Setelah Presiden KSPI, Kini Giliran Sekjend KSPI Dipanggil Polisi Terkait Makar

Jakarta, KPonline – Setelah Presiden KSPI, kini giliran Sekretaris Jenderal KSPI dipanggil Polda Metro Jaya sebagai saksi dalam kasus terkait makar. Hal ini menunjukkan, bahwa dugaan adanya makar adalah sesuatu yang serius.

Bukan saja ancaman pidana bagi pelaku makar yang tak bisa dianggap ringan. Tetapi, karena, mereka yang selama ini dikaitkan dengan kasus makar adalah orang-orang yang memiliki sikap kritis terhadap Pemerintah.

Bacaan Lainnya

Seperti halnya Iqbal, Rusdi menanggapi santai pemanggilan dirinya sebagai saksi. Rusdi mengatakan, surat pemanggilan atas dirinya adalah surat cinta.

Sekjen KSPI itu akan diperiksa Penyidik Subdit Keamanan Negara (Kamneg) Ditreskrimum Polda Metro Jaya (PMJ) sebagai saksi kasus dugaan makar dan permufakatan jahat pada hari Senin (19/12/2016) jam 15.00 wib.

“Hari ini (Jumat), saya terima surat panggilan pemeriksaan dari PMJ sebagai saksi terkait (dugaan kasus) makar,” ujar Rusdi.

Berdasarkan surat panggilan bernomor S.Pgl/22868/XII/2016/Disreskrimum yang diterimanya, Rusdi mengaku tidak mengetahui atau diberitahu penyidik akan diperiksa sebagai saksi untuk tersangka yang mana.

Perjuangan buruh bukan makar.

Rusdi juga menegaskan akan hal itu. Bahkan dia sendiri yang membuat surat instruksi, agar massa buruh tidak ke DPR dalam aksi 212 itu. KSPI juga tdiak hadir dalam konferensi pers tanggal 1 Desember, yang disebut sebagai perencanaan makar itu.

“Tanggal 1 Desember saya bersama Disrekrimum Polda Metro Jaya ke Mahkamah Agung untuk menanyakan perihal judicial review PP 78/2015,” kata Rusdi. Bahkan, malamnya, dia dan beberapa petinggi KSPI yang lain bertemu dengan Kapolda Metro Jaya untuk membicarakan perihal aksi 212.

Membantah hendak melakukan makar, bukan berarti para pemimpin KSPI ini hendak cari selamat sendiri. Sama sekali bukan. Iqbal bahkan mengatakan, tidak selayaknya para aktivis yang kini sudah ditetapkan sebagai tersangka, dijerat dengan kasus makar.

Dia khawatir, ini menjadi ancaman bagi demokrasi. Bahkan, lebih jauh lagi, Iqbal menduga ini adalah upaya untuk membungkam suara kritis. (*)

Media KSPI

Pos terkait