Budaya Korupsi, Materisme, dan Pancasila

Atlantika Institut Nusantara & Wakil Ketua F.BKN SBSI, Jacob Ereste.

Jakarta, KPonline – Ketika prilaku maling dan sogok menyogok terus terjadi dalam budaya kita, sungguh sulitr dipahami persilangannya dengan falsafah hidup bangsa maupun ideologi negara Pancasila.

Falsafah hidup bangsa kita dan ideologi negara Indonesia yang yakin dengan rumusan Pancasila, jelas kehilangan konteks dan membuat siapa pun tersesat memahaminya.

Bacaan Lainnya

Semakin banyak jumlah para pelaku korupsi, jelas membuat akal sehat semua orang tidak mampu menahami bagaimana dengan sumpah jabatan para aparat atau pejabat negara yang berjanji atau bersumpah dihadapan Tuhan, Allah SWT.

Padahal, dengan memahami sila keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia saja, agaknya sudah bisa menuntun semua aparat atau pejabat negara kita, manakala mau menghayati dan mengamalkan sebagai prilaku serta tuntunan bersikap untuk bertindak dalam kehidupan berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat.

Namun realitas yang terjadi justru sebaliknya, kasus maling, suap, penyalah gunaan wewenang para aparat penerintah justru berlanjut sampai lembaga pemasyarakatan (Lapas) seperti yang sudah terjadi di sejumlah Lapas.

Jadi memang sungguh membingungian, bagaimana mungkin peredaran narkoba bisa beredar bebas justru di dalam penjara atau rumah tahanan maupun Lapas.

Masalahnya, untuk masuk ke Lapas saja misalnya di Pondok Bambu ketatnya sudah tidak alang kepalang. Sehingga rahasia untuk mulus serta lancar jika hendak bezuk, maka perlu menyediakan beberapa buah tangan untuk para penjaga yang ada di setiap pintu dengan jumlah tak kurang dari empat pintu yang harus dilalui itu.

Lehih celaka lagi, para narapidana bisa menikmati fasilitas yang bisa dibayarnya dengan tebusan yang mahal.

Artinya, bagi orang yang berduit semakin bisa mendapat tempat dan peluang, untuk memburu harta sebanyak-banyak mungkin, sehingga pandangan hidup bangsa — bahkan negara — bertambah jauh dari Pancasila.

Begini rupanya paham materialism yang kini menjelma di negeri kita yang wajahnya kapitalisme dengan nama barunya yang lebih populer dengan sebutan neo-liberal telah menenggelamkan manusia Indonesia.

Jakarta, 25 Juli 2018

Penulis: Jacob Ereste, Atlantika Institut Nusantara

Pos terkait