Setelah di Protes Sana-sini, Pencabutan Subsidi Tarif Kereta Api Dibatalkan

Jakarta, KPonline – Serikat pekerja keras bersuara setiap upaya pemerintah melakukan pencabutan subsidi. Beberapa kali, para pekerja melakukan aksi penolakan. Sebagai contoh adalah aksi-aksi yang dilakukan untuk menolak kenailan BBM, gas, hingga tarif dasar listrik.

Ketika mendengar kabar subsidi tarif kereta api ekonomi dicabut, masyarakat kembali bereaksi. Salah satunya tercermin dalam artikel di KPonline yang berjudul ‘Musim Cabut Subsidi: Setelah Listrik, Kereta Api, Lalu Apa Lagi?’

Dalam artikel tersebut dijelaskan, transportasi publik adalah tanggungjawab negara. Dan mendapatkan subsidi adalah hak warga negara. Karena itu, tidak salah jika subsidi dipertahankan. Bahkan jika perlu alokasi anggaran untuk subsidi ditingkatkan. Apa salahnya memberikan kemudahan untuk masyakat?

Dengan banyaknya subsidi yang dicabut, kita tahu seperti apa karakteristik pemerintahan saat ini. Tidak salah jika ada yang beranggapan, ini pemerintahan rasa pengusaha. Mengelola negara seperti mengelola perusahaan. Mengejar keuntungan.

Pembatalan pencabutan subsidi ini disampaikan oleh Manajer Humas PT Kereta Api Indonesia Daerah Operasi II Bandung, Joni Martinus.

Awalnya kenaikan tarif kereta ekonomi bersubsidi itu tertuang dalam Permenhub Nomor 42 tahun 2017. Belakangan Peraturan itu dibatalkan pemerintah.

“Itu kewenangan pemerintah. PT KAI hanya melaksanakan penugasan itu. Karena itu PSO (Public Service Obligation), apapun yang ditugaskan pemerintah kita siap. Bahwa itu harus dibatalkan, kami batalkan,” kata Joni.

Dengan pembatalan Permenhub 42 tahun 2017 itu, tarif kereta ekonomi bersubsidi kembali menggunakan tarif lama yang diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 35 tahun 2016.

Pentingnya Subsidi

Terkait pentingnya subsidi, dalam akun resmi di media sosial, Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) menulis: Di beberapa negara maju, pendidikan, kesehatan, transportasi dan perumahan bisa murah. Bahkan gratis. Tentu saja, ini karena perintahnya hadir dan peduli pada kepentingan rakyat.

Tetapi di sini, di Indonesia, pencabutan subsidi yang berakibat rakyat harus membayar lebih dianggap kebijakan tepat. Rakyat sudah mampu, katanya.

Jika urusannya kemampuan, di negara-negara walfarestate tersebut lebih mampu. Masalahnya adalah tentang keberpihakan pada rakyat kecil.

Dalam hal ini, kaum buruh, akan terus mendorong lahirnya keberpihakan yang berorientasi pada kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat. Sebab Indonesia ini milik kita, bukan hanya milik mereka.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *