Antara Rotasi, Mutasi, dan Hak-hak yang Dikebiri

Bogor, KPonline – Pagi ini aku bersiap-siap untuk berangkat ke pabrik seperti biasanya. Seperti biasa, sarapan nasi uduk dan gorengan, tidak lupa segelas kopi hitam tanpa gula kuteguk sebagai penambah semangat di pagi hari yang cerah ini. Kupanaskan si Kuda Besi butut sebelum menembus kemacetan jalanan pinggiran Ibukota.

“Hati-hati di jalan, ya Ayah…” Sebaris kalimat penyejuk hati dari istri dan kedua orang putriku yang cantik dan menggemaskan.

Yaa, tidak lain dan tidak bukan. Demi merekalah selama ini aku masih bertahan di salah satu pabrik komponen otomotif. Demi merekalah aku harus terus berjuang. Selain itu, aku juga harus tetap memperjuangkan kawan-kawan buruh yang ada di pabrik tempat aku mencari nafkah. Bagiku, itu sudah menjadi kewajiban sekaligus ladang amal bagi diriku sendiri.

Meskipun, pada kenyataannya…

Waktu sudah menunjukkan pukul 06:54, dan sebentar lagi waktunya untuk bekerja untuk memproduksi sebuah produk yang kemudian produk tersebut akan dijual oleh pihak perusahaan. Sebagian besar keuntungan dari penjualan akan diambil oleh pihak perusahaan. Dengan bermacam-macam dalih dan alasan, sebagian besar keuntungan akan digunakan untuk membeli lagi bahan baku produksi, biaya operasional perusahaan, membayar upah buruh-buruhnya, dan lain sebagainya. Serta segudang dalih dan alasan yang lain, yang mana aku pun tak tahu kemana larinya keuntungan perusahaan.

Di saat kawan-kawan buruh dipabrik yang lain mendapatkan tunjangan bonus akhir tahun, aku dan kawan-kawan buruh yang ada dipabrik ini hanya bisa gigit jari.

Di saat kawan-kawan buruh dipabrik yang lain mendapatkan tunjangan hari raya sebesar 2 kali upah, aku dan kawan-kawan buruh yang ada di pabrik ini hanya bisa mengernyitkan dahi.

Miris. Hingga saat ini, aku bersama pengurus PUK yang lain, masih terus berjuang menyadarkan kawan-kawan buruh di pabrik ini. Meskipun kesadaran itu hingga saat ini belum muncul juga. Tapi, ya sudahlah. Perjuangan kaum buruh sepertinya memang belum selesai dan tidak akan selesai dalam waktu dekat.

Bel pun berbunyi. Tanda waktunya untuk mulai bekerja dan memeras keringat. Bahu membahu antara bagian yang satu dengan yang lainnya, antara departemen yang ini dengan departemen yang itu. Dan disaat kulangkahkan kakiku menuju dimana mesin produksi yang biasanya aku “pegang”, terkejut bukan kepalang. Area tersebut kosong melompong, tak ada satu pun mesin produksi yang ada disitu.

Dari belakang tiba-tiba ada yang menepuk bahuku.

“Loh, memangnya kamu nggak baca pengumuman di papan masing (majalah dinding) dibelakang?” Aku menoleh dan kudapati seseorang yang sangat kukenal selama ini. Dia adalah Pak Pengawas, seorang karyawan “teladan” bagi pihak perusahaan.

“Mmmm, saya tidak tau Pak. Pengumuman apa ya, Pak?” Tanyaku dengan segudang teka-teki yang ada didalam pikiranku.

“Jadi begini, dikarenakan kamu terlalu aktif di organisasi serikat pekerja, dan hal itu sangatlah mengganggu kelancaran dari tingkat produktivitas yang sudah di targetkan oleh pihak perusahaan, maka sepertinya keinginan kamu tercapai. Selamat, mulai hari ini kamu bisa fokus dengan organisasi serikat pekerja yang kamu geluti.” Kalimat demi kalimat keluar begitu saja mulut Pak Pengawas.

Rasa senang bahagia bercampur dengan segala rasa kesal dan kegundahan, aku seperti mendengar petir di siang bolong. Pilihan hidup yang aku pilih sepertinya harus aku jalani dengan ikhlas. Organisasi serikat pekerjalah yang selama ini melindungi dan telah memberikan ilmu dan pengalaman yang bermanfaat.

Banyak tantangan yang dihadapi oleh setiap aktivis serikat pekerja. Tetapi, mereka dengan gagah menghadapinya. Bukan semata-mata untuk dirinya, tetapi untuk kepentingan jutaan orang yang lain.

Hidup itu pilih dan jalanilah dengan ikhlas.