Sebuah Refleksi atas Praktik Penahanan Ijazah di Indonesia

Sebuah Refleksi atas Praktik Penahanan Ijazah di Indonesia

Solo, KPonline – Ijazah masih menjadi salah satu tolok ukur penting dalam menilai seseorang di masyarakat khususnya Indonesia. Banyak orang masih percaya bahwa ijazah yang tinggi dan dari institusi yang ternama dapat menentukan kesuksesan dan kredibilitas seseorang.

Namun, ironisnya, moralitas seringkali terabaikan dalam proses penilaian ini. Banyak kasus menunjukkan bahwa orang-orang dengan ijazah yang tinggi dan prestise dapat melakukan tindakan yang tidak etis dan tidak bermoral tanpa mendapatkan sanksi yang setimpal.

Belakangan, kasus penahanan ijazah sebagai jaminan masih saja terjadi di beberapa perusahaan. Praktik ini tidak hanya merendahkan martabat karyawan, tetapi juga menunjukkan bahwa perusahaan lebih mengutamakan keuntungan daripada menghargai hak-hak dasar karyawan. Ijazah seharusnya menjadi simbol pencapaian akademik, bukan alat untuk mengontrol atau menekan individu.

Moralitas dan integritas seharusnya menjadi prioritas utama dalam menilai seseorang, bukan hanya ijazah yang dimiliki. Seseorang dengan moralitas yang baik dan integritas yang kuat dapat menjadi aset berharga bagi masyarakat dan organisasi. Oleh karena itu, perlu ada perubahan mindset dalam masyarakat dan dunia kerja untuk lebih menghargai moralitas dan integritas daripada hanya mengandalkan ijazah.

Pemerintah dan lembaga terkait juga perlu mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi praktik penahanan ijazah dan mempromosikan kesadaran akan pentingnya moralitas dan integritas di tempat kerja.

Dengan demikian, kita dapat menciptakan masyarakat yang lebih adil dan beradab, di mana moralitas dan integritas menjadi nilai-nilai yang dihargai dan dijunjung tinggi. (Yanto)