Mengenang 30 Oktober 2015, Saat Aksi Buruh Dibubarkan dengan Kekerasan dan Dikriminalisasi

Jakarta, KPonline – Hari ini, 2 tahun yang lalu akan menjadi hari yang selalu dikenang oleh gerakan buruh Indonesia. Kaum buruh dari berbagai serikat pekerja yang sedang melakukan aksi di Istana Negara menuntut Peraturan Pemerintah Nomor 78 Tahun 2015 tentang Pegupahan (PP 78/2015) dicabut direpresif.

Buruh dihujani gas air mata. Pembubaran dilakukan dengan kekerasan dan pengrusakan. Setelah itu, sebanyak 26 orang dikriminalisasi, termasuk 1 mahasiswa dan 2 aktivis LBH Jakarta.

Bacaan Lainnya

Mereka adalah: 1. Muhamad Rusdi (Sekjend KSPI), 2. Jarot Supratman (KSPI-FSPMI), 3. Nimpuno Ketu (KSPI-FSPMI), 4. Riki Fauzi (KSPI-FSPMI), 5. Pujo Dewo Ruwet Pambudi (KSPI-FSPMI), 6. Agus Sulistyo (KSPI-FSPMI), 7. Lasmin (KSPI- FSPMI), 8. Ahmad Novel (KSPI – FSPMI), 9. Hadi Kuswanto (KSPI – SPN), 10. Dian Septi Trisnanti (KPBI), 11. Akhmad Azmir Sahara (KPBI), 12. Gallyta Nur Bawoel (KPBI), 13. Sutar (KPBI), 14. Sari Triana (KPBI), 15. Tofik Aminudin (KPBI), 16. Presly Manullang (KPBI), 17. Wandi Irawan (KPBI), 18. Ming Pon Sehat Adha (KPBI), 19. Wildan Hafid Prastadi (KSPSI), 20. Yana Nuryana (KSPSI), 21. Suparno Prapto Sudarmo (KSPSI), 22. Wahyuni (KSPSI), 23. Wiwit Setiawan (KSPSI), 24. Hasyim Ilyas Ruchiyat Noor (Federasi Mahasiswa Kerakyatan), 25. Tigor Gempita Hutapea (LBH Jakarta), dan 26. Obed Sakti Andre Dominika (LBH Jakarta).

Jaksa menuntut ke-26 Terdakwa 1 bulan penjara dengan 2 bulan percobaan. Tetapi kemudian Hakim PN Jakarta Pusat yang memeriksa ke-26 Terdakwa memutus bebas. Putusan ini kemudian dikuatkan oleh Mahkamah Agung.

Untuk mengingatkan kembali atas apa yang terjadi pada hari itu, berikut adalah cerita para korban kekerasan yang juga dikriminalisasi. Semacam penanda bagi kita semua, bahwa kaum buruh pernah melawan dengan sekuat-kuatnya.

Pujo Dewa Ruwet Pambudi
26 aktivis mengenakan borgol dari kardus, sebagai simbolisasi gerakan rakyat yang dibungkam.

Mata mbah Pujo, begitu dia dipanggil, terasa pedih. Kerongkongannya tercekat. Ia kesulitan bernafas. Gas air mata yang ditembakkan polisi untuk membubarkan massa aksi mengenai dirinya.

Tak tahan dengan gas air mata, mbah Pujo berlari masuk kedalam mobil komando. Dia duduk di samping sopir, dengan maksud untuk mengambil air guna membasuh matanya yang perih.

Saat itu, posisi mobil komando berada tidak jauh dari Gedung RRI. Sudah mundur jauh dari depan Istana.

Tidak berapa lama kemudian, pintu mobil dibuka secara paksa oleh 3 orang Polisi. Pujo ditarik keluar. Belum sempat kakinya menginjak tanah, kepalanya dipukuli beberapa kali. Pukulan yang keras dan bertubi-tubi itu membuatnya terjatuh.

Seorang polisi membantunya bangun. Tetapi belum sempurna berdiri, dia kembali dibanting. Sosok sepuh ini terkapar di aspal.

Setelah itu dia dipiting dan diseret menuju sebuah truck.

Dalam perjalanan menuju truck, dia masih dipukuli. Tidak hanya satu orang yang memukulinya, tetapi ada beberapa orang.

Pemukulan yang yang dialaminya baru berhenti, setelah dia dimasukkan kedalam truck. Di dalam truck pun, dia disemprot hingga matanya perih dan sesak nafas.

Mbah Pujo kemudian dibawa ke Polda Metro Jaya, dan baru di BAB menjelang tengah malam. Proses BAP baru selesai kisaran pukul 3 sore, keesokan harinya.

Achmad Novel
Dalam setiap persiangan, massa buruh selalu turun ke jalan untuk memberikan solidaritas.

Waktu menunjukkan pukul 18.15 WIB ketika Novel ikut melakukan sholat Magrib berjamaah di depan Istana. Sepanjang hari itu, aksi berjalan kondusif. Tidak ada gesekan dengan aparat keamanan.

Usai sholat Margrib, Polisi mulai menyemprotkan air dengan water canon. Saat itulah Novel naik keatas mobil komando FSPMI Bekasi. Dia menenangkan massa aksi dengan meminta agar semua membaca dzikir.

Kisaran pukul 18.30 WIB, dari atas mobil komando, Novel meminta kepada massa aksi untuk mundur secara perlahan. Mobil komando pun bergerak mundur. Dari yang tadinya berada tepat di depan Istana Negara, kini posisinya melewati lampu merah.

Ketiga gas air mata ditembakkan dan situasi kacau, ada Polisi yang naik keatas mobil komando. Dia ditangkap 2 orang yang mengenakan kaos biru dan celana panjang warna crem.

Novel ditarik dari atas mobil komando. Setelah turun, Novel dibawa petugas dengan cara dipiting. Dalam perjalanan, Novel disemprot cairan yang mengakibatkan matanya perih dan kepalanya pusing.

Di belakang truck dalmas, Novel dipukul dan ditendang berkali – kali. Beringas sekali. Akibat pukulan yang bertubi, dahi Novel sobek. Darah mengalir dari keningnya. Akibat lukanya, Novel harus mendapat 5 jahitan.

Dalam kondisi dahi yang berdarah, Novel dimasukkan kedalam truck. Tidak cukup. Dia kembali disemprot hingga matanya perih dan nafasnya sesak.

Riki Fauzi
Sementara itu, ruang sidang selalu dipenuhi dengan massa yang bersolidaritas terhadap 26 orang terdakwa.

“Jangan melawan. Kalau melawan, mati!” Kalimat inilah yang didengar Riki ketika dirinya ditangkap.

Dia ditangkap oleh 2 orang yang mengenakan kaos dan celana jeans panjang. Prosesnya begitu cepat dan tiba-tiba. Kedua orang itu merampas tas yang dibawanya, memitingnya dari belakang, dan memukulnya berkali-kali.

Setelah itu, dia dimasukkan kedalam truck. Di dalam, dia disemprot hingga matanya perih dan sesak nafas. Tidak lama kemudian, truck bergerak ke taman Monas. Di taman Monas, sambil dimintai keterangan identitas pribadi, dia kembali ditinju, ditendang dan kepalanya dipukul dengan benda keras.

Riki sebenarnya sedang mengambil cuti tahunan ketika mengikuti aksi ini.

Tanggal 30 Oktober 2015, dia baru tiba di Patung Kuda sekitar pukul 12.00 WIB.

Sesudah sholat Jum’at, massa aksi bergerak dari Patung Kuda menuju Balaikota, kemudian balik arah kembali ke Patung Kuda dan langsung menuju tempat aksi di Istana Negara. Meskipun demikian, Riki tidak langsung ke Istana Negara. Dia memilih untuk masuk kedalam taman Monas. Beristirahat dan makan siang.

Baru sekitar pukul 17.00 WIB, Riki bergabung dengan massa aksi di depan Istana Negara. Tepatnya di jalan yang letaknya tidak jauh dari Gedung Mahkamah Agung.

Sekitar pukul 18.00 WIB, ketika massa aksi melakukan sholat Magrib di depan Istana, Riki bergeser kearah sebelah Barat Istana. Dia berada disana, hingga Polisi menembakkan gas air mata untuk membubarkan massa aksi.

Ketika gas air mata ditembakkan, dia mundur ke arah Patung Kuda untuk membubarkan diri. Tetapi baru sampai di Jalan Medan Merdeka Barat, disamping mobil komando FSPMI Bekasi yang letaknya tidak jauh dari Gedung RRI, Riki ditangkap. Dia tidak melakukan perlawanan ketika itu. Juga tidak berbuat anarkis.

Ketika penangkapan berlangsung, Riki Fauzi kehilangan uang sebesar Rp. 1.550.000, handphone, powerbank, tas, dan dompet berisi surat-surat berharga. Menurut Riki, barang-barang tersebut dirampas Polisi saat ditangkap.

Jarot Supratman
Meski dikriminalisasi, tak menyurutkan langkah para aktivis buruh untuk terus berjuang.

Ketika gas air mata ditembakkan, Jarot Supratman bersama massa aksi yang lain segera bergerak mundur ke belakang untuk membubarkan diri. Dia berjalan di samping mobil komando FSPMI Bekasi yang saat itu posisinya berada di Jalan Medan Merdeka Barat, tidak jauh dari Gedung RRI.

Jarot berjalan ke arah Patung Kuda, membelakangi Istana Negara. Tiba-tiba, ada satu orang memitingnya dari belakang. Jarot dijambak. Punggung dan kepalanya dipukul. Keras sekali.

“Jangan melawan!” Kata orang itu.

Mendapat serangan mendadak, Jarot pasrah. Apalagi, dari atas mobil komando terus diingatkan agar massa aksi tidak anarkis dan melakukan perlawanan.

Setelah ditangkap, Jarot dibawa menuju truck. Dia didorong masuk kedalam truck yang gelap, bau, dan pengap. Sudah di dalam pun, Jarot masih sempat dipukul dari luar melalui jendela truck. Setelah itu, dia disemprot. Semprotan itu bukan air biasa. Matanya perih dan nafasnya sesak.

Derita yang dialaminya tidak selesai sampai disitu.

Di Polda Metro Jaya, menjelang tengah malam, dia di BAP. Proses BAP itu selesai kisaran pukul 3.00 pagi. Saat itu, statusnya adalah tersangka. Tetapi Jarot tidak bersedia menandatangani BAP. Kemudian, ketika kembali diperiksa sebagai saksi, dia bersedia tanda tangan. Setelah itu, kembali diperiksa sebagai tersangka. Sekali lagi, dia menolak untuk tanda tangan, dan akhirnya diminta menandatangani berita acara penolakan BAP.

Tanggal 30 Oktober 2015 itu, sebenarnya Jarot baru pulang kerja malam, shift 3. Pagi itu, dia tidak sempat pulang ke rumah. Pukul 7.00 pagi, dari tempatnya bekerja, dia menuju Omah Buruh. Dari sanalah Jarot berangkat ke Jakarta, bersama dengan rombongan massa aksi dari Bekasi.

Setelah semalaman bekerja, seharian di jalanan mengikuti aksi, kemudian ditangkap dan langsung di BAP hingga pagi, benar-benar menguras tenaga. Apalagi, saat di BAP, bajunya basah kuyup karena tersiram water canon. Malam itu, dia menggigil kedinginan. Belum lagi lapar dan lelah yang mendera.

Agus Sulistyo
Polisi menembakkan water canon ke massa buruh dalam aksi di depan Istana, 30 Oktober 2015.

Hari itu, Jumat (30/10/2015), jam menunjukkan pukul 8 pagi ketika dia berangkat ke Omah Buruh. Ini adalah titik kumpul massa aksi dari Bekasi, sebelum berangkat ke Jakarta.

Agus dan rombongannya tiba di Patung Kuda, Jakarta, lewat pukul 11 siang.

Kisaran pukul 15.30 hingga 16.30 WIB, Agus bertahan di depan Istana Negara bersama-sama ribuan massa aksi yang lain. Menjelang pukul lima sore, dia menuju tempat parkir bus yang terletak di area Monas. Tujuannya adalah untuk berkoordinasi terkait kepulangan beberapa orang kawan dari PUK FSPMI PT. Toyoplast. Kebetulan, ada 24 orang yang akan bekerja masuk shift 2 dan shift 3, sehingga harus pulang terlebih dahulu.

Setelah dilakukan pendataan, ternyata masih ada 4 orang yang belum bergabung. Karena itulah, Agus kembali ke lokasi aksi, di Istana Negara. Tujuannya adalah untuk mencari 4 orang kawannya. Sialnya, hingga dia ditangkap dan dibawa ke Polda, Agus tidak bertemu dengan keempat kawan yang dicarinya.

Dia tidak ingat persis saat-saat ditangkap Polisi.

Satu hal yang diingatnya, saat itu dia berada di samping mobil Komando FSPMI Bekasi, yang terletak di Jalan Medan Merdeka Barat. Lokasinya tidak jauh dari Gedung RRI. Ini artinya, mobil komando sudah mundur jauh ke belakang, dari lokasi awal di depan Istana Negara. Saat itu, bersama-sama dengan ribuan orang lain, dia sedang berjalan ke arah Patung Kuda untuk membubarkan diri.

Tiba-tiba seseorang memitingnya dari belakang. Tidak hanya dipiting. Agus juga dipukul dan ditendang. Dia tidak melawan. Apalagi, saat itu dia juga tidak mengerti, mengapa ditendang dan dipukul.

Setelah ditangkap, Agus dibawa menuju truck. Dengan kasar, dia didorong masuk ke dalam truck. Di dalam truck yang gelap, bau, dan pengab itu, dia kembali dipukul. Tidak berhenti sampai disitu, dia disemprot hingga matanya perih, sesak nafas, dan kepala terasa pusing.

Agus merasa hampir pingsan.

Tidak lama kemudian, truck berjalan, mengarah kedalam Monas. Sesampainya di taman monas, dia disuruh turun dan berbaris bersama-sama dengan teman-teman lain yang ditangkap. Polisi memintanya untuk membukan baju, kemudian ditanyai identitas pribadi.

Setelah itu dia diminta naik ke atas truck dan dibawa menuju ke Polda Metro Jaya. Saat itu, waktu kurang lebih menunjukkan pukul 21.30 WIB.

Sekitar pukul 23.30 WIB, Agus mulai di BAP dan baru selesai kira-kira pukul 4.30 pagi. Saat di BAP, baju yang dipakainya basah. Dia kedinginan, karena AC ruangan sangat dingin. Dalam kondisi perut lapar, lelah, dan ngantuk sekali, malam itu membuatnya sangat tersiksa.

Nimpuno
Bahkan mobil yang sama sekali tidak bersalah pun dirusak.

Sebuah tendangan di punggung, membuat Nimpuno terpental ke dalam truck. Setelah itu, dia disemprot hingga matanya terasa perih dan nafasnya sesak.

Ini bukan tendangan pertama Nimpuno. Setelah dipaksa turun dari atas mobil komando, Nimpuno dipiting dan dibawa menuju truck. Di sepanjang perjalanan menuju truck itu, dia ditinju berkali-kali pada bagian perut, punggung, dan muka. Tidak cukup meninju, polisi yang membawanya juga menendang pada bagian paha.

Sulit dimengerti, itu dilakukan terhadap seseorang yang bahkan tidak melakukan perlawanan ketika ditangkap. Nimpuno sendiri saat itu berada di atas mobil komando karena ingin mengambil gambar. Tidak terbesit sedikit pun keinginannya untuk memprovokasi. Apalagi menjadi sok jagoan dengan melawan Polisi.

Nimpuno adalah satu diantara 26 aktivis yang dikriminalisasi. Padahal, hari itu, tidak ada aktivitas berlebihan yang dilakukan Nimpuno. Sesudah sholat Jum’at dan massa aksi bergerak dari Patung Kuda menuju Balaikota kemudian putar balik ke Istana Negara, Nimpuno tidak ikut serta. Dia langsung masuk ke dalam taman Monas.

Kisaran pukul 16.30- 17.00 WIB, barulah Nimpuno merapat ke depan Istana Negara, bergabung dengan massa aksi yang lain. Tidak lama kemudian, sekitar pukul 17.00 WIB, Nimpuno meninggalkan tempat aksi, hendak membeli makanan untuk peserta aksi dari PUK FSPMI PT. Walsin.

Setelah itu, sekitar pukul 18.00 WIB, Nimpuno kembali ke barisan massa aksi. Saat itulah, dia naik ke mobil komando.

Ketika gas air mata ditembakkan, sebenarnya mobil komando yang ditumpangi Nimpuno sudah bergerak mundur. Tanpa harus ada yang ditangkap sekalipun, massa aksi sebenarnya sudah bergerak untuk membubarkan diri.

Lasmin
Menjaga agar sang Merah Putih tetap berkibar.

Tidak hanya dipukul, ditendang, dipiting, uang milik buruh pun diambil. Ini menimpa Lasmin, salah seorang dari 26 aktivis yang dikriminalisasi pasca aksi di depan Istana Negara tanggal 30 Oktober 2016. Memang, jumlahnya tidak besar. Hanya 350 ribu. Namun, bagi Lasmin, uang sebesar itu sangatlah berharga.

Hari itu, Lasmin berada di barisan terdepan, bersama dengan kawan-kawannya dari Garda Metal. Sekitar pukul 18.30 WIB, karena merasa kepalanya pusing, Lasmin masuk kedalam mobil komando FSPMI Bekasi.

Ketika Polisi membubarkan massa aksi, mobil komando bergerak ke belakang. Tetapi karena di depan banyak massa yang juga bergerak mundur, laju kendaraan tersendat. Saat itulah, beberapa orang Polisi menghentikan mobil komando.

Lasmin yang berada di dalam, ditarik dari dalam mobil. Dipaksa turun. Kemudian dipiting dan disemprot dengan spry air yang mengakibatkan mata nya perih dan kepalanya pusing.

Setelah itu, dia dibawa ke truck dalmas. Sebelum dinaikkan, tepatnya dibelakang truck itu, Lasmin digeledah. Penggeledahnya mengambil rokok dan uang tunai yang dibawanya, sebesar 350 ribu.

Setelah mengambil uang, Lasmin dimasukkan ke dalam truck dengan cara ditendang.

Pos terkait