Mencatat Pelaksanaan Aksi

Jakarta, KPonline – Saya menyisir satu per satu kiriman foto maupun video di grup-grup WhatsApp yang saya ikuti. Semua dengan wajah cerah, juga senyum yang indah, tengah mengabarkan aksi yang mereka ikuti, Selasa (25/8/2020).

Bahkan meski sudah beberapa hari berlalu, hari ini pun, Jum’at (28/8/2020) foto-foto aksi itu masih terus disebarkan. Seolah itu adalah kenangan yang terus dirawat, agar kita semua tidak cepat melupakannya.

Ini mengklarifikasi satu fakta, bahwa unjuk rasa itu menggerakkan. Bukan hanya mendorong orang untuk terlibat langsung dalam pergerakan, tetapi juga menumbuhkan energi positif.

Saya pun tersemangati setiap kali melihat foto barisan massa aksi yang dengan sepenuh hati menyampaikan tuntutan.

Kawan-kawan di Bengkulu, yang sebagian buruh perkebunan, sudah berangkat sejak sore. Sehari sebelum aksi dilakukan. Ini mereka lakukan, agar tiba di Ibukota provinsi, tempat aksi digelar, pagi keesokan harinya.

Kawan-kawan Tangerang datang dengan puluhan pick up (mobil bak terbuka). Terlihat konvoi panjang saat rombongan melintas. Bahkan mereka sempat longmarch dari Grogol hingga DPR RI. Sepanjang jalan menyampaikan kutukan terhadap RUU yang namanya saja Cipta Kerja. Padahal isinya duka-lara.

Kawan-kawan Sumatera Barat, yang hampir seluruhnya pekerja outsourcing PLN, berkolaborasi dengan elemen mahasiswa untuk turun ke jalan. Ya, status mereka adalah outsourcing. Di perusahaan plat merah, lagi. Karena itulah, mereka pun mati-matian menolak omnibus law, yang memberikan kebebasan tanpa batas terhadap hubungan kerja yang eksploitatif ini.

Kawan-kawan di Serambi Mekah, Aceh, pun melakukan hal yang sama. Berdiri tegak menentang omnibus law dari tanah rencong.

Kawan-kawan di Maluku, yang dilarang untuk turun ke jalan karena Covid-19 sedang memanas di sana, pun melakukan gerakan. Tentu dengan cara berbeda. Seorang kawan mengirimkan foto-foto saat mereka melakukan diskusi, sebagai bentuk dukungan terhadap aksi serentak di 20 provinsi.

Hari itu, ada banyak kawan yang memberi kabar baik. Dari tempat yang berbeda-beda, bahkan dari daerah yang hanya saya ketahui dari peta. Semua dengan nada optimis. Kebanggaan khas seorang pejuang yang menolak tunduk.

Setiap aksi menjadi milik akar rumput. Boleh saja ada instruksi, tetapi pada akhirnya, hanya hati yang penuh dengan keyakinan, yang akan tergerak untuk turun ke jalan. Menyampaikan tuntutan secara langsung, tanpa perantara lagi.

Hasilnya bisa kita lihat. Suara-suara itu terus menggema. Bahkan hingga beberapa hari setelahnya…