Aksi Unjuk Rasa Aliansi Buruh Banten, Dihadang Pihak Kepolisian

Tangerang, KPonline – Kendati Rancangan undang-undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja sudah disahkan menjadi Undang-undang oleh DPR RI. Hari ini (Selasa, 06/10/2020) buruh yang tergabung dalam Aliansi Buruh Banten Bergerak (AB3), tetap melakukan aksi mogok kerja di depan perusahaan masing-masing tempat mereka bekerja.

Rencananya aksi mogok kerja secara serentak di seluruh nasional ini digelar selama 3 hari, dari tanggal 6 sampai 8 Oktober 2020.

Bacaan Lainnya

Dengan disahkannya UU Omnibus Law Cipta Kerja, justru semakin membuat buruh geram dan kecewa, lantaran belum tuntasnya penanganan pandemi covid-19. Pemerintah dan DPR RI, malah buat kebijakan yang menyengsarakan buruh dan rakyat.

Sekretaris Dewan Pimpinan Wilayah FSPMI (DPW FSPMI) Propinsi Banten, Bambang Santoso, mengatakan bahwa selama ini pemerintahan selalu membuat kebijakan yang pro terhadap pengusaha dan dinilai adanya mendegradasi nilai kesejahteraan buruh yang ada di Undang-undang Ketenagakerjaan no 13/2003.

“Kami setuju, upaya pemerintah dalam menanggulangi pengangguran dengan mendatangkan Investor ke sini, tapi kami tidak setuju, kalo semua itu hanya untuk kepentingan pengusaha, disisi lain buruh harus menerima pil pahit, adanya degradasi kesejahteraan. Terbukti 14 kebijakan ekonomi pemerintah, menguntungkan kepada pengusaha salah satunya tax amnesti.” Kata Bambang

Lanjut nya, Ia menjelaskan aturan dalam UU Omnibus Law, dimana 25 bulan nilai pesangon, 19 pengusaha dan 6 bulan ditanggung oleh pemerintah melalui BPJS TK dan tidak akan ada namanya karyawan tetap, karena kontrak bisa diberlakukan mulai 1 bulan hingga 12 bulan bahkan seumur hidup.

Bambang menambahkan, fakta yg ada dan terjadi di lapangan, seluruh aparatur pemerintah di bidang ketenagakerjaan ditingkat daerah kab/kota maupun provinsi dalam hal ini pengawasan ketenagakerjaan, tidak berjalan sama sekali.

“Kalo pengawasan menegakkan aturan yang ada, itu akan menjadi harapan bagi pekerja dan negara hadir memberikan perlindungan bagi warga negara, tapi realitanya negara abai bahkan terkesan masa bodo”. Tambah Bambang

Sementara itu, lebih mengejutkan, dalam aturan ketenagakerjaan sudah jelas, masih ada perusahaan yang melanggar tidak menjalankan UMK, tapi dalam Omnibus Law, upah pekerja justru harus diturunkan dari UMK atau UMSK menjadi UMP.

“Aturan ketenagakerjaan banyak dan jelas tapi tidak dilakukan benar, sangsi tidak tegas, pada akhirnya buruh lagi yang menjadi korban”. Ungkap Bambang saat diwawancarai Media Perdjoeangan di Kantor Konsulat Cabang FSPMI Tangerang.

Bambang menerangkan, mogok nasional ini sebagai bentuk protes atas hilangnya nurani pemerintah juga wakil rakyat, yang seharusnya menjalankan amanah UUD 1945 pasal 27 ayat 2 tentang Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak, pasal 33 ayat 3 yang berbunyi, Bumi, air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

“Ini bentuk protes kami, seharusnya Pemerintah dan wakil rakyat, bisa mengemban amanah yang sudah diatur dalam UUD 1945 pasal 27 ayat 2 dan pasal 33 ayat 3. Ini kok pemerintah malah cuex, gak dengarkan aspirasi kita. Malah pengusaha dan asing yang dipikirkan”. Terangnya

“Pengalaman kita, Kebijakan yang kita tolak dan dilakukan Judical Review tetap saja tidak tersentuh oleh Pengadilan, hasilnya selalu mental, pengusaha selalu diberi angin segar”. Pungkasnya

Ditempat yang berbeda, ratusan buruh mengungkapkan kekesalan dan kekecewaannya atas disahkannya UU Omnibus Law dengan melakukan aksi longmarch dari tempat bekerja sampai perbatasan Kota dan Kabupaten Tangerang, dan dihadang oleh aparat kepolisian dari Polres Tangerang Selatan.

Sampai saat ini, massa yang terhadang oleh pihak kepolisian membubarkan diri dan beberapa massa aksi masih sosialisasi berkeliling kawasan industri.

Pos terkait