PC SPPK FSPMI Labuhanbatu, Bawa Kasus PHK Buruh PT DLI Wilmar Group ke Disnaker

Rantauprapat, KPonline – Sejak disahkannya Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 35 Tahun 2021 tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) perbuatan sewenang- wenang perusahaan kepada Buruh semakin menjadi-jadi.

PHK dengan alasan mendesak kepada Buruh yang melakukan kesalahan berat atau yang diduga melakukan perbuatan pidana, tanpa adanya Putusan Pengadilan menjadi legal.

Hal ini seperti yang dialami Armansyah Siagian, Buruh PT Daya Labuhan Indah (PT DLI) Wilmar Group Kebun Sei Deras Kecamatan Bilah Hilir Kabupaten Labuhanbatu Sumatera Utara” Kata Wardin, Ketua Pengurus Cabang Serikat Pekerja Perkebunan dan Kehutanan Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (PC SPPK FSPMI) Labuhanbatu, kepada Koran Perdjoeangan Online, Jumat (17/06) di Rantauprapat.

“Armansyah Siagian dituduh oleh perusahaan melakukan tindak pidana kejahatan diduga melakukan penggelapan Tandan Buah Segar (TBS) kelapa sawit dengan cara memindahkan ke kebun masyarakat.

Tanpa didahului proses hukum untuk membuktikan kebenaran perbuatan pidana yang diduga dilakukannya, perusahaan kemudian mengambil keputusan sepihak, melakukan Perundingan Bipartit dan memutuskan PHK dengan alasan mendesak.

Tindakan perusahaan ini jelas melanggar UUD-1945,Piagam HAM, DUHAM dan UU.No.39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM), sebab sesuai dengan Putusan Mahkamah Konstitusi Perkara No: 012 Tahun 2004, tentang hasil uji materil UU.No.13 Thn 2003 tentang Ketenagakerjaan terhadap UUD-1945, setiap Buruh yang diduga melakukan perbuatan pidana dapat di PHK setelah terbit putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

Kemudian sebagaimana yang kita ketahui putusan MK tersebut sampai hari ini belum dicabut.

Artinya tindakan yang dilakukan perusahaan ini nyata melanggar konstitusi, dan sebagai perusahaan yang terdaftar menjadi anggota Asosiasi Roundtaible on Sustainable Palm Oil (RSPO) seharusnya tidak patut melakukan hal ini.

PHK sewenang-wenang yang dilakukan oleh PT DLI Wilmar Group yang melanggar konstitusi ini dan diduga dilegalkan oleh instansi ketenagakerjaan, merupakan fakta kemunduran penegakan supremasi hukum di era pemerintahan Ir.Joko Widodo ” Kata Wardin.

Lanjutnya”Perselisihan PHK hari ini Kamis (17/06) ditindak lanjuti melalui Perundingan Tripartit di Dinas Tenagakerja (Disnaker) Kabupaten Labuhanbatu, dan hasilnya tidak ada kesepakatan, perusahaan tetap pada keputusannya, dan kami tinggal menunggu rekomendasi/Anjuran dari Disnaker Labuhanbatu

Tentang Anjuran/rekomendasi yang akan diterbitkan oleh Disnaker , kalaupun nantinya isinya menganjurkan kepada perusahaan untuk membatalkan PHK dan mempekerjakan kembali Armansyah Siagian, maka perusahaan dapat saja menolak, sebab Anjuran / Rekomdasi dari Dsnaker bukan putusan hukum (Legal Judgment) sehingga tidak wajib untuk dipatuhi oleh perusahaan,dan untuk mendapatkan kepastian hukumnya, ( legal certainty) maka Buruh harus melakukan gugatan ke Pengadilan Perselisihan Hubungan Industrial (PPHI) di Pengadilan Negeri Medan, dan bisa berlanjut Kasasi ke Mahkamah Agung (MA)

Harapan Buruh untuk memenangkan gugatan, sangatlah kecil karena keputusan ada ditangan Hakim, dan para hakim itu adalah manusia biasa, bukan Nabi, Rasul dan malaikatnya Tuhan, sehingga jaminan untuk mendapatkan peradilan yang bersih, jujur, adil dan bebas dari intervensi sangat diragukan.

Dari sini sudah dapat kita simpulkan kalau negara memang tidak pernah tampil untuk memberi perlindungan kepada Buruh.”Tegas Wardin. (Anto Bangun)