KPBI Kecam Pelarangan Long March Lewati Kabupaten Bekasi

Jakarta, KPonline – Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) mengecam larangan Kepolisian Daerah Metro Jaya pada aksi jalan kaki (long march) buruh Pertamina di Kabupaten Bekasi. KPBI menganggap larangan ini melanggar Undang-undang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di muka umum dan bentuk perampasan terhadap hak untuk protes.

Sebanyak 50 buruh PT.Pertamina Patra Niaga dan PT.Elnusa Petrofin melakukan aksi long march Bandung-Jakarta untuk mendesak Presiden Joko Widodo membatalkan PHK pada 1.095 buruh Awak Mobil Tangki (AMT) dari 10 depot dan perbaikan pengelolaan BUMN. Namun, aksi itu tertahan pada Senin (16/10) di Tanjung Pura ketika hendak memasuki Kabupaten Bekasi. Kepolisian beralasan anggota Federasi Buruh Transportasi Pelabuhan Indonesia (FBTPI) itu tidak memiliki Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP).

Bacaan Lainnya

Kepolisian tidak memiliki landasan hukum untuk melarang aksi melewati Kabupaten Bekasi. Kemerdekaan menyampaikan pendapat di muka umum dilindungi oleh Undang-undang no 9 tahun 1998. Bahkan, Undang-undang Dasar pasal 28 menyebutkan “setiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.”

Selain itu, KPBI menegaskan bahwa pemberitahuan aksi long march sudah disampaikan ke Mabes Polri pada 09 Oktober 2017 atau sebelum aksi dimulai. Namun, kepolisian melanggar pasal 9 Undang-undang 9/1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum. Pasal itu menyebutkan, “Kewajiban Polri setelah menerima surat pemberitahuan adalah : a. segera memberi tanda terima pemberitahuan.”

KPBI melihat pelarangan ini sebagai bentuk ketidaknetralan kepolisian dalam bertugas. Seharusnya, polisi bertugas untuk memastikan aksi long march tidak mendapatkan gangguan dan berlangsung dengan aman, bukannya malah melakukan larangan.

Selain itu, larangan ini membuktikan keberpihakan polisi pada pengusaha, dalam hal ini Pertamina, yang menjadi sasaran protes. Keberpihakan ini juga kerap muncul dengan mengabaikan laporan tentang pidana perburuhan. Pidana perburuhan di antaranya adalah pemberangusan serikat dan pembayaran upah di bawah upah minimum.

Larangan ini juga mencerminkan ketakutan rezim bahwa aksi long march ini akan menularkan semangat perlawanan terhadap rakyat luas terutama buruh yang banyak berada di kawasan Bekasi. Banyak buruh di Kabupaten Bekasi, baik yang terorganisir dalam serikat maupun tidak, mengalami penindasan berupa kontrak, outsourcing, dan bahkan pemagangan. Hubungan kerja fleksibel itu menyebabkan buruh banyak kehilangan hak-hak dasar lainnya seperti cuti, UMP, dan THR.

Menyikapi larangan long march di Bekasi, KPBI menyatakan:

1. Mengecam keras larangan Kepolisian Bekasi untuk tidak mengizinkan rute long march melalui Kabupaten Bekasi

2. Menyerukan pada rakyat luas, terutama bagian dari gerakan sosial, untuk terus melawan bentuk penghadangan-penghadangan terhadap kebebasan berpendapat. Kebebasan berpendapat harus tetap dijaga sebagai instrumen utama melawan kesewenang-wenangan.

Sejak 13 Oktober 2017, sebanyak 50 buruh AMT Pertamina melakukan aksi long march dari Bandung-Jakarta. Para buruh mengenakan kostum zombi untuk menyimbolkan kondisi mereka yang sudah dihisap habis-habisan bekerja lebih dari 12 jam sehari di Pertamina untuk membawa tangki bahan bakar.

Para buruh bahkan bekerja panjang tanpa upah lembur dengan resiko meregang nyawa tanpa jaminan sosial seperti BPJS. Namun, Pertamina malah melakukan PHK massal ketika buruh menuntut perbaikan kondisi kerja.

Zombi juga menyimbolkan matinya hukum di Indonesia. Pada September 2016, Suku Dinas Jakarta Utara sudah menyebutkan bahwa Pertamina Patra Niaga tidak boleh melakukan outsourcing pekerja untuk buruh Awak Mobil Tangki.

Setelah didemo besar-besaran, Kementerian Tenaga Kerja juga pernah berjanji untuk mencabut izin perusahan outsourcing di Pertamina Patra Niaga dan PT.Elnusa Petrofin pada Juli lalu. Namun, hingga kini hukum bagi perusahaan yang melanggar hukum ketenagakerjaan itu tak kunjung ditegakan.

Pos terkait