Demi Kendeng Lestari

Jalan kaki menempuh jarak 150 Km (Foto: Dhyta Caturani)

Pertiwiku
Tak bela kanthi lumaku
Pamrihe bisaa
Anak putu amarisi
Melu ngrasakake sandang lawan boga

Jakarta, KPonline – Jumat 9 Desember 2016, setelah 4 hari 4 malam (5 – 8 Desember 2016) kami berjalan kaki (longmarch), menempuh jarak ratusan kilometer, dari Rembang – Semarang, kami hadir di rumah pemimpin kami, Bapak Ganjar Pranowo, selaku Gubernur Jawa Tengah. Kedatangan kami untuk menagih janjinya bahwa beliau akan mematuhi semua putusan pengadilan, dalam hal ini putusan PK Mahkamah Agung atas kasus semen di Rembang.

Bacaan Lainnya

Dalam amar putusan MA tertanggal 5 Oktober 2016 dengan No Register 99 PK/TUN/2016 tersebut, mewajibkan kepada pihak tergugat dalam hal ini Pemerintah Propinsi Jawa Tengah untuk mencabut izin lingkungan Nomor: 660.1/17 Tahun 2012 tertanggal 7 Juni 2012 tentang kegiatan penambangan yang telah dikeluarkan kepada PT. Semen Gresik, Tbk (sekarang berganti nama menjadi PT. Semen Indonesia), dan menghentikan semua obyek sengketa.

Dipatuhinya keputusan MA ini menjadi pembelajaran bagi kita semua, baik pemerintah, rakyat maupun korporasi, untuk tetap konsisten menjadikan HUKUM SEBAGAI PANGLIMA KEADILAN di negeri ini.

Pasal 40 ayat (2) “Undang-Undang Lingkungan Hidup. Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan.”

Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung telah keluar pada 5 Oktober 2016. Menariknya, putusan PK tersebut (No Register 99 PK/TUN/2016) memenangkan atau mengabulkan permohonan warga Kendheng atas pembatalan ijin lingkungan PT Semen Indonesia yang dikeluarkan perizinannya oleh Gubernur Jawa Tengah. Hakim yang memutus putusan di Mahkamah Agung terdiri dari: Yosran, SH., MH. (Hakim P1); Is Sudaryono (Hakim P2), dan Dr. Irfan Fachruddin, SH., CN. (Hakim P3, Ketua Majelis), dengan Panitera Pengganti: Maftuh Effendi, SH., MH.

Pembatalan Surat Keputusan Gubernur Jawa Tengah Nomor 660.1/17/2012 tertanggal 7 Juni 2012 tentang Izin Lingkungan Kegiatan Penambang dari Pembangunan Pabrik Semen PT Semen Indonesia, sebagaimana Putusan MA, merupakan koreksi atas penyelenggaraan pemerintahan berdasarkan asas-asas umum pemerintahan yang baik (AUPB).

Tentunya, mematuhi dan melaksanakan Putusan MA merupakan bagian tak terpisahkan dalam sistem negara hukum Indonesia.

Kami khawatir, bahwa Putusan MA tersebut akan disia-siakan sebagai langkah koreksi atas proses perijinan atau administrasi, terutama menyimak perkembangan dari media, seperti wacana yang dilakukan oleh DPR RI Komisi IV usai kunjungan kerjanya di lokasi industri (baca: Komisi VI DPR ‘Pasang Badan’ untuk Pabrik Semen Rembang, CNN Indonesia, 28 November 2016; Putusan MA Tak Hentikan Pembangunan Pabrik Semen Indonesia, JPNN, 13 Oktober 2016).

Argumentasi “melawan” putusan MA tersebut, selalu dikaitkan dengan “nasionalisme, investasi yang sudah mendekati 5 T rupiah, dan jumlah warga yang menolak sedikit.” Penting hal Pembukaan UUD Negara RI, yang menyatakan melindungi segenap warga negara Indonesia untuk menuju kesejahteraan sosial. Nasionalisme itu bukan menyingkirkan hak-hak dasar warga negara, bukan memiskinkan, bukan mencerabut kehidupan sosial dan komunitas tradisionalnya, dan bukan dibangun atas penderitaan rakyatnya. Sebagaimana dinyatakan oleh pernyataan pers Pusat Studi Hukum HAM Fakultas Hukum Unair, sebagai “nasionalisme 5 T”.

Bahwa, perlu diketahui ijin lingkungan akan berdampak pada dibatalkannya izin usaha, sebagaimana ditegaskan dalam pasal 16 ayat (1) dan (2) Dalam hal izin lingkungan dicabut, izin usaha dan/atau kegiatan dibatalkan.

Oleh sebab itu, kami menyatakan, mendesak Gubernur Jawa Tengah untuk patuh hukum terhadap Putusan Mahkamah Agung PK No Register 99 PK/TUN/2016 dan menghormatinya sebagai pertanggungjawaban konstitusional pejabat negara, dan membatalkan ijin lingkungan kegiatan penambangan.

Bahwa pembangkangan untuk mengeksekusi putusan MA dalam bentuk pembatalan ijin lingkungan, merupakan pembiaran yang mengakibatkan kemunduran atas situasi yang merugikan publik, terutama keadilan ekologi dan sosial. Hak asasi manusia yang diakui sebagai hak konstitusional warga negara akan mudah hilang. Bahwa di tengah proses pembiaran, justru Negara Hukum tidak hadir untuk mengawal kebijakan, melainkan justru mencipta situasi ketidakadilan tersendiri.

Hujan dan panas, lecet di kaki, bukan menjadi kendala bagi kami untuk terus MEMPEROLEH HAK KAMI yaitu tetap lestarinya Pegunungan Kendeng, tetap lestarinya tanah garapan kami dan kami bisa hidup damai dan tentram sebagai PETANI, karena ancaman akan musnahnya sumber air sebagai bahan utama bagi seluruh kehidupan termasuk pertanian bisa terelakkan. Lebih dari itu semua, dengan lestarinya Pegunungan Kendeng dan kawasan-kawasan karst yang lain, maka Jawa Tengah akan tetap lestari menjadi lumbung pangan dan kedaulatan pangan juga pasti terwujud. Perjuangan ini adalah perjuangan bersama. Tidak mengenal sekat wilayah. Pegunungan Kendeng membentang panjang mulai dari Kab. Tuban, Kab. Rembang, Kab. Blora, Kab. Grobogan, Kab. Pati dan Kab. Kudus. Jadi rusaknya wilayah Pegunungan Kendeng di salah satu kabupaten, PASTI akan merembet ke daerah lain bahkan seluruh Jawa terancam bencana ekologis.

Kami menyebut dengan “HAK KAMI” karena kami sangat sadar bahwa semua rakyat Indonesia mempunyai tanggung jawab yang sama untuk terus menjaga kehidupan ini agar terus menjadi semakin baik. Kelestarian Pegunungan Kendeng dan kawasan-kawasan karst yang tidak semata-mata hanya untuk kepentingan PETANI dan pertanian, tetapi juga untuk keberlangsungan kehidupan anak cucu kita kelak. KESEJAHTERAAN bagi kami adalah dimana kami bisa hidup bebas tanpa “ancaman” kehilangan lahan penghidupan, tetap bangga menjadi jati diri kami sebagai PETANI dan menjadi tuan atas diri kami bukan buruh. Jika dihitung secara ekonomi, maka menjadi PETANI pasti jauh lebih sejahtera dibanding menjadi buruh.

Hak atas kehidupan yang tetap sejahtera sebagai petani telah kami perjuangkan secara damai dan bermartabat. Sudah menjadi nafas kami para PETANI yang penuh dengan kesederhanaan, bahwa untuk memperoleh suatu kebaikan, kita juga harus menebar kebaikkan. PINTU PENGADILAN adalah pilihan kami setelah berbagai upaya rembugan yang kami inginkan kepada pihak pemerintah daerah tidak ditanggapi secara serius. Peletakkan batu pertama pembangunan pabrik semen menjadi bukti bahwa suara kami TIDAK DIDENGARKAN.

Kami mendirikan “tenda perjuangan” sejak 2,5 tahun yang lalu hingga hari ini, sebagai bentuk penolakan ekspansi pabrik semen di wilayah kami, berdiri tepat di pintu masuk tapak pabrik milik PT. Semen Indonesia, 24 jam kami berjaga bergiliran sambil terus melatunkan dzikir, memohon ridho dan keadilan dari Gusti Allah Sang Penguasa Jagad, semuanya kami lakukan dengan ikhlas, tanpa bayaran, tanpa suruhan, tanpa pamrih sedikitpun. Kini, saat Gusti Allah menjawab doa tangisan kami melalui pintu pengadilan MA yang telah memberikan keadilan yang hakiki kepada kami, sudah selayaknya dan sepatutnya semua pihak mematuhinya.

Alasan kami untuk terus memperjuangkan kelestarian Pegunungan Kendeng agar kita semua terhindar dari ancaman bencana ekologis dan demi masa depan anak cucu kita semua. Berbagai penderitaan kami lalui dengan tabah. Fitnah dan tudingan miring seolah menjadi vitamin bagi jiwa kami untuk tetap tegar dan tegak berdiri menyuarakan KEBENARAN.

Kehidupan guyub di desa kami kini terancam perpecahan akibat adu domba demi terwujudnya “proyek pabrik semen yang prosesnya sarat dengan berbagai pelanggaran”. Masih banyak pekerjaan rumah yang harus kita selesaikan bersama. Sebagai Petani, kami wajib untuk terus bertani secara baik dan benar, tetap menjaga kelestarian alam. Sebagai masyarakat, kami wajib untuk terus merangkul semua saudara-saudara kita yang awalnya terpecah belah karena kasus ekspansi semen ini, untuk tetap mengedepankan kehidupan yang guyub rukun dan gotong royong.

“Lestari Kendengku, Lestari Indonesiaku”
Salam Kendeng Lestari………

Sumber: Pers Rilis Jaringan Masyarakat Peduli Pegunungan Kendeng (JM-PPK).

Foto: Dhyta Caturani

==========
Baca juga artikel terpilih tentang perjuangan petani untuk mempertahankan Kendeng agar tetap Lestari yang diterbitkan KPonline.

Pos terkait