Tragedi Seruyan, PIJAR Sebut Akibat UU Cipta Kerja Perampasan Tanah Akan Terulang

Jakarta,KPonline – Belum selesai masalah bentrok aparat dengan warga di Pulau Rempang, Batam, pada 7 September lalu, kejadian serupa terjadi di Bangkal, Seruyan, Kalimantan Tengah tepat sebulan setelahnya. Parahnya, seorang warga, Gijik, 35 tahun, tewas di tempat dan dua lainnya terluka berat diduga karena tertembak aparat pada Sabtu, 7 Oktober 2023.

Sekretaris Perhimpunan Jurnalis Rakyat Suhari Ete meminta aparat kepolisian ditarik dari Bangkal dan mendesak presiden dan kapolri mengusut tuntas dan menindak tegas pelaku penembakan secara transparan.

Ia menambahkan pengelolaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria sejatinya tidak boleh memperdalam ketimpangan, menyingkirkan rakyat dari sumber-sumber penghidupan mereka, serta memperkuat mereka yang duduk ongkang-ongkang kaki menjadi gemuk-gendut karena menghisap keringatnya orang-orang yang disuruh menggarap tanah.

“Dengan kata lain, jika pengelolaan dan pemanfaatan sumber-sumber agraria yang di jalankan negara belum mampu meninggikan taraf hidup rakyat kebanyakan, setidaknya tidak memperdalam ketimpangan dan dislokasi sosial”

Suhari menyebut paska di tetapkan UU Cipta kerja perampasan tanah Rakyat Semakin Brutal, Ia mencatat implementasi kebijakan turunan UU Cipta Kerja semakin memperburuk keadaan, petani, nelayan dan masyarakat adat.

“Kita lihat setiap hari meningkatnya ancaman penggusuran dan perampasan tanah atas nama Proyek Strategis Nasional, dan ini akan terus terjadi. Berbagai kemudahan proses pengadaan tanah untuk pembangunan infrastruktur melalui turunan dari UU Cipta Kerja telah meningkatkan eskalasi penggusuran dan perampasan tanah di lapangan dengan dalih proyek strategis nasional” tambahnya

“ Belum lagi dampak lingkungan yang secara prinsip UU Cipta kerja mengampuni kejahatan kehutanan melalui mekanisme keterlanjuran dan mereduksi sanksi pidana menjadi sanksi administrasi yang juga menempatkan kuantifikasi lingkungan serta dampak lingkungan menjadi uang

Seperti di ketahui peristiwa itu terjadi ketika warga Bangkal melangsungkan aksi damai menuntut tanah plasma mereka dari PT Hamparan Masawit Bangun Persada I atau PT HMBP I, pada Sabtu, 7 Oktober 2023. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) menyebut perusahaan itu telah membuka bisnis perkebunan sawit di atas tanah warga sejak 2006. PT HMBP I ini merupakan anak perusahaan Best Group Agro International milik Tjajadi.

Adapun warga Bangkal, dan warga Terawan serta Tabiku telah melakukan aksi protes menuntut tanah plasma mereka itu sejak September lalu. Mereka melakukan blokade jalan di areal yang telah diklaim oleh perkebunan PT HMBP I tersebut. Aparat kepolisian bahkan sempat menembakkan gas air mata saat ibu-ibu dan warga Bangkal mendekati pabrik sawit, Sabtu, 16 September 2023.

Selanjutnya, warga melakukan pertemuan dengan pihak pemerintah dan perusahaan, pada Rabu, 3 Oktober 2023. Namun, PT HMBP I menolak tuntutan warga tersebut. Warga pun kembali turun pada Sabtu kemarin dan menyebabkan bentrok dengan aparat. KPA mencatat sedikitnya 20 orang warga mengalami kriminalisasi dan tiga orang tertembak. Dua di antaranya kritis serta satu orang tewas di tempat