Dalam kancah politik global, Partai Buruh Australia atau Australian Labor Party (ALP) adalah contoh yang layak diteladani, khususnya oleh Partai Buruh Indonesia yang masih berjuang menancapkan pengaruhnya di tengah dominasi oligarki dan politik uang. Partai Buruh pimpinan Anthony Albanese meraih kemenangan dalam pemilihan umum legislatif Australia, Sabtu (3/5/2025). Albanese mendeklarasikan kemenangan partainya setelah proyeksi hasil pemilu menunjukkan Partai Buruh berhasil meraih kursi mayoritas di Parlemen Australia. Kemenangan ini diraih setelah Albanese menonjolkan upaya pemerintahannya dalam meredakan kenaikan biaya hidup selama kampanye politik. Keberhasilan ini bukan semata-mata karena faktor sejarah atau keberuntungan, melainkan karena strategi, konsistensi, dan kemampuan membaca zaman yang cerdas.
Salah satu kekuatan utama ALP adalah hubungannya yang sangat erat dan organik dengan serikat-serikat buruh. Mereka tidak hanya menjadikan buruh sebagai massa pendukung, tetapi sebagai bagian tak terpisahkan dari struktur partai. Para pemimpin dan kader ALP banyak yang berasal dari aktivis serikat, sehingga suara-suara buruh benar-benar hidup dalam kebijakan dan sikap politik partai. Ini adalah pelajaran penting bagi Partai Buruh Indonesia. Di Indonesia, relasi antara partai politik dan gerakan buruh seringkali bersifat oportunistik dan elitis. Jika Partai Buruh ingin tumbuh menjadi representasi sejati kelas pekerja, maka hubungan yang organik dan strategis dengan serikat pekerja harus menjadi fondasi utama. Bukan hanya mengusung buruh sebagai kandidat, tetapi juga melibatkan serikat dalam proses pengambilan keputusan partai.
Keunggulan lain dari ALP adalah kemampuannya bertransformasi menjadi partai modern tanpa tercerabut dari akar ideologisnya. ALP menyadari bahwa tantangan zaman tidak lagi sebatas upah dan jam kerja, tetapi juga mencakup isu-isu yang lebih luas seperti perubahan iklim, kesetaraan gender, digitalisasi ekonomi, dan akses terhadap pendidikan serta kesehatan publik. Partai ini berhasil meramu agenda progresif yang tetap berpihak kepada rakyat kecil, namun relevan dengan aspirasi generasi baru pemilih. Di sinilah Partai Buruh Indonesia sering tertinggal. Retorika klasik tentang perlawanan terhadap kapitalisme dan pengusaha besar memang penting, tetapi tidak cukup. Yang dibutuhkan sekarang adalah narasi besar yang mampu menghubungkan perjuangan buruh dengan masalah-masalah sosial yang lebih luas dan menyentuh kehidupan sehari-hari masyarakat.
ALP juga unggul dalam membangun koalisi sosial-politik yang luas. Mereka tidak menutup diri dalam lingkaran sempit kelas pekerja, tetapi mampu menjangkau pemilih dari kelas menengah, pemuda, komunitas adat, hingga kalangan akademisi progresif. Strategi ini memungkinkan mereka memenangkan pemilu dan menerapkan kebijakan-kebijakan yang pro-rakyat saat berkuasa. Di Indonesia, Partai Buruh masih terlalu eksklusif dan belum sepenuhnya membuka diri kepada elemen-elemen masyarakat sipil lain yang juga memiliki kepedulian terhadap keadilan sosial. Padahal, kekuatan politik sejati dibangun bukan hanya dari satu kelas sosial, tetapi dari solidaritas lintas sektor yang terorganisir.
Yang paling penting, Partai Buruh Australia menunjukkan konsistensi dalam kebijakan publik. Ketika mendapat kepercayaan untuk memimpin, mereka benar-benar menjalankan agenda-agenda sosial demokrasi seperti jaminan kesehatan universal, perlindungan buruh, dan subsidi pendidikan. Konsistensi ini membangun kredibilitas partai di mata rakyat, dan menjadi pembeda antara partai buruh yang sejati dan partai yang hanya meminjam nama “buruh” untuk kepentingan elektoral. Ini adalah pelajaran paling krusial bagi Partai Buruh Indonesia: rakyat tidak membutuhkan partai yang pandai berpidato, tetapi partai yang bisa bekerja, bisa dipercaya, dan berani berpihak secara nyata.
Belajar dari ALP bukan berarti meniru mentah-mentah. Konteks Indonesia berbeda, tantangannya pun tidak sama. Tapi prinsip-prinsip dasar seperti akar kuat di gerakan buruh, keterbukaan terhadap isu-isu modern, kemampuan membangun koalisi rakyat, dan konsistensi dalam kebijakan adalah nilai-nilai universal yang bisa diadaptasi. Jika Partai Buruh Indonesia ingin menjadi kekuatan alternatif di tengah kekecewaan rakyat terhadap partai-partai lama, maka meneladani jejak Partai Buruh Australia adalah salah satu jalan yang layak ditempuh. Bukan sekadar untuk menang pemilu, tapi untuk membuktikan bahwa politik bisa benar-benar menjadi alat perjuangan rakyat.