Jakarta, KPonline – Dalam sebuah siaran pers yang dirilis 2 Juni 2025 – Jamkeswatch Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menyampaikan penolakan tegas terhadap rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan, sebagaimana diusulkan Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) menjadi Rp71.000 per orang per bulan untuk peserta kelas III yang saat ini dipatok sebesar Rp42.000 per orang per bulan, di mana sebesar Rp7.000 ditanggung oleh pemerintah dan Rp35.000 dibayar oleh peserta. Sedangkan peserta PBI iurannya sepenuhnya ditanggung oleh pemerintah.
Direktur Jamkeswatch FSPMI, Tommy Juniannur menyampaikan alasan penolakannya berikut ini;
“Pendapatan BPJS Kesehatan Tahun 2024 Sudah Sangat Mencukupi; Berdasarkan paparan Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti, dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI tanggal 11 Februari 2025, total pendapatan dan penerimaan BPJS Kesehatan mencapai Rp 329,96 triliun di tahun 2024. Angka ini jauh melebihi beban jaminan kesehatan sebesar Rp 174,90 triliun, yang berarti keuangan BPJS Kesehatan masih sangat sehat. Dengan kondisi ini, tidak ada justifikasi urgensi untuk menaikkan iuran dalam waktu dekat,” ungkapnya.
Kedua, potensi Pendapatan Masih Besar dari Peserta Nonaktif;Per Desember 2024, terdapat 55.428.755 peserta nonaktif BPJS Kesehatan. Jika peserta ini berhasil diaktivasi kembali dan melakukan pembayaran iuran, maka potensi tambahan pendapatan sangat besar, bahkan dapat menutup defisit saat ini tanpa perlu menaikkan iuran. Menurut kami langkah yang lebih bijak adalah mengoptimalkan reaktivasi peserta dan meningkatkan kolektabilitas, bukan langsung membebani masyarakat yang sudah terdampak krisis ekonomi pasca pandemi.
Selanjutnya Tommy menambahkan, Kenaikan Iuran Akan Menambah Beban dan Resiko Nonaktif; Peningkatan iuran hanya akan memperberat beban masyarakat, khususnya peserta mandiri dan pemerintah daerah yang mendanai Universal Health Coverage (UHC). Ini akan berdampak pada meningkatnya jumlah peserta yang menunggak iuran atau menjadi nonaktif, memperburuk masalah kepesertaan aktif yang justru menjadi salah satu penyebab defisit saat ini.
Keempat, bertentangan dengan Semangat Konstitusi dan UU Jaminan Sosial; Rencana kenaikan iuran tanpa memperhatikan kemampuan membayar masyarakat adalah bentuk kebijakan yang bertentangan dengan amanat konstitusi dan prinsip keadilan sosial: Pasal 28H ayat (1) UUD 1945 menjamin hak atas pelayanan kesehatan, Pasal 34 ayat (2) UUD 1945 mewajibkan negara membangun sistem jaminan sosial, Pasal 17 ayat (1) UU No. 24 Tahun 2011 tentang BPJS menyatakan bahwa penetapan iuran harus mempertimbangkan kemampuan peserta dan keberlanjutan program dan UU No. 40 Tahun 2004 tentang SJSN juga menekankan prinsip gotong royong, keterjangkauan, dan keadilan dalam pembiayaan.
Dengan mempertimbangkan keuangan BPJS Kesehatan yang masih sehat, potensi optimalisasi pendapatan dari peserta nonaktif, serta dasar hukum dan konstitusi yang jelas, Jamkeswatch FSPMI menegaskan:
1. Menolak rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan saat ini dan Kelas Rawat Inap standart.
2. Mendesak pemerintah dan DPR RI untuk menolak kebijakan ini demi perlindungan sosial dan keadilan bagi seluruh rakyat.
3. Mendorong BPJS Kesehatan untuk terlebih dahulu membenahi pengelolaan internal, meningkatkan efisiensi, memberantas fraud, dan mengoptimalkan pendapatan yang ada.



