Terkait Kasus Smelting, Pemerintah Diminta Turun Tangan

Jakarta, KPonline – Santernya isu Minerba dan konflik antara Pemerintah RI dengan PT. Freeport baru-baru ini tidak terlepas dari PT. Smelting yang ada di Gresik, Jawa Timur. PT. Smelting merupakan smelter PT. Freeport yang sahamnya 75% dikuasal oleh Mitsubishi Jepang dan 25% milik PT. Freeport.

Sebanyak 4O% hasil tambang PT. Freeport dikelola di pabrik peleburan ini. Pabrik ini adalah satu-satunya smelter yang ada di Indonesia, bahkan di Asia Tenggara. Dalam satu tahun, PT. Smelting mengolah lebih dari 1 juta ton hasil tambang PT. Freeport.

Bacaan Lainnya

PT. Smelting sendiri dalam satu tahun mampu menghasilkan produk berupa tembaga lebih dari 300 ribu ton dengan kemurnian 99,99%. Produk Tembaga yang dihasilkan tersebut rupanya masih belum mampu mencukupl kebutuhan tembaga, baik di dalam negeri maupun di Asia Tenggara. Hal inilah yang menjadikan alasan perlu dibangunya smelter-smelter lain di Indonesia, selain untuk membuka lapangan kerja baru dan termasuk diantaranya agar 60% hasil tambang PT. Freeport dapat di kelola di dalam negeri.

Bila ditelisik lebih dalam, PT. Smelting atau smelter merupakan pabrik yang sangat menguntungkan. Hal lnl dikarenakan bukan hanya produk utama yang bisa dijual melainkan hasil samping atau limbahnya juga memiliki nilai jual yang fantastis. Dalam satu tahun, PT. Smelting dapat memberikan hasil penjualan mencapai 40 Trillivun Rupiah. Nilai tersebut tentunya dapat bermanfaat bagi Negara kita jika dikelola dengan baik.

Namun ada hai lain yang perlu diperhatikan oleh pemerintah saat ini, dimana PT. Smelting yang ada di Gresik berhenti beroperasi. Hal ini dikarenakan adanya konflik antara pekerja dengan pengusaha.

Pekerja menganggap, PT. Smelting melakukan pelanggaran terhadap perjanjian kerja bersama, serta melakukan PHK secara sepihak kepada 309 pekerja tetap yang sudah bekerja lebih dari 10 tahun. Tidak dapat beroperasinya secara maksimal PT. Smelting yang ada di Gresik saat lni berpengaruh besar terhadap pasokan tembaga di dalam negeri. Hal ini dapat menyebabkan harga tembaga melonjak naik saat ini dan dapat mempengaruhi penumbuhan pasar kabel di Indonesia serta dapat terganggunva proyek pemerintah untuk pembangkit 35.000 MW. Di sisi lain, sejak terjadinva konflik ini, saham Mitsubishi Materials Corp. turun sampal 20 % di bulan maret ini.

Bermacam upaya sudah dilakukan oleh Serikat Pekeria FSPMI PT. Smelting untuk memperiuangkan nasib 309 pekerja yang di PHK sepihak.

Mulai dari musyawarah dengan pihak management, Disnaker, mengadukan nasib kepada Gubernur Jawa Timur, bahkan menyampaikan aspirasinya ke DPRPD dan DPR RI. Namun sampai saat ini upaya tersebut nampaknya belum mebuahkan hasil.

Sudah hampir 3 bulan pekerja yang di PHK tersebut tidak menerima gaji. Hal tersebut diperparah lagi dengan tindakan Management PT. Smelting yang mencabut fasilitas kesehatan terhadap pekerja dan keluarga yang di PHK. Bahkan ada istri dari pekerja yang mengalamai kecelakaan kerja dan tidak bisa mendapatkan fasilitas kesehatan yang biasa diterima di Rumah sakit. Terakhir ada istri dari pekeria yang di PHK melahirkan dan serikat pekerja FSPMI PT. Smelting yang mencarikan dana untuk biaya bersalin tersebut. Alhamdulilah Serikat Pekerja FSPMI PT. Smelting dapat mendanai beberana biaya rumah sakit tersebut kata Syarifuddin selaku Bendahara Serikat Pekerja FSPMI PT. Smelting.

Menurut Zaenal Arifin selaku Ketua PUK SPL FSPMI PT. Smelting, pemerintah harus turun tangan dalam menangani masalah ini. Mengingat program pemerintah dalam mengurangi pengangguran dan melihat potensi besar dari pabrik Smelter ini. Pengusaha PT. Smelting telah melanggar perjanjian dan perundangan-undangan, maka sudah sepantasnva pemerintah segera turun tangan untuk menyelesaikan konflik yang terjadi antara karyawan dan perusahaan.

Pos terkait