Sawarna dan Sejarahnya

Banten, KPonline – Desa Wisata Sawarna adalah sebuah Desa wisata di Kecamatan Bayah, Kabupaten Lebak, Banten. Desa Sawarna berbatasan langsung dengan Samudera Hindia, di sisi selatan sehingga Desa Sawarna merupakan kawasan pesisir pantai.

Pantai berpasir putih yang silih berganti dengan jajaran karang-karang terjal membuat pesisir Desa Sawarna sarat akan keindahan. Terbentang dari Pantai Pulo Manuk di sisi barat hingga ke Pantai Karang Taraje di sisi timur, sajian bentang alamnya menawarkan aneka pemandangan yang mengagumkan.

Berhadapan langsung dengan Samudera Hindia, ombak di Sawarna banyak mengundang para peselancar untuk berselancar di pucuk-pucuk ombak yang bergulung saling berkejaran menuju pantai.

Di desa Sawarna terdapat sebuah makam dengan tinggi satu meter dan berbentuk persegi yang diselimuti lumut, bahkan tulisan di nisannya pun hampir tak bersisa, di sanalah Jean Louis van Gogh, sepupu dari Vincent Van Gogh bersemayam (Makamnya baru ditemukan sekitar tahun 2000-an).

Sekitar tahun 1907 Jean Louis membuka sebuah perkebunan kelapa seluas 54 hektare, tepatnya terletak di pinggir Pantai Ciantir dan Tanjung Layar dengan banyak mempekerjakan pribumi yang berasal dari luar Banten, tapi masih di Pulau Jawa, karena kondisi desa yang masih hutan belantara.

Seiring perkembangan zaman dan pertumbuhan penduduk, terbentuklah komunitas penduduk yang diberi nama Sawarna. Namun karena perbedaan logat, dialek dan bahasa sehari-hari mengakibatkan ada yang mengartikan bahwa Sawarna berasal dari Bahasa Sunda yakni “Sorana” yang bermakna suaranya.

Namun terdapat versi lain dari asal usul nama Sawarna, bahwa Sawarna berasal dari nama Swarna (Hidup tahun 1900-an), ia merupakan tetua dan orang pertama yang menjadi kepala di desa Sawarna. Secara harfiah Swarna berarti Sawarna (berasal dari Bahasa Sunda) yang berarti satu warna, alasan desa berpantai indah itu dinamakan Sawarna untuk menandakan bahwa penduduk di lokasi itu adalah satu warna yakni masyarakat Sunda Banten.

Seiring dengan bertambahnya penduduk, Jean Louis van Gogh selain berusaha memajukan usahanya, juga memiliki cita-cita agar tempat usahanya kelak dikenal oleh generasi selanjutnya menjadi tempat yang termasyur hingga ke mancanegara.

Tak ada yang tahu apakah ada kaitannya cita-cita luhur saudagar asal Belanda tersebut dengan kondisi desa pada generasi mendatang, tapi masyarakat sekitar meyakini bahwa desa Sawarna akan menjadi desa yang terkenal dan diminati para pelancong karena keindahan alamnya.

Dan pada kenyataannya, sekarang Desa Sawarna telah menjadi desa yang memiliki suara yang bergaung di seluruh negeri. Bahkan sejak ramai dikunjungi para peselancar dari berbagai negara, pamor Sawarna semakin mendunia.

Kini desa Sawarna bermetamorfosis dari sekadar perkebunan kelapa menjadi desa wisata. Dengan mudah ditemukan banyaknya “homestay” atau rumah penduduk yang disewakan pada pendatang yang berwisata. Perkampungan warga tersebut terletak antara perkebunan kelapa dan persawahan.

Kondisi tersebut membuat wisatawan mau berlama-lama di desa wisata tersebut. Penduduk Sawarna merupakan penduduk multietnis, seperti Suku Banten, Sunda, bahkan Jawa. Hal tersebut dikarenakan sebagian besar pekerja perkebunan kelapa di di desa Sawarna dulunya didatangkan dari Jawa Tengah dan Jawa Timur yang beretnis Jawa.

Sebagian besar penduduk mempunyai profesi sebagai petani, perajin, buruh tani, buruh, dan pedagang. Akan tetapi sejak Sawarna mulai dikenal wisatawan, banyak penduduk yang juga mempunyai profesi sampingan sebagai pemandu wisata.

Desa Sawarna juga menorehkan sejarah kelam, karena ratusan ribu nyawa romusha sia-sia akibat pembuatan jalur Jalur Kereta Api Saketi-Bayah, yang sekarang tak lagi difungsikan. (RDW).

Sumber : Wikipedia Indonesia.
fotografer : Dr. W.G.N (Wicher Gosen Nicholaas) van der Sleen.