Ada Cinta Diatas Laju Roda Dua

Cianjur, KPonline -“Maafkan aku. Aku tahu, seharusnya aku tidak mengatakan hal ini ke kamu. Tapi, aku ingin kamu mengerti apa yang aku maksud. Kamu jangan marah yaa.” nada suaraku mulai parau, seiring mulai redupnya cahaya sore di langit Ciloto, Cianjur.

Laju motor roda dua yang kami kendarai, mulai menuruni jalan yang mulai berliku. Semilir angin yang berhembus menerpa wajah dan rambutku yang mulai “gondrong”, seakan-akan mengelus wajah manis nan keibuan. Suatu waktu, dirinya pernah menyatakan hal tersebut, “Rambut kamu wangi, rasanya gimana gitu” nampak memerah pipi gembilnya sambil berucap hal itu.

Istana Kepresidenan Cipanas berdiri megah nan gagah. Berdiri kokoh disebelah kanan, ketika kami melewati gedung bersejarah tersebut menuju Cianjur. Sepanjang perjalanan, dirinya membicarakan banyak hal. Tentang dirinya, tentang keluarganya, bicara banyak tentang anggota-anggota PUK yang ada dipabrik, tentang anak-anaknya yang sedang mengenyam pendidikan agama di salah satu pesantren di Cianjur.

Bacaan Lainnya

Aku mengingat semua yang diucapkannya, bahkan aku merekam itu semua dilubuk hatiku yang paling dalam. Berharap, suatu hari nanti, dirinya menanyakan kesemua itu. Dan akan dengan bangga, aku akan menceritakan kembali, apa yang dulu pernah dia ucapkan. Tapi satu hal yang pasti, semakin kami mendekati Cianjur, semakin erat pelukan tangannya di lingkar pinggangku yang sudah mulai melebihi standar. Hangat tubuhnya, bersandar dipunggungku, ketika laju roda dua terus menyusuri jalanan Cianjur yang terasa lembab dan sejuk.



“Aku sayang kamu” ucapku lirih sambil agak menoleh kesamping kiri, dimana pipi kanannya ditempelkan ke sweater abu-abu yang aku kenakan. “Mmmmhhh” hanya itu jawaban yang keluar dari bibirnya. Dan pegang erat tangannya yang melingkar dipinggangku, semakin erat. Ada rasa hangat yang menyelimuti relung-relung hati. Tanpa gerak lisan pun, aku sudah memahami jawabannya.

“Aku tahu” tiba-tiba dirinya berucap. Singkat saja. Kembali aku mengutarakan isi hati ini untuk kali kedua. “Aku sayang kamu. Kamu tahu kan?” pernyataan yang disambung dengan pertanyaan tersebut kembali dijawab dengan singkat saj. “Iya, sayang. Aku tahu” sambil mencubit manja dadaku. Pun meski aku tidak membutuhkan jawaban lisan yang tegas, aku tahu apa yang ada didalam isi hatinya. Hanya saja, kesejukan semilir angin Cianjur mulai membuat hatiku dingin. Jawaban itu seakan-akan membuat hangat tubuhku, menentramkan jiwa. Itu sudah lebih dari cukup, Sayang.

Persimpangan antara Cianjur, Sukabumi dan ke arah Bandung sudah mulai nampak dikejauhan. Hasrat hati pun seakan-akan ingin melambat-lambatkan laju kendaraan roda dua yang kami naiki. Agar aku bisa berlama-lama dengannya. Semakin lama semakin lebih baik.

“Sudah, sampai disini saja. Kamu pulanglah. Aku bisa jaga diri kok” ucapmu padaku, seraya kau dekatkan bibir indahnya ke arah telingaku. “Aku tahu, kamu bisa menjaga diri. Tapi izinkan aku berlama-lama denganmu. Kali ini saja” batinku berkata lirih.

Dan bus yang mengarah ke Bandung pun tiba. Sedetik kepalanya menoleh padaku, sebelum menaiki tangga bus. Lalu turun kembali. Menabrak tubuhku dan merangkulnya dengan erat. Waktu terasa terhenti untuk beberapa saat. Dan aku begitu menikmati momen indah ini. Hangat pelukmu mengingatkanku pada seseorang di waktu lampau.

Wajahnya menatap wajahku. “Kamu jangan nakal ya. Karena aku tahu, kamu tuh nakal” sambil memencet hidung pesek yang menempel diwajahku. Dan beberapa menit kemudian, hanya bisa menatap wajah murungmu dari balik jendela bus. Hatiku pun berbisik, seakan-akan berteriak. “Kamu akan kembali lagi kan?” (RDW)

Pos terkait