Demo Depan Kantor Bawaslu, Partai Buruh Tuntut Lindungi Hak Caleg

Jakarta, KPonline – Kantor Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI yang beralamat di Jl.MH.Thamrin No.14 Jakarta Pusat menjadi sasaran unjuk rasa massa Partai Buruh pada Selasa, 2 Januari 2024.

Aksi unjuk rasa partai buruh didasari oleh banyaknya calon anggota legislatif (caleg) Partai Buruh yang namanya dicoret dari daftar calon tetap (DCT). Imbasnya jelas, mereka gagal berkontestasi dalam Pemilu 2024 mendatang.

Bukan itu saja, mereka gagal maju karena terkendala aturan perusahaan tempat mereka bekerja. Ketua Tim Kampanye Nasional Partai Buruh, Said Salahudin, mengatakan semua masyarakat punya hak politik sebagaimana dinyatakan dalam konstitusi. 

“Bahwa ada hak politik, ada hak untuk dipilih, yang menurut putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dinyatakan dalam putusan 011, 017/2003-2004,” kata Said Salahudin kepada awak media.

“Dalam mahkamah kontitusi dinyatakan bahwa hak untuk dipilih, right to be candidate, adalah hak konstitusional sekaligus hak asasi manusia,” jelas Said Salahudin.

Bawaslu, kata Said, harus memastikan dan melindungi hak para caleg. Hal inilah yang juga menjadi tuntutan partai buruh dalam aksi hari ini. 

Contoh kasus caleg DPRD Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), Ferdinand Lumenta. Said menjelaskan, nama caleg tersebut dicoret dalam DCT oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sulawesi Utara.

Tindak pencoretan itu dibenarkan oleh Bawaslu Sulawesi Utara dengan dalih asas formalitas. “Ternyata, alih-alih Bawaslu memberikan perlindungan, justru membenarkan tindakan KPU Sulawesi Utara yang mencoret caleg dari pencalonan DCT,” ucapnya. 

“Dia berdalih pada asas formalitas, tidak ada surat pemberhentian dari perusahaan. Kalau enggak ada ya Bawaslu yang bantu dong. Bawaslu yang minta ke perusahaan,” tambah Said.

Beberapa kasus lainnya, seperti dipaparkan oleh Said, ada caleg yang dicoret dari DCT karena tidak menyerahkan surat pemberhentian. Sedangkan caleg bersangkutan sudah mengajukan pengunduran diri.

Ada pula caleg yang sudah ditetapkan di DCT tapi diminta mundur oleh pihak perusahaan tempatnya bekerja. “Jika tidak, maka, apabila dia pekerja kontrak, kontraknya tidak akan diperpanjang. Apabila dia pekerja yang masih aktif, dia diminta cuti dengan tidak dibayarkan hak-hak tenaga kerjaannya, upahnya tidak dibayar,” ujarnya.

Kemudian, kasus lainnya seperti caleg yang diancam untuk diberhentikan dari pekerjaannya jika melanjutkan proses DCT. Hingga berita ini dirilis aksi unjuk rasa partai buruh masih berlangsung. (Yanto)