. 10.000.000,-, kepada pekerja level V sampai VI managerial di semua seksi.

Penambahan gaji pokok ini diberlakukan hanya kepada level V sampai VI Managerial saja dan tidak berlaku kepada level I sampai dengan IV.
Pelanggaran ini menimbulkan konflik di antara pekerja akibat perlakuan diskriminasi.

Oleh karenanya pada Perundingan Perjanjian Kerja Bersama 8 (PKB-8) Serikat Pekerja menuntut perlakuan yang sama karena perlakuan diskriminasi tersebut.

Tuntutan Serikat Pekerja tersebut dituangkan ke dalam draft Perjanjian Kerja Bersama 8 (PKB 8).

Sebagaimana yang tertuang dalam Tata Tertib Perundingan Perjanjian Kerja Bersama 8 (PKB-8) Pasal 4 ayat 1 bahwa waktu perundingan PKB telah disepakati dimulai pada tanggal 28 Nopember 2016 dan berakhir paling lambat pada tanggal 6 Januari 2017. Adapun perundingan berakhir pada tanggal 6 Januari 2017 dimana Pihak Pengusaha dan Serikat Pekerja belum mencapai kesepakatan untuk PKB-8. Pada akhirnya, Serikat Pekerja PUK SPL FSPMI PT. Smelting memutuskan untuk menggunakan hak Mogok Kerja sebagai upaya menyelesaikan segala permasalahan yang ada.
Tertanda

Pos terkait