Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat Jawa Tengah Sikapi Majelis Hakim yang Memutus Bersalah Empat Mahasiswa

Semarang, KPonline – Sidang perkara pidana kriminalisasi 4 mahasiswa penolak omnibus law yaitu IRF, NAA, IAH dan MAM pada hari Selasa (8/6/2021) memasuki agenda pembacaan putusan oleh Majelis Hakim. Dalam amar putusannya, Majelis Hakim memutus bahwa keempat terdakwa terbukti bersalah melanggar pasal 216 KUHP dan divonis 3 bulan pidana penjara, namun tidak perlu dipenjara, dengan masa percobaan 6 bulan dikurangi masa tahanan karena dianggap tidak menaati himbauan dari aparat kepolisian saat aksi demonstrasi. Artinya, para terdakwa tidak dipenjara jika dalam 6 bulan ke depan tidak melakukan tindak pidana.

“Menyatakan, terdakwa bersalah sebagaimana diatur dalam Pasal 216 ayat (1) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Menghukum terdakwa dengan pidana selama tiga bulan penjara, dengan masa percobaan selama enam bulan,” kata hakim Sutiyono saat membacakan putusannya.

Menanggapi putusan hakim tersebut, pihak para mahasiswa tersebut menyatakan pikir-pikir. “Kami masih menentukan sikap pikir-pikir sampai tujuh hari ke depan,” kata kuasa hukum mahasiswa, Kahar Muamalsyah dari PBHI Jawa Tengah.

Tak seberapa lama dari Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat Jawa Tengah segera mengeluarkan rilis persnya menyikapi permasalahan tersebut. Majelis Hakim yang memutus bersalah para pejuang demokrasi ini dinilai mengambil pertimbangan yang sangat bertentangan dengan fakta-fakta yang telah terungkap di persidangan, mulai dari saat penangkapan, tidak diperbolehkan di damping oleh kuasa hukum, sampai adanya dugaan penyiksaan selama penyidikan berlangsung.

”Seluruh pertimbangan hakim tersebut semakin melengkapi  design sekaligus puzzle kriminalisasi oleh aparat penegak hukum. Mulai dari kasus yang dibuat-buat sampai pertimbangan hakim yang bertentangan dengan fakta dipersidangan”, ungkap Eti Oktaviani dari LBH Semarang

Berkaca dari banyaknya tindakan Unfair Trial yang tidak dipertimbangkan tersebut, maka secara terang putusan Majelis Hakim terhadap keempat Pejuang Demokrasi dinilai turut mencederai sistem peradilan pidana yang berkeadilan. Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat Jawa Tengah menganggap bahwa dalam memutus perkara ini, majelis tidak mau melihat fakta-fakta yang telah terjadi secara utuh dan komprehensif, melainkan hanya memandang dan mempertimbangkan fakta soal peristiwa pelemparan saja, walaupun secara jelas telah terbukti bahwa tidak ada akibat apapun yang ditimbulkan karena pelemparan tersebut.

Berangkat dari hal diatas, Tim Advokasi Kebebasan Berpendapat mengajak seluruh elemen masyarakat sipil untuk kembali merapatkan barisan guna melawan persekongkolan jahat oligarki yang terus melakukan perampasan ruang hidup serta menciptakan ketidakadilan bagi masyarakat. (sup)