Amir Sjarifuddin: “Bersatulah kaum buruh seluruh dunia! Aku mati untukmu!”

Amir Sjarifuddin bersiap menghadapi ajalnya. Dia minta sedikit waktu agar bersama rekan-rekannya diberi kesempatan menulis surat. Permintan terakhir itu dikabulkan.

Sesudah surat-surat diserahkan, mereka menyanyikan lagu Indonesia Raya dan Internasionale. Sebelum peluru menghujam tubuhnya, Amir berseru, “Bersatulah kaum buruh seluruh dunia! Aku mati untukmu!” Dan kemudian..

Bacaan Lainnya

“Mulailah kesebelas orang gagah berani itu ditembak satu persatu, dimulai dengan menembak Amir Sjarifuddin,.

Amir meregang nyawa bersama Maruto Darusman, Suripno, Sarjono, Oey Gee Hwat, Harjono, Sukarno, Djokosoejono, Katamhadi, Ronomarsono, dan D. Mangku. Semuanya dieksekusi pada pagi buta, 19 Desember 1948; beberapa jam sebelum Belanda melancarkan agresi militernya yang kedua.

Hari masih terlalu pagi untuk memulai aktifitas di Desa Ngalian, sebelah timur kota Solo. Namun atas perintah tentara, dua puluh orang penduduk desa telah sibuk menggali kuburan. Salah satu liang dipersiapkan untuk mantan Perdana Menteri dan Menteri Pertahanan Republik Indonesia: Amir Sjarifuddin.

Berapa banyak pemuda Indonesia saat ini yang mengenal nama Amir Sjarifoeddin? Saya rasa sangat sedikit. Tetapi saat pergerakan kemerdekaan, nama Amir Sjarifoeddin sangat terkenal diantara pemuda-pemuda Indonesia.

Perannya bukan hanya dalam Kongres Pemuda II yang melahirkan Sumpah Pemuda itu. Amir juga adalah orator ulung partai, ahli pengorganisasi massa, pengacara yang handal dan merupakan tokoh pemuda yang paling disegani. nama Amir Sjarifoeddin-lah yang pertama kali diusulkan untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia.

Namun, keberadaan Amir di penjara “mencegah” namanya tertulis pada catatan sejarah sebagai bapak proklamator. Sehingga pilihan kedua pemuda jatuh kepada Sutan Syahrir. Tetapi, Syahrir menganjurkan kepada pemuda untuk menyerahkan kehormatan itu kepada Soekarno-Hatta.

Setelah proklamasi kemerdekaan nama Amir Sjarifoeddin tetap diperhitungkan. Pada tahun 1947, Amir Sjarifoeddin dilantik Soekarno untuk menjadi perdana menteri menggantikan Sutan Syahrir. Saat Amir menjadi perdana menteri, agresi militer pertama Belanda terjadi dan agresi tersebut dilanjutkan dengan perjanjian Renville. Amir Sjarifoeddin merupakan ketua delegasi Indonesia dan penandatangan perjanjian tersebut.

Beberapa partai yang tidak setuju dengan perjanjian Renville ini menuntut Amir Sjarifoeddin mundur dari jabatan perdana menteri. Akibat tekanan oposisi tersebut, akhirnya Presiden Soekarno melepaskan jabatan Amir sebagai perdana menteri dan menyerahkannya pada Hatta. Kejadian ini menyebabkan kekecewaan besar pada diri Amir Sjarifoeddin. Untuk mengobati kekecewaannya, ia mendekat pada tokoh-tokoh komunis yang berniat untuk menjatuhkan pemerintahan Soekarno-Hatta.

Begitu banyaknya ideologi juga kepentingan pada masa itu membuat bapak-bapak pejuang kemerdekaan harus saling berhadapan dan bermusuhan satu sama lain. Pemberontakan PKI Madiun tahun 1948 ikut menyeret Amir Sjarifoeddin kedalam pertikaian tersebut.

Ia ditangkap oleh tentara dan ditahan. Hingga akhirnya, pada tahun 1948 itu juga Amir Sjarifoeddin ditembak oleh tentara atas perintah Gatot Soebroto-Gubernur Militer saat itu. Pada tahun 1950, pemerintah Indonesia menggali kuburan Amir Sjarifoeddin dan diserahkan kembali kepada keluarganya untuk dimakamkan kembali.

Selama acara penguburan dan pemakaman kembali ini, pemerintah melakukan upacara dengan menaikkan bendera ‘merah putih’ setengah tiang.

Pos terkait