Jakarta,KPONline- Indonesia salah satu negara yang menjunjung tinggi demokrasi yang di dalamnya menjunjung tinggi penghormatan terhadap hak asasi manusia, salah satunya yakni mengemukakan pendapat yang berarti mengeluarkan gagasan atau megeluarkan pikiran baik secara lisan maupun tulisan, secara jelas diamanatkan dalam konstitusi negara rapublik indonesia Pasal 28 UUD 1945 yang menyebutkan bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan Undang-Undang”.
Pada tanggal 30 Oktober 2015, berlangsung Aksi damai oleh ribuan buruh menolak PP pengupahan, karena diangap tidak berpihak pada kelompok buruh dan akan menyebabkan pemiskinan secara struktural. Dalam aksi tersebut terjadi pembubaran, kekerasan dan penangkapan oleh pihak kepolisian yang menggunakan kaos berkerah bertulisan “turn back crime” saat buruh yang berjumlah ribuan tersebut membubarkan diri.
Sebanyak 23 (dua puluh tiga) orang Buruh, 1 (satu) orang mahasiswa dan 2 (dua) orang pengabdi bantuan hukum LBH Jakarta, disiksa, ditangkap dan dikriminalisasi sebagai tersangka oleh Penyidik Polda Metro Jaya dengan tuduhan melawan penguasa diatur dalam Pasasl 216 ayat 1 KUHP dan atau Pasal 218 KUHP Jo. UU No. 9 Tahun 1998 Jo. Pasal 7 Perkap No. 7 Tahun 2012. Dan kini perkara dinaikkan kepihak Kejaksaan, yang artinya pihak kepolisian secara gelap mata melanjutkan proses kriminalisasi ini.
Tindakan Jajaran Polda Metro Jaya tersebut harus dimakanai sebagai suatu bentuk pembungkaman terhadap masyarakat sipil yang memperjuangkan hak-haknya dan bentuk kemunduran dalam demokrasi.
Selain itu, Tindakan Kapolda Metro Jaya dan Jajarannya tersebut, diduga merupakan suatu tindakan maladministrasi. Tim Advokasi Buruh (TABUR) Tolak PP Pengupahan mencatat, setidaknya ada 7 pelanggaran dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Kapolda Metro Jaya dan jajarannya diantaranya:
Bentuk Tindakan Maladministrasi Peraturan Perundang-Undangan yang Dilanggar
1. Prosedur penanganan perkara yang dilakukan oleh POLDA Metro Jaya tidak profesional, prosedural, objektif, akuntabel dan transparan;
Pasal 3 Jo. Pasal 100 huruf e Perkap 14/2012 tentang Manajemen Penyidikan Tindak Pidana. Pada pokoknya:
“Bahwa prosedur penyelesaian perkara termasuk penyidikan dan penetapan tersangka, harus dilakukan secara profesional, prosedural, objektif, akuntabel dan transparan”
2. Tindakan pembubaran aksi dengan perusakan barang, dan tindak penyiksaan kepada orang yang sudah bubar dan sedang dalam perjalanan (24 buruh + 2 PBH LBH Jakarta). – Asas legalitas, berupa pelanggaran terhadap Pasal 351 ayat (1) jo. Pasal 170 ayat (1) KUHP, pada pokoknya:
“Tindakan yang dilakukan oleh aparat kepolisian terhadap buruh secara represif berupa penganiayaan dan pengurasakan terhadap atribut aksi (mobil Sound System)
– Asas nesesitas, karena membubarkan aksi yang telah berjalan sesuai dengan ketentuan UU Kemerdekaan Menyatakan Pendapat di Muka Umum;
– UU No. 5 tahun 1998 tentang Konvensi Melawan Penyiksaan.
– Asas proporsionalitas, karena Klien Kami tidak melakukan ancaman apapun terhadap anggota Polda Metro Jaya, tetapi justru menjadi korban dari penganiayaan dan perusakan barang. Dimana ke 23 orang tersebut sudah bubar dan menuju jalan pulang ke bus masing-masing. Sebelum bubar melakukan sholat magrib bersama di depan istana, setelah itu ke-23 orang buruh bubar secara bertahap karena jumlah massa diatas 50 ribuan orang.
3. Pada saat penangkapan polisi tidak menggunakan seragam yang menunjukkan anggota Polri, melainkan menggunakan kaos yang bertuliskan “TurnBackCrime”;
Pasal 4 huruf F Peraturan pemerintah republik indonesia
Nomor 2 tahun 2003 Tentang Peraturan disiplin anggota kepolisian negara republik Indonesia Jo Pasal 37 ayat 1 huruf a Perkap No. 14 Tahun 2012 dan Pasal 17 ayat 1 Perkap No. 8 Tahun 2009, pada pokoknya:
“Aparat Kepolisian dalam menjalankan tugas harus menunjukkan identitasnya sebagai petugas Polri”
4. Penetapan tersangka terhadap Klien Kami tidak disertai dengan bukti permulaan yang cukup;
Pasal 1 angka 14 juncto Pasal 183 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) pada pokoknya:
“Penetapan seseorang sebagai tersangka harus berdasarkan dengan bukti permulaan yang cukup berupa sekurang-kurangnya 2 (dua) alat bukti yang sah”
5. Penangkapan terhadap 2 Pekerja Bantuan Hukum LBH Jakarta yang sedang melakukan pemantauan bertentangan dengan UU Bantuan Hukum;
Pasal 11 Undang-Undang No. 16 Tahun 2011 tentang Bantuan Hukum , pada pokoknya;
“Pemberi Bantuan Hukum yang sedang menjalankan tugasnya berupa pemberian bantuan hukum dengan itikad baik di dalam maupun di luar sidang tidak dapat dituntut secara perdata maupun pidana”
6. Pembubaran paksa aksi yang dilakukan kepolisian bertentangan dengan UU Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum;
Pasal 7 UU Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat Di Muka Umum pada pokoknya:
“Aparatur pemerintah berkewajiban dan bertanggung jawab untuk a) melindungi hak asasi manusia; b) menghargai asas legalitas; c) menghargai prinsip praduga tidak bersalah; dan d) menyelenggarakan pengamanan kepada warga negara dalam pelaksanaan penyampaian pendapat di muka umum”
7. Penyidik tidak memberikan Berita Acara Pemeriksaan pada saat pemeriksaan tanggal 31 Oktober 2015.
Pasal 72 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, pada pokoknya: “Berita Acara Pemeriksaan harus diberikan kepada setiap tingkatan pemeriksaan kepada tersangka atau kuasa hukumnya”
Dari uraian diatas, Kami dari Tim Advokasi untuk Buruh dan Rakyat (TABUR) Tolak PP Pengupahan meminta dan mendesak kepada:
1) Ombudsman RI Untuk melakukan investigasi dan mengeluarkan rekomendasi atas dugaan maladministrasi yang dilakukan oleh Kapolda Metro Jaya dan Jajarannya sesuai dengan UU No. 37 tahun 2008 tentang Ombudsman RI.
2) Presiden Jokowi harus memastikan untuk Menghentikan setiap bentuk kriminalisasi terhadap buruh, petani, nelayan, miskin kota, pegiat anti korupsi dan yang lainnya yang sampai saat ini masih berlangsung.
3) Presiden Jokowi untuk membenahi Kepolisian Republik Indonesia agar tidak terjadi lagi praktik kriminalisasi.
4) Memerintahkan Jaksa Agung HM. Prasetyo untuk menghentikan kriminalisasi terhadap 23 (tiga puluh tiga) orang buruh dari Gerakan Buruh Indonesia, 1 (satu) orang mahasiswa dan 2 (dua) orang Pengabdi Bantuan Hukum LBH Jakarta oleh kepolisian, karena ini menyangkut kewibawaan Kejaksaan sebagai penegak hukum dan penjaga keadilan di Indonesia;
5) Menghimbau kepada masyarakat sipil untuk bersama-sama melawan praktik kotor penegakan hukum dan kriminalisasi;
Jakarta, 11 Februari 2016
Hormat Kami
Tim Advokasi Untuk Buruh dan Rakyat (TABUR) Tolak PP Pengupahan
Kontak Person :
1. Fauzi – LBH Jakarta : 081212638424
2. Maruli – LBH Jakarta: 081369350396