Refleksi Gerakan Aliansi Buruh Pasca Omnibus Law, TURC Adakan Workshop

Tangerang, KPonline – Trade Union Rights Centre (TURC) menggelar seminar dan diskusi bersama Aliansi Buruh se-Tangerang Raya diantaranya SPN, Progresip SGBN, GSBI, FSBKU, FSPMI, KSPSI, KEP SPSI, GARTEKS dan FSBN KASBI, di Ruang Meeting Pondok Selera 1, Sukarasa, Kota Tangerang, Sabtu (27/08).

Dalam acara tersebut TURC, merefleksi Gerakan Aliansi Buruh Pasca Omnibus Law yang telah disahkan menjadi Undang-undang Cipta Kerja atau Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja (disingkat UU Ciptaker atau UU CK), yang telah disahkan pada tanggal 5 Oktober 20202 oleh DPR RI dan diundangkan pada 2 November 2020.

TURC dipimpin oleh Andriko Sugianto Otang selaku Direktur Eksekutif sebagai fasilitator menyampaikan bahwa dalam workshop ini ingin menyatukan pandangan dan mendukung serikat pekerja atau serikat buruh sebagai gerakan sosial menolak Omnibus Law.

“Buruh bagian terpenting sebagai gerakan sosial dan sosial control, tanpa adanya gerakan sosial buruh, tentunya pemerintah akan seenaknya membuat kebijakan yang merugikan pekerja,” kata Andriko.

Perwakilan KSPSI AGN Kota Tangerang Suryadi, menyampaikan dampak Omnibus Law sangat memperihatinkan, adanya PHK yang dilakukan perusahaan dengan mudah.

Lanjut Suryadi, mengutarakan dalam pergerakan buruh mengusung satu isu dengan berbagai variasi gerakan.

“Pasca Omnibus Law, bukan Ribuan bahkan anggota kami sudah mencapai puluhan ribu yang terphk, dan Gerakan buruh harus punya isu dan perjuangan yang sama, menunjukkan kedaulatan dan persatuan buruh,” ungkapnya.

Mempersiapkan diri dalam langkah-langkah 2022-2023 akan diputuskan yang sama pada tahun sebelumnya. Perlu adanya langkah kongkrit.

Kemudian perwakilan FSBN KASBI Maman, mengatakan bahwa pergerakan buruh di daerah jika tidak ada kekompakan akan sulit, dianggap kalah pun tidak dan gerakan buruh masih ada. Oligarki akan mudah dan kebijakan merugikan buruh akan terus lahir.

“Gerakan buruh sangat besar, Omnibus Law klusternya banyak, bukan hanya ketenagakerjaan. Perjuangan selanjutnya harus melibatkan elemen lainnya untuk ikut berjuang seperti buruh Tani, mahasiswa dan nelayan. Jika kita tidak bergerak Oligarki akan mudah dan kebijakan yang merugikan buruh akan terus lahir,” kata Maman.

Senada dengan Maman, Kristian Lelono perwakilan FSPMI menjabarkan Buruh Banten pernah menjadi lokomotif perjuangan kenaikan upah, namun berhadapan dengan rezim yang berbeda dimana kekuasaan ingin mengeruk semua kesejahteraan buruh dan rakyat sehingga oligarki merajalela.

“Buruh Banten pernah merasakan kemenangan, tapi itu akan kembali terjadi jika kita sama-sama berjuang, hanya saja saat ini rezim yang dihadapi sangat berbeda,” jelasnya.

Sampai berita ini diturunkan, workshop masih berlangsung dan diisi dengan diskusi-diskusi perjuangan buruh jelang Kenaikan Upah Tahun 2023 dalam melawan Omnibus Law.

Penulis : Chuky
Foto : Chuky