Pemerintah Diberi Waktu Tiga Bulan Revisi PP Pengupahan

Aksi buruh PT NSK menolak PP 78 tahun 2015 ( foto : Maxie )

Jakarta,KPonline – Komisi IX DPR mendesak pemerintah mencabut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 78/2015 dan membuat peratuan pengupahan baru yang mencerminkan keadilan bagi pengusaha dan pekerja. Desakan ini merupakan penegasan atas dua butir dari empat rekomendasi Panitia Kerja (Panja) Pengupahan yang sudah disahkan DPR sejak Mei 2016.

“Komsi IX DPR meminta pemerintah menyelesaikan PP tentang Pengupahan baru dalam jangka waktu tiga bulan. Tentunya, peraturan dengan formula baru itu tak bertentangan dengan UU Nomor 13/2003 tentang Ketenagakerjaan,” kata Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf di Gedung DPR, Selasa (24/1).

Bacaan Lainnya

Dua butir lain dalam rekomendasi itu adalah pemerintah diminta mengakomodir atau tidak meninggalkan kewenangan daerah (tripartit) dan hak berunding (bipartit) serta penetapan komponen hidup layak (KHL) berdasarkan inflasi daerah per sekali.

Eks Wagub Jawa Barat ini menuturkan, keempat rekomendasi itu merupakan hasil kajian dan masukan dari sejumlah pihak-pihak terkait. Pemerintah dan para stakeholder pun dilibatkan dalam pembuatan rekomendasi ini, termasuk kunjungan-kunjungan spesifik.

“Dari berbagai pertemuan dan kunjungan on the spot, hadirnya PP 78/2015 tentang pengupahan sangat diharapkan sejak tahun 2003. Namun, proses lahirnya PP ini dianggap sangat mendadak, sangat singkat, dan tanpa ada pemberitahuan,” jelas dia.

Wakil Ketua Komisi IX DPR Saleh Partaonan Daulay ikut bicara. Mantan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah ini menganggap PP Pengupahan belum mengakomodir serikat pekerja dan peran Dewan Pengupahan. Makanya, tidak heran dalam beberapa kunjungan Dewan, ada beberapa daerah menolak PP itu.

“Begitu pun perusahaan, yang menerima hanya perusahaan besar. Perusahaan skala menengah ke bawah meminta agar pemberlakuan PP tersebut ditangguhkan. Penolakan terhadap kebijakan pengupahan yang dinilai tidak memihak pekerja/buruh ini dianggap sebagai perwujudan rezim buruh murah. Terlebih, mereka merasa tidak dilibatkan dalam proses perumusan kebijakan ini,” tutur dia.

Saleh pun menyebutkan beberapa hal yang menjadi keberatan utama buruh terhadap PP Pengupahan. Antara lain, formula penghitungan upah pekerja/buruh yang tidak lagi melibatkan Dewan Pengupahan, peninjauan KLH yang dilakukan tiap 5 tahun, mekanisme pengupahan diserahkan pada mekanisme pasar, dan menghilangkan posisi tawar buruh dalam menentukan kenaikan upah.

PP Pengupahan tak mengatur lebih lanjut tentang ketentuan pembayaran upah pekerja ketika perusahaan pailit. Pekerja sering dirugikan karena UU Ketenagakerjaan tidak berlaku dengan adanya UU Pailit. Padahal, bila merujuk Pasal 95 UU Ketenagakerjaan, ketika perusahaan pailit atau dilikuidasi, upah dan hak pekerja lainnya merupakan hutang yang didahulukan pembayarannya,” kata politisi PAN ini.
Sumber : Rmol

Pos terkait